Pengantar
Provinsi Nusa Tenggara Timur pada zaman Gubernur Elias Tari atau yang lebih dikenal dengan nama El Tari (1926-1978) mempunyai kebijakan "Membentuk Desa Gaya Baru dari Kerajaan-kerajaan Tradisional." yang terkenal dengan motto: "Tanam, Tanam, Sekali Lagi Tanam."
Tulisan yang diturunkan dengan judul "Mari Menanam demi Masa Depan Bumi Rumah Kita Bersama" hendak menguraikan kebijakan pemerintah dalam pola kolaborasi dengan pimpinan Gereja setempat untuk melestarikan bumi dengan menaruh harapan bersama pada aktivitas menanam.
Sebagai kegiatan menaruh bibit atau benih atau stek di dalam tanah dengan harapan akan tumbuh, menanam bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan, dan di mana saja bila dikehendaki.
Penanaman itu sendiri merupakan proses, atau cara, atau perbuatan menanam yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dengan tujuan agar menciptakan dan melestarikan tanaman atau lingkungan hidup.
Apa yang menjadi motto Gubernur El Tari pada awal kepemimpinannya sebagai Gubernur NTT, kemudian diteruskan melalui kebijakan baru dengan program Operasi Nusa Hijau, dan Operasi Nusa Makmur oleh Gubernur Ben Mboy (1935-2015). Ben Mboi sendiri adalah seorang Dokter Angkatan Bersenjata yang menjadi Gubernur selama 2 periode yaitu 1978-1988.
Sementara itu di bidang keagamaan, para Uskup merupakan pemimpin dan pengajar iman yang tertinggi di keuskupan.  Di Keuskupan Atambua sendiri yang meliputi tiga wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Belu; kabupaten Malaka; dan kabupaten Timor Tengah Utara. Seperti pak Gubernur El Tari yang kapan dan di mana saja berusaha mempengaruhi rakyat NTT untuk selalu menanam apa saja yang berguna untuk masa depan bumi kita  ini.
Uskup Atambua, Monseignor Dominikus Saku, yang terkenal dengan gagasan "Atambua Eden: Iman Membumi, Hidup Berdaya" yang didapat dikatakan sebagai terjemahan lain dari perintah "Tanam, Tanam, dan Tanam".
Sementara itu pemimpin tertinggi umat Katolik sedunia, Paus Fransiskus dalam ensiklik keduanya sejak ia diangkat menjadi Paus ke-266 berjudul "Laudato Si" membicarakan tentang Ibu Bumi sebagai Rumah Bersama.
Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si menyatakan keprihatinannya atas perubahan iklim yang membuat dunia kita semakin panas dan mengajak umat manusia untuk melakukan gerakan bersama menyelamatkan Ibu Bumi.
Salah satu dari sekian banyak gerakan untuk menyelamatkan Ibu bumi Rumah kita bersama ini adalah dengan "Menanam dan menanam".
Sekarang yang menjadi soal bagi kita adalah Mengapa orang mesti menanam? Bukankah sekarang saatnya bagi kita untuk menikmati hasil dari apa yang pernah mereka tanam pada waktu itu?
Apakah sebabnya semua orang diperintahkan untuk menanam dan menanam? Bukankah ada orang yang bertugas untuk menabam dan yang lain menikmati saja?
Terhadap beraneka persoalan dan pertanyaan tersebut, setidak-tidaknya ada 5 (lima) alasan mengapa kita perlu melakukan gerakan atau aktivitas menanam.
Alasan pertama, Bumi rumah kita bersama telah hancur oleh ulah manusia sendiri
Dalam ensiklik Laudato Si, Paus Fransiskus mengajak umat manusia untuk pertama-tama membayangkan sumber daya bumi kita yang kaya raya, dan selanjutnya melihat kenyataan adanya berbagai bencana banjir dan tanah longsor akibat eksploitasi hutan oleh manusia sendiri.
Menurut Paus Fransiskus, hanya dengan satu bumi, Allah memberi kehidupan yang memadai kepada segala makhluk lebih dari 2,5 juta tahun dan proses alam semesta selama miliaran tahun.Â
Hanya melalui proses perubahan chaos menjadi kosmos secara mengagumkan, maka muncullah planet-planet bertakhta di atas cakrawala nan luas dengan dinamika dan daya kekuatan yang dashyat, manusia dengan tenang dan enteng menikmati hidup di atas planet bumi ini.
Namun ketamakan akibat sikap hidup konsumeristik telah mengubah semuanya. Krisis lingkungan terus terjadi. Berbagai limbah plastik, polusi air, udara dan tanah sungguh marak terjadi. Akibat ulah itu dunia menjadi hancur berantakan.Â
Maka melalui Laudato Si, Paus Fransiskus sendiri mengajak semua umat manusia untuk melakukan gerakan tanam-tanam dan tanam kembali untuk menciptakan lingkungan hidup dan demi menyelamatkan bumi rumah kita bersama dari kehancuran akibat ulah manusia sendiri.
Alasan kedua, menanam demi pertobatan ekologis
Pada bagian pertama ensiklik yang dikeluarkan pada 18 Juni 2015 itu, Paus meminta seluruh umat manusia untuk mengupayakan pendidikan dan pertobatan ekologis.
Dibutuhkan transformasi mental agar kita mampu merawat kembali kehidupan dan segenap ciptaan melalui aksi konkret yaitu menanam pohon demi kehidupan manusia anak cucu Adam di bumi ini.
Jadi aktus menanam dan menanam itu sendiri merupakan bukti pertobatan ekologis. Jangan bilang sudah bertobat, kalau belum mulai menanam pohon mulai dari pekarangan rumah sendiri, mulai dari yang sederhana di polibag, dan mulai dari sekarang. Jangan ditunda-tunda lagi!
Alasan ketiga, hanya dengan menanam, kita dapat memetik
Tidak akan ada orang yang memetik tanpa terlebih dahulu menanam. Karena itu semua orang diperintahkan oleh Tuhan sendiri untuk menanam supaya pada waktunya dapat memetik hasilnya.Â
Karena hanya dengan melakukan aktus menanam pada akhirnya kita dapat memetik buah dari pekerjaan kita sendiri. Hasil dari menanam dapat dinikmati bukan hanya diri sendiri, tetapi seluruh keluarga, dan banyak orang lain.
Alasan keempat, menanam demi masa depan anak cucu umat manusia
Coba bayangkan apa yang sedang atau sudah ditanam, kelak anak cucu kita dapat menikmatinya. Tetapi apabila kita tidak menanam mulai sekarang, kelak anak-cucu kita tidak pernah menikmati apa yang orang lain nikmati.
Bahkan anak cucu kita kelak akan malu memiliki orang tua dan leluhur yang tidak pernah menanam. Orang yang tidak menanam akan menjadi buah bibir negatif bagi mereka yang pernah menanam semasa hidupnya. Maka marilah kita mulai menanam supaya kelak kita menjadi buah bibir yang baik karena apa yang kita tanam sudah dituai oleh anak cucu kita.
Alasan kelima, kalau bukan kita siapa lagi, dan kalau bukan sekarang, kapan lagi.
Bapak Gubernur NTT mulai dari El Tari, juga pada zaman Gubernur Ben Mboy, perintah menanam pada setiap jengkal tanah itu wajib. Bahkan Gubernur NTT Ben Mboy mengatakan, kalau bukan sekarang kapan lagi, dan kalau bukan kita siapa lagi? Jangan lagi menunda-nunda kesempatan karena kesempatan hanya datang satu kali.Â
Kesimpulan
Dengan dan melalui itu baik El Tari, Ben Mboy, Mgr. Dominikus Saku, maupun Paus Fransiskus mengajak seluruh umat manusia, khususnya masyarakat Nusa Tenggara Timur, dan umat Keuskupan Atambua untuk mewujudkan panggilan Allah untuk melestarikan bumi rumah kita bersama dengan cara menanam, dan menanam pohon demi kehidupan dan masa depan bumi yang lebih baik.
Mudah-mudahan tulisan sederhana ini menjadi daya dorong dan sekaligu pemantik untuk memantik banyak orang untuk melakukan aktus yang kecil dan sederhana namun berdaya guna demi masa depan banyak umat manusia. Dari gerakan kecil dan sederhana bisa menyelamatkan banyak jiwa dari kepanasan akibat cuaca ekstrem.
Salam SATU HATI TUNTASKAN!
Atambua, 04.09.2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H