Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna Rekonsiliasi Masyarakat Inbate dan Nilai Pengorbanan Seorang Gembala

13 Desember 2024   22:18 Diperbarui: 13 Desember 2024   22:21 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pembasuhan kaki lambang rekonsiliasi / Foto: Totok suarasurabaya.net 

Bahkan status Stasi Inbate secara sepihak oleh pastor paroki Oeolo diturunkan menjadi lingkungan. Pada hal secara bertahun-tahun Inbate sudah menjadi stasi. Artinya lebih tinggi dari lingkungan. Sebab stasi adalah kumpulan beberapa lingkungan.  

Dan sesuai kebiasaan, pemberian status stasi dan lingkungan merupakan hak pastor paroki setelah mempertimbangkan aspek-aspek tertentu dalam pelayanan pastoral.

Karena itulah atas perintah Bapak Uskup Atambua, Mgr. Dominikus Saku menugaskan kepada Vikjen dalam hal ini Pastor Vincentius Wun SVD untuk segera mengatur acara rekonsiliasi antara kedua pihak.

Dengan demikian, peristiwa rekonsiliasi umat Katolik Inbate dengan Pastor Paroki Santa Maria Ratu, Oeolo memberikan beberapa makna, sebagai berikut:

1.   Rekonsiliasi dan Pengampunan yang sungguh

Kata 'rekonsiliasi' berasal dari akar kata bahasa Latin 'concilium' yang mengandaikan suatu proses yang dimaksudkan dengan sengaja, di mana pihak-pihak yang berseteru bertemu satu sama lain 'dalam dewan' untuk membahas pandangan mereka yang berbeda dan mencapai kesepakatan bersama.

Rekonsiliasi selalu bersama pengampunan. Tanpa pengampunan, tidak ada rekonsiliasi. Rekonsiliasi membutuhkan kerendahan hati. Hanya orang yang rendah hati yang mau melakukan rekonsiliasi dan pengampunan.

2.   Keterbukaan untuk mengakui kesalahan, tanpa mengungkit-ungkit masalah

Rekonsiliasi dan pengampunan mengandaikan adanya keterbukaan hati dan budi kedua belah pihak. Dalam hal ini antara gembala paroki Oeolo dan umat Inbate untuk sama-sama mengaku salah dan kilaf dengan tidak memengungkit-ungkit kesalahan. Tanpa  saling mempersoalkan siapa salah siapa benar. 

3.   Merasa Sama-sama saling membutuhkan.

Bukan hanya satu pihak yang merasa lebih penting, sementara yang lain tidak penting. Rekonsiliasi hanya bisa terjadi kalau masing-masing pihak merasa sama-sama saling membutuhkan. 

Di mana ada kebutuhan di sana perlu pelayanan yang prima. Baik umat maupun imam sama-sama saling membutuhkan karena bekerja demi keselamatan, bukan hanya terjadi di sini tetapi hic et nunc.

4.   Persiapan menuju perayaan Natal yang bahagia

Rekonsiliasi yang terjadi atas perintah Uskup Atambua menguatkan pertimbangan pastoral menghadapi perayaan Natal dan Tahun Baru. Yang menarik dari peristiwa rekonsiliasi dan pengampunan hari ini adalah bahwa sama-sama berharap agar bisa merayakan Natal 2024 dengan hati yang telah siap untuk itu.

5.   Pelajaran yang amat berharga

Terjadinya rekonsiliasi pada hari Jumat, 13/12/2024 menjadi sebuah ongkos belajar yang besar dan mahal bagi seluruh umat Stasi Inbate dan siapa saja, bahwa rekonsiliasi dan pengampunan itu penting, sebab selama ini proses rekonsiliasi selalu mendapat hambatan. Hal itu karena masing-masing pihak baik gembala maupun domba sama-sama merasa mendapatkan pelajaran yang amat berharga.

Penutup

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun