Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Dosen - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kebijakan Baru Tidak Wajib Skripsi dan Kualitas Kesarjanaan Kita

2 September 2023   13:06 Diperbarui: 2 September 2023   14:20 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bimbingan skripsi (Majalah Kagama Online)

Mengapa menjadi saat Tabor? Karena segala sengsara dan kesulitan serta perjuangannya telah mencapai titik puncak yaitu ujian skripsi dan lulus. Maka sering mahasiswa menerima peristiwa kelulusan itu dengan tangisan dan air mata sukacita.

Akan tetapi dengan keluarnya kebijakan baru, sarjana tanpa skripsi, itulah yang menjadi pertanyaan di kalangan para akademisi. Memang, kata Pak Menteri Nadien sebagaimana dirilis cnnindonesia.com bahwa  skripsi diganti dengan tugas akhir. Tugas akhir bagi mahasiswa dengan program sarjana dapat berbentuk prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya.

 Yang sekarang jadi pertanyaan adalah mengapa pemerintah mengeluarkan kebijakan baru ini? Meskipun Pak Menteri tidak mengemukakan alasan mengapa keluarya kebijakan skripsi tidak wajib, namun tentu ada alasan-alasan yang patut didalami tanpa mengesampingkan pentingnya skripsi sebagaimana telah disinggung di atas.

Ilustrasi wisuda skripsi (Sember: upy.ac.id)
Ilustrasi wisuda skripsi (Sember: upy.ac.id)

Menulis skripsi gampang-gampang sulit.

Penulis pernah mendengar cerita bahwa salah seorang anggota keluarga akhirnya drop out gara-gara menulis skripsi. Ketika ditanya apa sebabnya, ternyata karena obyek penelitiannya sangat bertentangan dengan ilmu yang ditekuni sehingga menyebabkan kesulitan berdiskusi dengan dosen pembimbing, yang pada akhirnya si mahasiswa menuduh dosen pembimbingnya yang keras atau bahkan dikatakan 'killer'. Pada hal kesalahannya terletak pada mahasiswa sendiri.

Lain lagi dengan seorang teman yang mengeluh karena biaya penelitian dan penulisan skripsinya mahal sehingga ia terpaksa menunda-nunda jadwal penulisannya.  Orang tuanya menyatakan mampu untuk membiayai penelitian dan penulisan skripsinya.

Namun ternyata setelah ditelusuri, itu hanyalah alasan belaka, yang benar adalah ia harus membayar joki skripsi yang mahal. 

Memang betul bahwa seorang mahasiswa yang tekun belajar pasti akan menuntaskan studinya tepat waktu, termasuk menyelesaikan penulisan skripsi. Maka bagi mahasiswa seperti ini skripsi bukanlah suatu beban, tetapi implikasi dalam dirinya.

Akan tetapi harus diakui bahwa ketika tiba pada semester penulisan skripsi, seorang mahasiswa membutuhkan uang yang lebih banyak karena harus membeli atau foto copy buku teks kepustakaan, transportasi dan lain-lain.  Ya dalam konteks sekarang mungkin berbeda, tapi itulah pengalaman pada masa lampau.

Sekarang kebijakan yang baru itu sudah ada dan mau tidak mau harus diterapkan. Sebuah pertanyaan muncul lagi, bagaimana menilai kelulusan dan kompetensi seorang mahasiswa yang telah menyelesaikan studinya itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun