Merajut Masa Depan Bersama para Siswa dan Guru SDN Obenaf, TTU - NTT
Menurut Ki Hajar Dewantara, sekolah merupakan tempat belajar sekaligus tempat bermain bagi peserta didik. Karena itu, setiap orang bisa menjadi guru, dan setiap rumah bisa menjadi sekolah. Itu berarti pendidikan dapat dilakukan di manapun, kapanpun dan oleh siapapun.
Sekedar Pengantar
Pada hari Kamis (9/1-2025), penulis berkesempatan mewawancarai salah seorang guru pada satuan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Obenaf yang terletak di Desa Maurisu Tengah, Kecamatan Bikomi Selatan, Kabupaten Timor Tengah Utara, Propinsi Nusa Tenggara Timur.Â
Adapun alasan atau latar belakang mengapa penulis berjuang untuk mewawancarai guru ini karena penulis pernah mendengar cerita 'kisah pilu'-nya tentang sekolah tempat dia mengabdi saat ini.
Pertama-tama tentu saja sebagai budaya orang Timur, penulis harus minta ijin terlebih dahulu kepada ibu guru narasumber apakah ia bersedia agar namanya dituliskan lengkap atau hanya berupa nama panggilan saja.Â
Dengan malu-malu ibu guru mengatakan kepada penulis supaya namanya tak perlu dituliskan lengkap, cukup nama panggilannya saja.
Karena beliau telah memberikan persetujuan, maka tulisan mengenai satuan pendidikan yang terletak cukup 'terpencil dan terpinggirkan' persis di pinggiran sungai Benenai dan Noemuti yang lebih dikenal sebagai  daerah segitiga perbatasan kabupaten TTU, Malaka, dan TTS ini, boleh kuturunkan di sini. Semoga berkenan kepada pembaca sekalian.
Ibu Guru Mada dan SDN Kecil Obenaf
Adalah ibu guru Mada, namanya. Ia adalah salah seorang dari 8 orang guru yang mengabdikan dirinya di Sekolah Dasar Negeri Obenaf.Â
Mada merupakan alumni Sekolah Tinggi Pastoral Santo Petrus Keuskupan Atambua, Kefamenanu tahun 2018. Â Ia seorang guru agama Katolik. Ia sudah mengabdikan diri di sekolah ini sejak berdirinya sekolah 6 tahun silam.
Sekolah Dasar Negeri Kecil Obenaf berdiri pada 10 Juli 2019 dengan Kepala Sekolah perdananya adalah Bapak Mikhael Banase, S.Pd yang telah memasuki purnabakti pada 31 Desember 2024. Dan sebagai PLT Kepala sekolah saat ini adalah bapak Yohanes Iku Pantola, S.Pd. Â
Dilihat dari tahun berdirinya, maka berarti pada bulan Juni mendatang, angkatan pertama sekolah ini akan tamat. Mereka akan melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu SMP.
Menurut ibu Mada, alasan dibukanya SDN Kecil Obenaf karena kampung Obenaf yang kini menjadi Desa Maurisu Tengah terletak cukup jauh dari  SDK Maurisu di Desa Maurisu Induk, dan SDN Bele di Desa Maurisu Selatan.Â
Karena jarak antara rumah penduduk di Kampung Obenaf dengan Maurisu dan Bele yang sangat jauh maka banyak anak usia sekolah yang terpaksa tidak pernah mengenyam pendidikan selama ini.Â
Atasa dasar pertimbangan itulah ketika terjadi pemekaran desa maka SDN Obenaf didirikan sebagai SD Kecil dari SDN Bele yang berjarak kurang lebih 5 km.
Menurut data BPS 2020 yang diperbaharui Juli 2024, jumlah penduduk Desa Maurisu Tengah sebanyak 344 jiwa. Desa Maurisu Induk dengan jumlah penduduk 444 jiwa; sedangkan Desa Maurisu Selatan  652 jiwa, dan Desa Maurisu Utara dengan jumlah jiwa 584 jiwa.
Keadaan Sekolah dan Harapan Masa Depan
Sekolah Dasar Negeri Obenaf saat ini memiliki jumlah siswa seluruhnya 45 orang, dengan jumlah guru sebanyak 8 orang. Terdiri dari 2 orang guru PNS atau ASN, 4 orang guru PPPK, dan 2 orang guru honor komite.Â
Coba terka berapa besarnya honor yang diterima oleh kedua guru honorer ini? Menurut ibu guru Mada, mereka menerima honor sebesar Rp 300.000 perbulannya. Itu pun bukan diberikan setiap bulan.Â
"Kadang tiga bulan, kadang empat bulan sekali baru kami terima," kata ibu Mada kepada penulis. Â
"Tapi mau bagaimana lagi soalnya siswa kami jumlahnya sedikit dan rata-rata orang tua juga adalah petani yang miskin sehingga kami tidak bisa memaksa keadaan," katanya.
"Karena panggilan jiwa sebagai pendidik maka meskipun kami diberi honor kecil kami tetap bersyukur dan tetap melayani. Biar pun tiga atau empat bulan baru kami menerima honor, akan tetapi ketika datang ke sekolah dan melihat anak-anak kami  riang gembira, kami jadinya terhibur dan seakan-akan tidak memikirkan lagi besarnya honor kami," demikian Mada berkisah.
"Kami hanya berharap suatu saat nanti, kami juga diperkenankan untuk menikmati gaji sebagai ASN atau paling kurang sebagai PPPK. Itu sudah cukup bagi kami," pinta Mada penuh harap.
Sebagai guru, kami mengharapkan agar anak-anak kami meskipun dari sekolah kecil apalagi dari kampung seperti ini, namun kelak mereka boleh berkembang menjadi orang-orang yang berguna bagi nusa dan bangsa.Â
"Itulah yang akan menjadi kebanggaan dan harapan kami!"
Penutup
Demikianlah sebuah tulisan kecil mengenai SDN Kecil Obenaf di Kabupaten Timor Tengah Utara yang mungkin terlupakan karena keadaannya yang terpencil, jauh di dusun yang sunyi.
Seperti yang diharapkan Ki Hajar Dewantara bahwa sekolah sebagai tempat belajar sekaligus tempat bermain bagi siswa. Demikian pun setiap orang bisa menjadi guru, tetapi berhadapan dengan situasi seperti yang dihadapi di SDN Kecil Obenaf, apakah Anda mau mengabdikan diri di sana?
Semoga Pemerintah Daerah dan para pengambil kebijakan pendidikan dapat memberikan perhatian kepada 'sekolah kecil' ini, paling kurang terhadap nasib kedua guru yang kini masih honorer dengan gaji Rp 300.000/bulan. Semoga !
Atambua, 09.01.2025
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H