Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Makna Rekonsiliasi Masyarakat Inbate dan Nilai Pengorbanan Seorang Gembala

13 Desember 2024   22:18 Diperbarui: 13 Desember 2024   22:21 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Umat Inbate antusias menyambut gembala (dok. pribadi)

Ya rekonsiliasi. Mengapa mesti ada rekonsiliasi?

Adalah Geiko Muller-Fahrenholz, seorang Teolog Jerman pada tahun 1997 menulis sebuah buku berjudul The Art of Forgiveness: Theological Reflections on Healing and Reconciliation. 

Dalam buku tersebut, Geiko Muller mengangkat latar belakang perlunya Healing dan Reconciliation yaitu adanya peristiwa Auschwitz 1939 yang menjadi simbol kekejaman Hitler dan Nazi. 

Atau lebih tepat dikatakan sebagai  lambang dosa dan kejahatan sistematis yang terus menghantui semua orang yang selamat dari zaman Nazi, baik pelaku tindak kejahatan maupun para korban.

Muller menulis, "Tidak ada kemungkinan lain untuk berlangkah melampaui tindak kekerasan dan pembunuhan secara besar-besaran itu selain melalui cara rekonsiliasi."

Kembali ke persoalan awal. Kepada maksud dan tujuan safari perjalanan penulis hari ini.

Pada beberapa waktu yang lalu. Di Paroki Santa Maria Ratu, Oeolo berlangsung kegiatan penerimaan Sakramen Krisma yang diberikan oleh Uskup Keuskupan Atambua, Mgr. Dominikus Saku.

Pada saat yang sama direncanakan acara Penahbisan Kapela Kristus Raja Inbate, salah satu stasi dari Paroki Santa Maria Ratu Oeolo. Dengan gembalanya RD. Emanuel Fkun dan dibantu imam rekan, RD. Melkhianus Meak.

Karena pekerjaan pembangunan kapela belum selesai seluruhnya dan perlu persiapan yang matang dari umat Stasi Inbate, maka atas kesepakatan bersama tokoh umat, mereka menyampaikan maksud hati mereka bahwa mereka belum bisa menerima kehadiran Bapak Uskup di Kapela Inbate karena belum rampung seluruhnya.

Namun karena penyampaian dan bahasa yang berkembang kemudian maka terjadilah salah faham antara umat stasi Inbate, panitia pembangunan kapela Inbate, dan pastor paroki Santa Maria Ratu, Oeolo dan Dewan Pastoral Paroki.

Mis-komunikasi itu semakin menjadi besar ketika masing-masing pihak bertahan dengan posisinya masing-masing. Akhirnya secara sepihak pastor paroki sebagai gembala memberikan sanksi pastoral kepada umat stasi Inbate dengan tidak melakukan pelayanan pastoral selama kurang lebih 6 (enam) bulan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun