TERIMAKASIH admin Kompasiana yang baik hati dan berkenan mengangkat topik pilihan yang menarik "Warung Berjasa Di Hidupku". Sebagai orang yang pernah sebagai mahasiswa, tinggal di kost dan jauh dari keluarga, warung makan selalu menjadi tempat mendapatkan bantuan bila kiriman dari rumah belum tiba.
Ya betul ini suatu kisah nyata. Semua yang pernah jadi mahasiswa pasti mengalami itu. Tidak kurang penulis yang pernah selama dua tahun tinggal di Kota Gudeg Yogyakarta, khususnya di jalan Kaliurang Km. 7 pernah merasakan betapa baiknya hati pemilik warung makan di sana.
Ini cerita duapuluh tahun silam. Tepatnya pada tahun 2003. Penulis berada di Yogyakarta  untuk studi lanjut di Program Magister Teologi Universitas Sanata Dharma.Â
Suatu kesempatan, penulis masuk hendak makan pada warung makan milik Bapak Edy dan Bu Yuli. Seperti biasanya, sebelum makan, kami masih basa-basi.
Lalu ketika mengambil makan, Bu Yuli melihat penulis yang saat itu mengambil nasi lalu sayur kangkung dan lauknya cuma tempe goreng.Â
Lantas Bu Yuli bertanya kepada penulis, "Mas Yoseph, kenapa makannya cuma tempe?"Â
Penulis langsung menjawab, "Harap makhlum bu, hari ini akhir bulan, belum ada kiriman bu!"
Kata bu Yuli, "Mas Yoseph, makan aja seperti biasa, nanti baru dibayar dong kalau sudah ada kiriman!"
Pokoknya tiap kali pasti begitu dialog pada menjelang akhir bulan.
Karena itu pada kesempatan ini, penulis sekalian mengucapkan "Terima kasih kepada pak Eddy dan Bu Yuli yang baik hati, pemilik warung makan masakan Padang di Jakal Km.7 tepatnya di pinggir Lapangan Kentungan".
Semoga kedua hamba-Nya itu masih sehat-sehat. "Berkat jasamu, penulis bisa menyelesaikan S2 Teologi pada waktunya. Dan saat ini boleh menuliskan kisah cinta bersamamu di media ini".
Terima kasih kepada Kompasiana yang memungkinkan kisah ini bisa kutuliskan di sini.
Dari pengalaman menarik selama dua tahun berada di kota Jogja dan selama itu pula penulis mengalami kebaikan hati pemilik warung makan yang hampir tak kuingat lagi berapa banyak warung makan yang pernah disinggahi.Â
Tapi tidak semua warung itu bisa disinggahi bila dompet mulai kosong. Sudah pasti hanya warung makan milik pak Eddy dan Bu Yuli yang menerima 'curhatan' karena belum ada kiriman yang masuk di rekening.Â
Jadi betapa besar jasa warung makan pak Eddy dan Bu Yuli bagi penulis secara pribadi dan keluarga. Merekalah penjasa yang berada di belakang layar kehidupan penulis dan mungkin mereka yang lain yang pernah singgah dan mengalami kebaikan hatinya.
Dari pengalaman ini, penulis menarik beberapa makna dan sekaligus memberikan pesan kepada adik-adik dan anak-anakku yang kini sedang dan akan merantau untuk mengais ilmu di mana saja, sebagai berikut:
Pertama, Bawalah Dirimu sebaik-baiknya di daerah/kota orang
Ini merupakan permata utama yang harus dimiliki bila berada di daerah atau kota orang. Membawa diri yang baik menjadi modal atau kekuatan utama seseorang. Ketika tiba di kost atau kontrakan, jangan lupa melaporkan diri atau memperkenalkan diri kepada kepala wilayah (RT) dan tetangga di sekitar kos atau tempat tinggal.Â
Jagalah ketenangan. Jangan ikut melakukan berbagai aktivitas yang mengganggu keamanan orang lain. Dengan itu anda akan diterima dan diakui sebagai warga di tempat itu. Kitab Suci mengatakan bahwa apabila anda diterima di situ, makanlah apa saja yang dihidangkan kepadamu.
Kedua, Jangan lupa bersosialisasi dengan warga di sekitar
Ketika berada di Yogyakarta selama dua tahun, penulis merasa sangat aman dan nyaman. Mungkin itulah situasi kota Jogja saat itu. Mudah-mudahan sampai saat ini pun demikian. Penulis banyak kali memilih berjalan kaki dari Malioboro menuju Jakal. Di sepanjang jalan dapat menyapa dan sekedar 'say hello' dengan bapak-bapak yang mendorong becak, ibu-ibu yang berada di pinggir jalan.
Hanya satu hal yang kurang pada penulis, yaitu tidak bisa berbahasa Jawa. Banyak kali para mbah dan mbok menyapa penulis dengan bahasa Jawa, namun penulis menjawab atau membalasnya dengan bahasa Indonesia.Â
Ketiga, Ikut Terlibat dalam kegiatan masyarakat
Penulis juga sering mengikuti kegiatan Jumat bersih di sekitar kost. Ikut menonton pertandingan bola kaki di lapangan Kentungan. Untuk itu penulis juga ikut menjaga pos kamling pada malam hari. Rasanya senang sekali berada di sana. Dan sebagai warga umat Katolik di sekitar Lapangan Kentungan, penulis ikut terlibat dalam semua kegiatan Gereja yang diadakan di lingkungan dan komunitas basis.
Keempat, Bergaul dengan pemilik warung
Nah, ini justru yang sangat membantu. Sebagai seorang perantau, jangan lupa mengenalkan diri dan mencari pemilik warung yang bisa bersahabat. Kalau ada waktu luang, duduklah dan bertukar pikiran dengan mereka. Kalau sudah saling kenal, maka kata orang "Semua hal bisa dilewati!" Namun janganlah ada pikiran kotor dibalik benakmu! Jangan sampai berusaha mengenal pemilik warung hanya untuk diberi makan gratis. Pikiran 'jahat' itu harus dipauskan!
Kelima, Kalau ada Bon, Jangan lupa dilunasiÂ
Ini pesan yang harus dipatuhi oleh setiap orang yang pernah memiliki kasbon pada warung makan. Ingat, pemilik warung telah berjasa membantu memberi makan sehingga tidak kelaparan, maka jangan lupa melunasinya pada waktunya.
Keenam, Ucapkan Terim kasih bila sudah selesai
Mereka itu telah berjasa untuk kita, maka baiklah sebelum kembali ke daerah asalmu, sempatkanlah dirimu untuk menyapa mereka dan mengucapkan terima kasih.
Terima kasih kepada Pak Eddy dan Bu Yuli dan semua saja pemilik warung di kota Gudeg Yogyakarta, khususnya di Jalan Kaliurang, Km. 7 yang pernah penulis singgahi dan telah menyuguhkan nasi, sayur dan lauk yang enak sehingga bisa menyelsaikan studi pada waktunya  di bulan September 2005.
Semoga syering ini bermanfaat bagi para Kompasianer dan pembaca sekalian. Tuhan memberkatimu selalu.
Atambua: 25.09.2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H