Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menghidupi Makna Teologi 5 Jari dalam Kehidupan

18 Maret 2024   10:41 Diperbarui: 18 Maret 2024   10:54 1187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap manusia yang normal mempunyai 5 jari pada satu tangan. Kalau ada orang yang memiliki 6 jari atau hanya 4 jari, itu tidak normal atau cacat. Bisa cacat sejak lahir, atau bisa cacat karena kecelakaan. 

Setiap jari pada tangan kita sudah diatur oleh Tuhan, Sang Pencipta dengan model yang sangat simetris. Artinya tidak semua jari kita berukuran sama, baik besarnya maupun tinggi atau panjangnya.

Sebagai orang yang beriman, kita yakin dan percaya bahwa Tuhan pasti punya maksud tersendiri dibalik ciptaan-Nya itu. Kita juga bisa bertanya, mengapa Tuhan tidak menciptakan semua jari berukuran sama besar dan sama tinggi saja supaya tidak ada yang merasa kurang.

Tetapi siapa bisa menyelami maksud dan rencana Tuhan? Karena Ia menjadikan semuanya indah pada tempat dan waktunya. 

Paus Fransiskus pernah mengajarkan makna doa dalam lima jari tangan kita seperti diuraikan dalam www.gemapasionis.org. 

"Doa Lima jari adalah metode doa yang diajarkan oleh Paus Fransiskus saat ia masih menjadi Uskup Agung di Argentina. Metode doa ini sangat sederhana namun indah dan berguna tidak saja untuk mengajar anak-anak bagaimana berdoa, tetapi juga sebagai pengingat bagi orang dewasa tentang bagaimana harus berdoa".

Berbeda dengan apa yang diajarkan Paus Fransiskus, penulis pernah membaca sebuah tulisan yaang dibuat oleh Drs. Anton Bele (kini Dr. Anton Bele, M.Si) dalam majalah BERKAT yang dikeluarkan oleh Komsos Keuskupan Atambua pada tahun 2000 (kalau penulis tidak keliru). 

Dari uraian yang sederhana dalam majalah itu, kemudian penulis berusaha menerjemahkan dan memperluasnya menjadi 'Teologi Lima Jari' sebagai sebuah uraian teologis mengenai makna lima jari tangan manusia. 

Uraian tersebut diikutsertakan dalam sebuah buku perdana dari penulis berjudul: Menjadi Keluarga Beriman, yang diterbitkan oleh Penerbit Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta pada tahun 2004.

Apa bedanya dengan 5 jari doa yang diajarkan Paus Fransiskus?

Paus Fransiskus dalam uraiannya mengenai doa lima jari (The 5 fingers of prayer), lebih menekankan 5 jari tangan sebagai alat bantu untuk berdoa bagi keluarga, teman-teman, guru, dokter, imam, pejabat pemerintah, mereka yang menderita dan diri kita sendiri.

Latihan Lima Jari pernah dikembangkan oleh Walter Scott (1796-1861) untuk membantu anak-anak dan orang dewasa mengingat apa yang disebut 'rencana keselamatan' dengan menggunakan lima jari tangan.

Dengan menghitung setiap jari seseorang dapat memberitakan kepada orang lain hal-hal khusus tentang bagaimana caranya untuk diselamatkan, tentu saja sesuai dengan pemahaman Walter Scott.

Walter Scott sendiri adalah seorang Pendeta. Latihan lima jari dipakainya sebagai ringkasan rencana keselamatan yang digunakan untuk tujuan kotbah dan pengajaran yaitu  secara berturut-turut mulai dari ibu jari: Iman, pertobatan, baptisan, pengampunan dosa, dan karunia Roh Kudus. Latihan ini kemudian memiliki pengaruh yang luar biasa terhadap perkembangan Gerakan Stone Campbell.

Ilustrasi 5 jari /pngtree
Ilustrasi 5 jari /pngtree

Makna Teologi 5 Jari Tangan yang dikembangkan penulis

Pertama-tama kita memahami terlebih dahulu susunan 5 jari tangan manusia yang secara simetris telah ditempatkan Tuhan, sang Pencipta dalam rencana keselamatan-Nya, dengan model yang bervariasi.

Dengan model yang simetris sesungguhnya mau menunjukkan bahwa hidup manusia sudah diatur atau digariskan Tuhan dalam rencana keselamatan-Nya. Tidak ada kehidupan manusia di luar rencana dan kehendak Tuhan.

Susunan jari yang bervariasi menunjukkan bahwa kehidupan manusia tidak sama, ada yang besar, ada yang tinggi, ada yang sedang dan ada yang kecil (variasi kehidupan manusia).

Mari kita lihat bersama susunan jemari manusia:

Lima jari dalam bahasa Jawa disebut 'Deriji Limo', dalam bahasa Dawan 'Nimak Fua' Nim'.

Ibu Jari (jempol), bentuknya: besar, montok, tapi pendek.

Jari Telunjuk (panuduh), bentuknya lebih panjang dari ibu jari, tapi lebih pendek dari jari tengah.

Jari Tengah (panunggul), bentuknya lebih tinggi, tapi tidak sebesar ibu jari.

Jari Manis (manis), bentuknya lebih pendek dari jari tengah, tapi lebih besar dari kelingking.

Jari Kelingking (jentik), bentuknya paling kecil dan pendek.

Selanjutnya mari memahami makna teologis dari kelima jari tersebut. Didalamnya kita memahami apa maksud dan rencana Tuhan bagi kehidupan manusia?

Ibu Jari (jempol) adalah Jari Doa. 

Sebagaimana 'di doa ibuku namaku' disebut dengan jari jempol bagi umat kristiani biasanya dipakai untuk memberkati atau menandai anak-anak dengan tanda salib pada dahi mereka. Setiap orang tua menggunakan ibu jarinya untuk memberi tanda salib pada dahi anaknya ketika dibaptis atau hendak ke se kolah dan lain-lain.

Doa adalah aktivitas utama dalam kehidupan manusia beriman. Hal itu ditunjukkan Tuhan dalam bentuk jari jempol yang lebih besar dari jari-jari lainnya. Hasil dari doa adalah menjadi orang baik. Setiap orang yang baik selalu diberi jempol.

Karena itu kalau dalam kehidupan ini orang mengabaikan doa, berarti ia tidak memiliki ibu jari. Semua agama mengajarkan doa dan ibadah.

Jari Telunjuk (panuduh) adalah Jari Firman, Petunjuk Hidup (Kitab Suci).

Sebagai orang beriman petunjuk hidup itu adalah dalam Kitab Suci atau Alqur'an atau Kitab suci agama lainnya. Dengan jari telunjuk kita biasa menunjuk orang lain, maka seharusnya kita lebih banyak membaca dan mendalami Firman Tuhan dalam Kitab Suci sehingga menjadi petunjuk untuk kehidupan kita.

Kalau ada orang yang selama hidupnya tidak pernha membaca Kitab Suci, ia diibaratkan dengan orang yang hidup tanpa jari telunjuk. Itu orang cacat. Semakin banyak orang membaca Kitab Suci dan mendalaminya, hidupnya semakin terarah kepada Tuhan dan kebaikan.

Jari Tengah (panunggul) adalah Jari Sakramen.

Bagi umat kristiani khususnya umat Katolik mengenal adanya tujuh sakramen, dan Ekaristi merupakan sumber dan puncak hidup kristiani. 

Setiap umat Kristiani (Katolik) biarpun kehidupan doa pribadinya bagus, dan rajin membaca Kitab Suci, tetapi kalau ia tidak menghadiri Misa atau Ekaristi, ia belum dapat dikatakan sebagai orang Kristen penuh.

Bahkan orang Katolik yakin dan percaya bahwa Ekaristi bisa menyelamatkan orang yang sudah meninggal. Hanya Ekaristi yang bisa membantu mereka yang sudah meninggal dunia untuk mencapai keselamatan dan masuk surga.

Karena itu itu kalau ada umat Katolik yang tidak mengikuti perayaan Ekaristi pada hari Minggu dan hari-hari Raya yang disamakan dengan hari Minggu, ia diibaratkan dengan orang yang hidup tanpa jari tengah (cacat).

Jari Manis (manis) adalah Jari Belajar (Pendidikan).

Orang yang rajin belajar dan menempuh pendidikan disebut anak manis. Hanya jari manis yang diberi cincin. Biasanya kalau orang menikah diminta oleh imam untuk mengenakan cincin pada jari manis, bukan pada jari yang lain.

Karena itu dalam hidup ini, orang perlu belajar terus menerus (long life education). Orang yang tidak mau belajar lagi dapat diibaratkan dengan orang yang kehilangan jari manis.

Jari Kelingking (jentik) adalah Jari Kerja.

Doa bukan segala-galanya, demikian pun kerja bukan segala-galanya. Mengapa kerja disimbolkan dengan jari kelingking? Apakah kerja itu tidak penting? Penting. Semua kegiatan hidup manusia itu penting, termasuk kerja.

Meskipun kerja itu disimbolkan dengan jari kelingking namun ia memiliki fungsi yang besar. Dengan bekerja, orang dapat mengungkapkan dirinya. Tetapi orang yang tidak mau kerja, Santo Paulus bilang, dia tidak boleh makan!

Karena pentingnya hidup kerja dan doa, maka oleh orang Latin ketika ibu jari (doa) dan jari kelingking (kerja) digabungkan atau disatukan akan membentuk 'berdoa dan bekerja' atau dalam bahasa Latin "ORA ET LABORA", merupakan dua unsur yang penting dalam kehidupan manusia.

Kesimpulan

Betapa indahnya hidup ini bila setiap orang melakoni kehidupannya sesuai dengan teologi lima jari ini. Dalam teologi Katolik, dari kelima jari ini dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu:

Kelompok pertama disebut 'kelompok Keabadian' yang merupakan hasil dari Ibu Jari (Doa), Jari Telunjuk (Firman, Kitab Suci), dan Jari Tengah (Sakramen).

Kelompok kedua disebut 'kelompok Kefanaan' yang merupakan hasil dari Jari manis (Belajar/Pendidikan), dan Jari Kelingking (Kerja). 

Kedua kelompok ini sama-sama penting, asal dijalani dengan proporsi yang benar sesuai dengan ukuran jari jemari yang telah Tuhan anugerahkan kepada manusia. 

Mari kita jalani kehidupan ini berdasarkan teologi 5 jari ini dengan sebaik-baiknya.

Lakukanlah itu, maka kamu akan hidup, demikian firman Tuhan.

Semoga bermanfaat.

Atambua: 18.03.2024

Sumber:

https://www.gemapasionis.org/artikel/inspirasi/metode-doa-lima-jari-oleh-paus-fransiskus.html

https://www.zianet.com/maxey/reflx710.htm

Majalah BERKAT Edisi Tahun 2000

Yosef Marianus Hello, Menjadi Keluarga Beriman, Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta 2004

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun