Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Razia Cukur Rambut Masihkah Bernilai Mendidik?

8 September 2023   21:48 Diperbarui: 8 September 2023   22:04 1956
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi razia rambut siswa (sumber kumparan)

Persoalan razia cukur rambut siswa di sekolah bukanlah hal baru. Praktek ini sudah dilakukan oleh para guru sejak generasi sebelum penulis jadi guru. Bahkan penulis sendiri pernah menjadi korban razia tersebut di sekolah, gara-gara sudah diperingatkan agar rambut dipotong pendek dan rapi, tapi sampai saat razia, rambutku belum dipotong pendek. 

Ya akhirnya harus menerima kenyataan. Guru hanya mencukur sedikit dan selanjutnya nanti akan diselesaikan di rumah.

Tapi itu tahun 1970-an, tentu beda dengan sekarang ini. Pada zaman itu untuk gunting rambut, kita harus mencari orang yang pandai menggunting rambut. Apalagi kami yang tinggal di daerah pelosok, mencari gunting saja agak susah. Tapi itu tadi, guru sebelum melakukan razia, sudah mengumumkan terlebih dahulu sampai batas waktu tertentu.

Namun, seperti yang dilansir dalam Liputan6.com, razia rambut masih diberlakukan di berbagai sekolah dengan tujuan untuk mendisiplinkan siswanya yang tidak menuruti aturan. Untuk itu biasanya guru sudah menyiapkan gunting untuk memotong rambut mereka.

Penulis tidak habis pikir, keadaan sudah maju begini kok masih ada saja razia cukur rambut seperti yang terjadi di beberapa sekolah, hingga memancing munculnya topik pilihan Kompasiana "Apa yang diharapkan Sekolah dari razia cukur rambut?" dengan konten "CUKUR RAMBUT SISWA BUAT APA?"

Latar belakangnya jelas. Kasus razia cukur rambut siswa seperti yang terjadi di SMPN 1 Sukodadi, Lamongan, Jawa Timur oleh  ibu guru bernama Endang terhadap 19 siswi yang katanya tidak  memakai ciptut jilbab.

Kasus lain lagi terjadi di SMPN 1  Maniis, Purwakarta yang terjadi belum lama ini, Senin, 4/9/2023 sebagaimana dilansir dalam tribunnews.com di mana 90 orang siswa dicukur rambutnya secara asal-asalan oleh Babinsa pada saat upacara bendera.

Dari kedua kasus yang terjadi yang menyulut berbagai tanggapan beraneka ragam bukan saja dari orang tua siswa, tetapi juga dari masyarakat umum.

Sebenarnya razia rambut boleh-boleh saja, tetapi tentu harus memperhatikan banyak hal yang menjadi pertimbangan sebab anak-anak atau siswa-siswi SMP atau SMA bukanlah anak kecil lagi. Mereka sudah remaja, dan tentu saja akan berakibat pada banyak hal.

Ilustrasi cara baru razia rambut (sumber:Liputan6.com)
Ilustrasi cara baru razia rambut (sumber:Liputan6.com)

Untuk itu dalam tulisan ini, penulis hendak mengemukakan beberapa pertimbangan atas praktek razia rambut yang terjadi belakangan ini sebagai berikut:

1.  Razia harus didahului dengan pengumuman dan peringatan

     Sanksi atau hukuman yang akan diberikan kepada seseorang hendaknya didahului dengan peringatan terlebih dahulu. Dan apabila peringatan itu tidak ditanggapi dengan serius atau tidak diperhatikan, maka hukuman bisa diberikan. 

Seperti yang tadi penulis kemukakan, pada zamannya penulis masih SD, saat itu masih sering terjadi razia rambut karena memang pada zaman itu sarana untuk menyisir dan menggunting rambut masih agak sulit didapat. 

Datang ke sekolah dengan rambut tidak disisir, tidak diberi minyak rambut, dan tidak dicuci dengan shampo, maka razia memang wajar untuk dilakukan pada zaman itu. 

Di sekolah kami, setiap dua atau tiga bulan, ada pengumuman dan peringatan untuk menggunting/memotong rambut dengan ketentuan: rambut tidak boleh menutup daun telinga; tidak boleh terlalu panjang, harus disisir rapih. 

Guru mengumumkan kapan akan dilakukan razia. Dengan demikian, siswa sudah memotong rambut dan disisir rapih pada hari itu, sehingga bila ada yang kena razia berarti  itu merupakan siswa yang keras kepala atau suka melawan. Maka pantas mendapatkan razia.

2.  Razia rambut siswa harus bernilai mendidik

Guru hanya mengunting sedikit atau sebagian saja, selanjutnya akan diteruskan di rumah. Dalam hal ini razia juga harus bersifat mendidik, artinya guru harus menggunting dengan baik supaya dapat diteruskan oleh tukang gunting yang lain di rumah. Guru tidak boleh melakukan razia rambut dengan alasan jengkel, cemburu atau iri hati dengan siswa/siswi. Kalau hal itu dilakukan dengan karena iri hati, maka razia sudah pasti tidak mendidik.

Yang biasa menyebabkan orang tua protes dengan keras adalah guru mengunting secara sembarangan sehingga merusak potongan rambut siswa. Akibatnya orang tua tidak menrima perlakuan guru tersebut.

3.  Kini keadaan sudah maju, maka cara razia pun mesti berbeda atau lebih maju.

Cara razia rambut yang biasa menjadi momok bagi para siswa terutama laki-laki adalah rambutnya dipotong secara asal-asalan. Tetapi keadaan kini sudah lain. Di mana-mana ada barber atau tukang cukur profesional. 

Apa salahnya bila razia rambut dilakukan melalui kerja sama dengan para penata rambut profesional atau tukang barber, seperti yang dilakukan oleh beberapa SMA di Jakarta pada 24-25/1/2023 dengan kegiatan bertajuk: #RaziaGanteng.

Melalui kegiatan razia seperti ini, para siswa dan orang tua atau wali akan menerimanya sebagai hal yang mendidik karena memberikan manfaat bagi mereka. Dengan demikian, siswa yang tadinya berambut panjang dan acak-acakan menjadi rapi, karena ditangani oleh tukang cukur profesional, bukan oleh guru yang asal-asalan cukur.

4. Mempertimbangkan perasaan dan harga diri siswa-siswi yang dirazia

Menjadi guru pada zaman ini tentu berbeda dari era tahun 1970-an. Tantangan guru zaman sekarang jauh berbeda dari zaman dulu. Maka guru perlu membangun banyak strategi dalam pembinaan disiplin siswa, terutama yang berhubungan dengan rambut. Rambut adalah mahkota bagi seseorang, karena itu tidak boleh dicukur secara asal-asalan. Apalagi yang dicukur rambutnya adalah seorang siswi perempuan yang sudah berusia remaja.

Jangan sampai perlakuan itu membuatnya rasa malu karena diperlakukan di depan teman-temannya, apalagi di depan cowok atau pacarnya sendiri. Hal ini tentu akan menyebabkan siswa merasa stres dan harga dirinya direndahkan. Karena itu apapun bentuk hukuman yang diberikan kepada siswa hendaknya mempertimbangkan perasaan dan harga dirinya sebagai remaja dan manusia yang bermartabat.

5.  Membangun komunikasi yang baik dengan orang tua/wali siswa sebelum melakukan razia

Pada era kemajuan media komunikasi seperti sekarang ini sebenarnya tidak ada hal yang tidak bisa dikomunikasikan. Semuanya serba mudah. Apa yang mudah tidak perlu dipersulit. Kalau ada siswa berambut panjang dan tak beraturan, sebenarnya bisa dikomunikasikan dengan orang tua/wali sehingga orang tua tidak merasa kaget ketika razia itu dilakukan. 

Dengan membangun komunikasi yang baik, kita menghindari kasus yang terjadi di Gorontalo (berita detikSulsel,20/1/2023) di mana "Kasus Ortu Siswa Cukur Paksa Rambut Guru SD di Gorontalo Berakhir Damai" karena tak terima anaknya dihukum dengan menggunting rambutnya. Apalagi ada hukum yang berbunyi "Mencukur Rambut Siswa Bisa Dipidana 5 Tahun Penjara atau Denda 100 Juta" (JurnalAceh.com, 12/12/2022). Jangan sampai guru yang bermaksud baik untuk mendidik siswa disiplin dan menjaga kebersihan dan kerapihan, akhirnya harus berhadapan dengan hukum pidana.

Atambua, 08.09.2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun