Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Makan Sirih Pinang Terasa Lebih Nikmat dari Makan Nasi

28 Desember 2024   11:59 Diperbarui: 29 Desember 2024   07:51 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menyuguhkan sirih pinang pada upacara adat (Foto kredit dari Facebook Elphy Lau)

Makan Sirih Pinang Terasa Lebih Nikmat dari Makan Nasi

Mungkin anda merasa lucu ketika membaca judul tulisan ini. Namun itulah kenyataan yang terjadi. Mungkin bukan hanya di Timor, tetapi juga di beberapa wilayah di Indonesia. Sirih pinang menjadi 'makanan pokok' sesudah nasi dan jagung. Bahkan kalau secara naif mau dikatakan banyak orang Timor akan 'sakit' kalau tidak makan sirih pinang, daripada tidak makan nasi.

Ya, apa yang terasa lucu bagi sebagian orang, justru bagi orang lain terasa biasa saja, bahkan dirasa sebagai sebuah kebutuhan 'pokok'.

Sirih dan pinang adalah dua bahan penting yang biasanya dipakai pada setiap hajatan adat dalam masyarakat adat Timor. Bagi masyarakat adat Timor, sirih dan pinang dalam konteks tertentu mempunyai makna simbolis. Yaitu sebagai media komunikasi spiritual antara ketua suku dan anggota suku dengan para leluhur dan alam semesta.

Bagi orang Timor, baik yang ada di kabupaten Belu dan Malaka yang biasa dikenal dengan suku Tetum, maupun di kabupaten Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan yang biasa dikenal dengan suku Dawan atau Atoin Pah Meto, sirih - pinang merupakan sarana komunikasi yang paling efektif.

Kalau pembaca adalah orang Timor atau pernah datang di Timor, anda akan mengalami sendiri bagaimana sirih pinang menjadi suguhan utama dalam setiap hajatan adat.

Belum lagi kalau anda datang ke pasar-pasar di kota-kota yang ada di Timor seperti Kota Atambua, kota Betun, kota Kefamenanu, dan kota Soe, anda akan menyaksikan sendiri bagaimana orang-orang di sana makan sirih pinang yang menurut pengakuan mereka lebih nikmat dari pada makan nasi. 

Di sepanjang lapak-lapak jual beli, sebagian besar dikuasai oleh para pedagang yang menjual sirih pinang. Mereka menjajakan sirih dan pinang yang dibawanya dari kampung-kampung dari luar kota.

Dari sebuah penelitian kecil yang dilakukan Pusat Pastoral Keuskupan Atambua beberapa waktu lalu, menegaskan bahwa jumlah orang-orang yang makan/mengunyah sirih pinang sampai saat ini umumnya berusia 40 tahun ke atas. Rata-rata 10 orang dewasa yang ada di sebuah desa terdapat 2-3 orang pasti makan sirih pinang. Kalau begitu berarti rata-rata pengunyah atau pemakan sirih di Timor adalah  2: 10 atau dua orang pemakan sirih di antara 10 penduduk dewasa.  Itu berarti sampai dengan beberapa tahun ke depan, populasi penduduk yang makan sirih pinang masih cukup banyak. Karena itulah maka jumlah petani penanam sirih pinang di Timor masih cukup banyak. Masih banyak petani yang menjadikan sirih pinang sebagai tanaman penghasil cuan terbesar.

Banyak keluarga masih menjadikan sirih pinang sebagai andalan dalam usaha produktif. Banyak keluarga di Timor, misalnya di Desa Manulea, Kabupaten Malaka yang membiayai anak-anaknya kuliah justru dari menjual sirih pinang. 

Seperti yang disharingkan oleh Ermigardis Mea dan Polycarpus Maumabe, Ketua dan Sekretaris Kombas 'Melati" Buimetom 3 kepada penulis di Manulea, belum lama ini bahwa mereka dalam komunitas basis (kombas) di bawah binaan Credit Union Kasih Sejahtera, Atambua, saat ini sedang mengembangkan usaha menanam dan merawat hingga menjual sirih sebagai satu komoditas andalan dalam menopang hidup dan kebersamaan para anggota kombas.

"Kini hasil usaha Kombas Melati 3 berupa budidaya dan penjualan sirih semakin menampakkan hasilnya. Setaip halaman rumah para anggota kini dipagari dan dihiasi dengan pepohonan sirih yang merayap bagaikan rerumputan di padang. Telah banyak anak-anak kami yang sudah tamat dan sedang kuliah, dibiayai dari hasil menjual sirih," kisah  Ermigardis Mea.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun