Karena itu para pendeta Protestan menjalankan fungsi imamat umum itu sebagai umat. Sedangkan Imam dalam Gereja Katolik menjalankan tugas yang diterimanya dari Kristus demi umat. Di situlah perbedaannya.
Konstitusi Lumen Gentium 28 dan Dekrit Presbyterorum Ordinis yang dihasilkan dalam Konsili Vatikan II berbicara khusus tentang dasar panggilan dan tugas jabatan seorang imam.
Demikian sebuah penjelasan singkat, kiranya pembaca memahami mengapa ada panggilan khusus menjadi imam dalam Gereja Katolik dan mengapa para imam tidak kawin dan hidup berkeluarga.
4 (empat) Alasan yang Memotivasi Seorang Imam Tetap Berkanjang dalam Imamat
Suatu waktu ketika penulis di kota Gudeg Yogyakarta, ibu kost bertanya kepada saya, "Mas Yosef, kok bisa ya, para romo itu tidak kawin, ya?"
Saya menjawab kepada ibu kost saya, "O bisa bu, kalau orang sungguh-sungguh mau, dan apalagi dikehendaki Allah bu."
Ibu kost saya manggut-manggut "Iya ya..!"
Sesungguhnya ada 5 (lima) alasan yang menjadi motivasi bagi seorang imam atau romo tetap berkanjang dalam imamatnya seumur hidup.
Pertama, Tuhan (Allah) itu setia adanya.
Maksudnya begini, kalau Allah mau memakai seseorang menjadi hamba-Nya atau alat-Nya untuk melayani banyak orang dengan lebih leluasa tanpa halangan, maka bagi Allah tidak ada yang mustahil (Luk1: 37).
Dalam semua agama dan kepercayaan meyakini bahwa Tuhan Allah itu senantiasa setia mendampingi umat-Nya. Biar manusia tidak setia, Allah tetap setia.
Karena kesetiaan Tuhan itulah memampukan seorang anak manusia yang menjalani imamat menjadi setia, karena Tuhan terlebih dahulu setia daripada manusia itu sendiri.
Kedua, Keteguhan Hati Seorang Imam untuk Setia seumur hidup.
Janji suci yang sudah diikrarkan oleh seorang imam menjadikan dia untuk tetap setia menjalani imamat itu. Bagi yang tidak setia pada janji sucinya, maka banyak kali kita mendengar bahwa ada imam yang telah minggat dari imamat. Itu sesuatu yang manusiawi.