Nama yang berubah-ubah ini bisa dimaklumi karena penduduk di sekitar pelabuhan itu umumnya para pendatang, sehingga setiap pendatang baru membawa nama atau sebutan baru untuk tempat tersebut.
Umumnya sebutan atau pemberian nama di Timor selalu dikaitkan dengan 'pohon' besar yang ada di sekitar lokasi, misalnya pohon asam (sukaer) akan menjadi "Uma Sukaer", atau 'orang khusus terbanyak di sekitar lokasi misalnya orang China (malae) akan menjadi "uma malae", dan lain-lain.
Rupanya nama terakhir yaitu Namon Malai kemudian lebih menjadi pilihan dan sebutan terakhir hingga pada tahun 1879 juga dipakai oleh para misionaris Belanda yang tiba dan menetap di kota pelabuhan ini.
Kota pelabuhan itu kemudian ditetapkan sebagai 'Kota Atapupu' berdasarkan kabar berita yang disampaikan oleh seorang misionaris Belanda bernama Pastor J. Kraaiijvanger SJ kepada Gubernur Jendral Hindia Belanda di Batavia yang isinya memohon untuk mendirikan sebuah Stasi Gereja Katolik yang tetap di Atapupu.
Atas permohonan itu, Gubernur Hindia Belanda menerbitkan surat izin pendirian stasi pertama di pulau Timor dengan nama Stasi Atapupu pada tanggal 1 Agustus 1883.
Atapupu Kini
Atapupu bak gadis manis yang sedang dan terus merias diri menjadi Kota Pelabuhan yang semakin ramai dan maju.
Kini posisi pelabuhan Atapupu kian strategis seiring perkembangan dengan adanya negara Republik Demokratik Timor Leste.
Atapupu termasuk pelabuhannya kini semakin berkembang. Atapupu mulai tampil sebagai Kota Pelabuhan karena hampir setiap hari ada kapal yang singgah di Atapupu, baik menurunkan penumpang maupun bongkar muatan.
Kini Atapupu telah merayakan 140 tahun berdirinya Paroki Stelamaris Atapupu berdasarkan perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda (1883).