Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Keuskupan Atambua Selenggarakan Hari Studi Bersama Menyongsong Perayaan 100 Tahun KWI

15 April 2024   23:10 Diperbarui: 16 April 2024   08:49 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hari studi bersama KWI di Atambua/Komsos Keuskupan Atambua

Bulan Mei 2024 mendatang, Konferensi Waligereja Indonesia atau yang biasa dikenal dengan KWI akan merayakan Yubileum  100 Tahun berdirinya. Suatu kesempatan untuk bercermin dan sekaligus berbenah dalam gerak perubahan Gereja dan Bangsa Indonesia.

Pengantar

Dalam rangka perayaan tersebut, Panitia Nasional yang dibentuk oleh para waligereja Indonesia itu menyelenggarakan Hari Studi Bersama selama bulan Januari hingga November tahun 2024 ini untuk memetik makna perjalanan bersama sebagai  Gereja Indonesia dan evaluasi sejauhmana berjalan bersama itu telah memberikan sumbangsih yang berarti bagi pembangunan Indonesia.

Tulisan ini hendak mengangkat *Sinodalitas dalam gerak perubahan Gereja dan Bangsa* sebagai tema Hari Studi Bersama yang dilakukan di tingkat Gereja Lokal Keuskupan Atambua.

Studi bersama itu telah dilaksanakan dengan menghadirkan sedikitnya 250 peserta yang terdiri dari para Imam (Pastor), Biarawan-biarawati (Suster dan Frater), serta kaum awam Gereja yaitu para anggota Dewan Pastoral baik ditingkat Paroki maupun Dekenat dan Keuskupan, serta para anggota organisasi massa di lingkup Gereja.

Hari Studi bersama  itu berlangsung pada Senin, 15 April 2024 dengan menghadirkan 2 (dua) orang narasumber utama yaitu Rm. Dr. TB. Gandhi Hartono SJ, Sekretaris Eksekutif Komisi Pendidikan KWI sekaligus Panitia Perayaan 100 Tahun KWI. Pastor Jesuit yang lebih dikenal dengan panggilan Romo Gandi itu membawakan  materi hari studi ini berjudul:  *Sinodalitas dalam gerak  Perubahan Gereja dan Bangsa, Tantangan dan Peluang*

Narasumber kedua adalah Rm. Dr. Octovianus Naif, Dosen dan Pembina Seminari Tinggi Santo Mikhael Kupang dan Anggota Komisi Teologi KWI.  Imam Projo Keuskupan Atambua ini membawakan materi berjudul:  *SinodalitasDalam Gerak Perubahan Gereja "Ecclesia Semper Reformanda Est*.

Selain kedua narasumber utama ini, Uskup Atambua, Mgr. Dr. Dominikus Saku tampil sebagai Keynote Speaker mengantar dan menutup rangkaian kegiatan hari studi bersama ini dengan judul:  Panggilan Kepemimpinan: Upaya Membangun Sinodalitas Gereja di Keuskupan Atambua.

Seluruh pemaparan materi hari studi dan dialog bersama ini dimoderatori oleh Rm. Dr. Theodorus Asa Siri, Ketua Sekolah Tinggi Pastoral Santo Petrus Keuskupan Atambua.

Hari Studi Bersama KWI/Dok.Pribadi
Hari Studi Bersama KWI/Dok.Pribadi

Kutipan-kutipan yang mendukung tema

Perubahan adalah keniscayaan. Perubahan telah merambah berbagai aspek kehidupan dengan berbagai dampak positif dan negatif (Instrumentum Laboris, 2016)

Dunia yang kita tinggali sedang berubah cepat, dengan perubahan ini menentukan martabat hidup manusia (Paus Fransiskus, 2023)

Kebaharuan tidak mungkin dicapai tanpa perubahan, dan mereka yang tidak ingin berubah  tidak dapat mengubah apa pun. Dan perubahan itu harus dimulai dari diri sendiri. "Jangan lupa untuk mengubah diri sebelum berpikir untuk mengubah dunia"  (Leo Tolstoy, 1828-1910)

Rahasia perubahan adalah memusatkan semua energi kita, bukan untuk melawan yang lama, tetapi untuk membangun yang baru (Socrates, 399 SM)

Berjalan Bersama dalam Gerak Perubahan

Dengan mengutip pandangan Antony Giddens (2023:4), Pastor Dr. TB. Gandhi Hartono SJ, mengatakan, konteks kini dengan berbagai perubahan menyebabkan jaman semakin berubah dengan cepat. Hal ini menunjukkan rapuhnya tatanan dunia dan sementara lahir tatanan yang baru. Peradaban dunia mengalami tantangan dan beban, ibarat berlayar dalam badai yang sangat kuat. Sebab tidak semua dari kita akan berlabuh di tempat yang sama. Maka perlu mencari solusi untuk mengatasi "gelombang" perubahan itu.

Lebih lanjut, Sekretaris Eksekutif Komisi Pendidikan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) itu mengemukakan adanya empat latar belakang kerapuhan dunia itu, yakni pertama, kesadaran perkembangan jaman yang menuntut adanya perubahan; kedua, Spirit kehadiran sebagai cara bertindak yang diperbaharui (Update diri);  ketiga, menghadirkan wajah dunia yang cerah sebagai "Wajah Allah" sebagaimana hadir dalam Misi Yesus Kristus; dan keempat, mencari solusi dan strategi untuk menjawab perkembangan perubahan yang kontekstual yaitu kebangkitan baru.

Mengakhiri pemaparannya yang menarik itu, Pastor Gandhi mengemukakan sebuah pertanyaan retoris kepada para peserta "bagaimana kita dalam hal ini umat Keuskupan Atambua menyikapi gerak perubahan itu"?

Untuk itu beliau memngemukakan adanya 5 (lima) langkah karakter solutif perubahan berdasarkan buku karya Haryatmoko : "Jalan Baru Kepemimpinan dan Pendidikan, Jawaban atas Tantangan Disrupsi Inovatif", yakni:

1. Konteks dengan melakukan pemetaan terhadap kondisi terkini secara riil bukan asumsi.

2. Pemetaan dengan merumuskan masalah atau kebutuhan secara lebih spesifik, mendesak dan urgen.

3. Solutif Alternatif yaitu dengan mencari kemungkinan-kemungkinan pemecahan melalui seleksi terhadap yang bisa dan riil untuk dilakukan.

4. Aksi berupa apa yang benar, yang baik dan yang kontekstual

5. Kolaboratif.

Sementara itu, Pastor Dr. Octovianus Naif, menyoroti tema sinodalitas dalam gerak perubahan Gereja dengan bercermin dari Konsili Vatikan II. Menurut anggota Komisi Teologi  KWI ini, Konsili Vatikan II merupakan a new daybreak, updating atau aggiornamento, fajar baru bagi Gereja Katolik dalam aneka dimensinya.Konsili Vatikan II merupakan a particularly turbulent history atau a radical rethinking tentang dinamika kehidupan, pola pikir dan pola tindak Gereja.

Dengan mengambil contoh dari tindakan Paus Yohanes XXIII yang memutuskan untuk menghimpun konsili hanya dalam tempo kurang dari tiga bulan setelah pengangkatannya sebagai Paus pada tahun 1959. Para teolog menyebutkan bahwa Paus mendengar suara Roh Kudus dan suara Umat Allah.

Karena itu dalam sebuah dialog mengenai konsili, Paus Yohanes XXIII ditanya mengapa konsili ini perlu dilakukan? Dilaporkan bahwa  Paus membuka jendela Vatikan sambil berkata, "Saya ingin membuka jendela Gereja sehingga kita bisa melihat keluar dan mereka yang ada di luar bisa melihat ke dalam". Itulah Updating, aggiornamento, perubahan pola pikir dan tindakan Gereja.

Maka jadilah perubahan dalam Gereja yang ditandai dengan duduk bersama, jalan bersama, berpikir bersama, saling mendengarkan, saling tukar ide, memutuskan bersama, dan melaksanakan bersama. Itulah Sinodalitas.

Dosen Teologi dan Misiologi pada Fakultas Filsafat Unwira Kupang itu mengakhiri presentasenya dengan mengajukan sebuah pertanyaan retoris sebagai berikut: "Dengan siapakah Gereja, Umat Allah berjalan bersama, atau berziarah bersama atau siapakah teman seperjalanan Gereja untuk dewasa ini?

Penutup

Hari Studi bersama yang disiarkan secara live streaming oleh Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Atambua itu ditutup dengan kesimpulan oleh Uskup Atambua, Mgr. Dr. Dominikus Saku dengan harapan agar apa yang telah dibicarakan bersama dalam studi bersama ini dapat ditindaklanjuti dalam kebersamaan sebagai hierarki dan umat dengan semangat sinodalitas Gereja.

Atambua: 15.04.2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun