Tapi syukur kepada Allah, pada awal menaiki tangga pesawat, saya dan teman Anton berdoa, sambil bergumam: "Teman, kita akan jadi apa sebentar?" Maksudnya kami berdua yang merupakan orang yang baru pertama kali naik pesawat merasa cemas kalau terjadi apa-apa dengan kami....
Nah, cukup di sini saja cerita pengalaman naik pesawat pertama kali.Â
Saya mau mengajak pembaca dan Kompasianer memetik hikmah dari kisah pertama naik pesawat ini, sambil menghubungkannya dengan topik pilihan "Mahalnya Tiket Pesawat Domestik".
Sekurang-kurang bagi saya secara pribadi, ada 3 (tiga) pelajaran menarik yang dapat ditarik dari sharing pengalaman ini, yakni:
Pertama, Tiket Pesawat Merpati Airlines tahun 1988 lebih mahal dari sekarang
Sebagai seorang calon mahasiswa yang mendapat tugas belajar pertama kali langsung naik pesawat. Luar biasa. Suatu pengalaman yang istimewa, karena pada jaman itu banyak orang lebih menggunakan kapal laut. Hanya orang-orang berduit saja yang bisa naik pesawat. Sekali lagi karena mahal. Rp 65.000 itu uang yang cukup banyak untuk ukuran seorang calon mahasiswa dari kampung!
Kedua, "Teman, kita akan jadi apa sebentar?" Ini pengalaman pertama. Takut. Cemas.
Suatu ketakutan dan kecemasan, bayarannya lebih mahal daripada uang biasa. Bayangkan, saya dan temanku Anton Kono masih berdiri di tangga pesawat sambil menggenggam Rosario di tangan dan berdoa. Kami tidak mempunyai bayangan terbang menuju Kota dingin Ruteng itu ikut mana?
Ya, sekali lagi maklum, dari kampung. Tapi sekarang sudah bisa berkali-kali naik pesawat, itu hanya karena adanya pengalaman pertama itu!
Ketiga, Kalau dulu hanya ada Merpati. Tapi sekarang banyak Maskapai, kok mengapa harga tiket lebih mahal?
Menurut hemat saya pribadi, mahalnya tiket pesawat domestik saat ini karena beberapa hal, seperti: jumlah penumpang pengguna angkutan udara makin banyak; mudahnya mendapatkan tiket pesawat dari berbagai maskapai; kemudahan dalam transaksi atau pembayaran tanpa menggunakan uang kontan.
Pembayaran antar bank menggunakan aplikasi menjadikan orang tidak lagi berpikir tentang kemahalan. Hal ini tentu berpengaruh terhadap pembayaran menggunakan uang kontan. Di sini kita langsung merasakan adanya tingkat kemahalan itu sendiri. Pada hal seharusnya semakin banyak maskapai penerbangan semakin murah harga tiketnya.
Ternyata pengandaian itu tidak berlaku. Apalagi saya sendiri tidak punya tips untuk membeli tiket dengan harga yang lebih murah. karena itu saya rasa pengalaman naik pesawat pertama dengan harga itu lebih mahal daripada pengalaman naik pesawat terakhir. Pengalaman ini mengajarkan kepada saya untuk selalu bersyukur atas setiap kesempatan boleh menikmati penerbangan atau naik pesawat, berapa pun harga tiketnya, namun yang terpenting adalah boleh turun dengan selamat.Â
Sementara banyak orang yang senang mendapatkan tiket harga murah alias promo, namun tak sempat turun dari pesawat karena ditimpah kecelakaan pesawat sebagaimana diliris dalam SINDONEWS.COM.
1) Garuda Indonesia (GA 152): Jakarta - Medan dengan 222 penumpang dan 12 awak pada 26 September 1997. Pesawat menabrak tebing gunung.
2) Lion Air (JT 6-10): jatuh pada tanggal 29 Oktober 2018 dengan penumpang 189 orang.
3) AirAsia (QZ 8501): jatuh pada 28 Desember 2014 dengan 155 penumpang.