Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Gentrifikasi: Kembali ke Desa untuk Membangun Dari Desa

25 September 2023   10:47 Diperbarui: 25 September 2023   11:13 434
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi taman kota Atambua (sumber: fortuna press)

GENTRIFIKASI, sebuah istilah baru dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Istilah gentrifikasi diartikan sebagai proses  masuknya penduduk atau kegiatan perkotaan yang mengakibatkan perubahan keadaan ekonomi, sosial, maupun budaya yang terjadi pada permukiman di daerah tersebut. Dengan kata lain, gentrifikasi adalah suatu gerakan kembali ke desa untuk membangun dari desa.

Migrasi orang-orang yang selama ini tinggal di kota, namun karena satu dan lain alasan yang kuat dan mendasar, mereka kembali ke desa dan menetap di sana. Mereka itu umumnya berasal dari desa itu sendiri maupun pendatang baru. Misalnya karena pensiun dari tugas negara sebagai ASN atau TNI/POLRI, atau karena mendapat penugasan ke desa. Tetapi juga bisa karena mengalami bangkrut atau pemutusan hubungan kerja di kota, maka terpaksa memilih untuk kembali hidup di desa.

Gentrifikasi bisa positif, tetapi bisa juga negatif. 

Secara umum, gentrifikasi membawa dampak yang positif di desa karena membawa perubahan pada kemajuan di desa. Di sana karakter pembangunan desa yang lambat dapat dipercepat oleh kehadiran orang-orang yang lebih mapan secara ekonomi dan financial sehingga dapat mempengaruhi kehidupan dan pembangunan di desa.

Namun tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran orang-orang kota di desa juga dapat membawa dampak negatif, terutama jika kehadiran mereka itu merusak tatanan ekonomi, sosial, budaya yang sudah ada, bahkan yang lebih parah lagi adalah menyebabkan penduduk di desa seolah-olah terusir dari tempatnya sendiri karena kehadiran mereka di sana.

Ilustrasi Drs.Anton Amaunut (sumber: wikipedia commons)
Ilustrasi Drs.Anton Amaunut (sumber: wikipedia commons)

Gerakan Membangun Dari Desa

Membaca istilah 'gentrifikasi' ini, penulis teringat akan suatu program pemerintah daerah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) di era tahun 1990-2000 di bawah kepemimpinan Bupati Drs. Anton Amaunut.  Program pemerintah kabupaten itu bertajuk "Gerakan Cinta Hari Esok" atau GCHE. 

Gerakan Cinta Hari Esok yang dicanangkan Bupati Timor Tengah Utara (TTU) periode 1990-2000, Drs. Anton Amaunut itu semata-mata bertujuan untuk membangun dari desa. Sebab filosofi yang dibangun adalah desa merupakan pusat kehidupan masyarakat tradisional, karena itu pembangunan harus dimulai dari desa untuk memperkuat ketahanan desa dalam berbagai aspek kehidupannya.

Sebagai anak desa, Drs. Anton Amaunut, Bupati TTU 1990-2000, mencanangkan program pembangunan dari desa, bukan hanya untuk pembangunan fisik seperti pembangunan jalan, perumahan dan pertanian mulai dari desa, tetapi juga mempersiapkan orang-orang desa menghadapi kemajuan zaman. 

Baca juga: Kabi

Yang termasuk dalam kategori kemajuan zaman adalah kembalinya orang-orang kota ke desa berupa gentrifikasi yang bisa saja membawa dampak negatif karena pengaruh kebiasaan hidup di kota yang glamour dan dapat merusak tatanan budaya di desa.

Salah satu shock culture yang terjadi bahwa selama ini masyarakat desa sudah terbiasa dengan kehidupan yang tradisional, mereka kerja pada siang hari dan pada malam hari mereka tidur lebih awal. 

Namun dengan kehadiran pendatang baru dari kota membawa cara hidup di kota seperti bagadang pada malam hari, musik ala discotik, dan lain-lain sehingga mengganggu ketenangan dan pola hidup orang di desa.

Ilustrasi Desa Naiola-TTU (sumber: sekolah kita)
Ilustrasi Desa Naiola-TTU (sumber: sekolah kita)

Fenomena Gentrifikasi di Kabupaten TTU dan Belu

Karena penulis tinggal di Atambua maka penulis mencoba menemukan sedikitnya fenomena gentrifikasi yang mulai nampak di kedua kabupaten yang berdekatan yaitu Kabupaten Belu dan Timor Tengah Utara (TTU).

Dahulu Atambua ibukota kabupaten Belu sebuah kota kecil saja, tidak lebih dari darius 3 kilometer persegi. Seiring kemajuan zaman, kota makin bertambah besar. Para Pegawai Negeri Sipil (PNS) di kota kabupaten bertambah banyak. Maka mereka terus merambah membeli tanah di sekitar pinggiran kota seperti Kelurahan Fatukbot sehingga saat ini penduduk asli setempat mulai  berpindah makin ke belakang. Mereka (penduduk asli) terpaksa harus membuka lahan untuk tempat tinggal mereka di pinggir hutan.

Demikian pun Kefamenanu, ibukota Kabupaten TTU, sebuah kota kecil yang disebut "Kuan Kefa" tidak lebih dari darius 3 km2. Kini dengan kemajuan dan bertambahnya penduduk akibat gentrifikasi dan kehadiran Universitas Timor di Desa Naiola, km. 9 mengakibatkan wilayah itu menjadi 'kota kecil' sehingga penduduk asli semakin tersisihkan dan berpindah lebih jauh ke luar dari wilayah mereka sendiri.

Bagaimana seharusnya terjadi dengan gentrifikasi ini?

Gentrifikasi seharusnya mengakibatkan kemajuan bagi masyarakat desa karena banyak orang kaya dan orang pintar yang berasal dari kota kembali ke desa. Karena itu segala yang baik yang mereka alami di kota hendaknya ditularkan kepada masyarakat desa sehingga mengakibatkan kemajuan di desa.

Sebaliknya masyarakat desa hendaknya terbuka terhadap pengaruh yang baik yang dibawa oleh mantan orang-orang kota itu sehingga membawa pengaruh positif dalam kehidupan masyarakat desa. Dengan demikian orang di desa pun dapat menikmati pengaruh positif dari kehidupan orang-orang kota.

Orang-orang kota yang kembali ke desa dapat membangun desanya agar lebih maju dan sejahtera seperti yang pernah mereka alami di kota. Dengan itu desa tidak terlalu menjadi orang pinggiran, dan sebaliknya orang kota juga tidak merasa terasing di desanya sendiri.

Mutualisme kehidupan kota dan desa itu dapat menyebabkan kehidupa yang lebih baik bagi masyarakat desa sebagaimana gerakan cinta hari esok yang lebih baik seperti yang dicanangkan pemerintah Kabupaten TTU periode 1990-2000 dapat dinikmati sekarang ini sebagai berkat bagi kehidupan masyarakat.

Salam sejahtera bagimu semua.

Atambua: 25.09.2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun