Konsep manusia sebagai Homo Faber dan Homo Laboris
Pandangan manusia mengenai kerja tangan sudah lama muncul sejak manusia mengenal apa itu peradaban. Sebab dengan bekerja, manusia memperkenalkan dirinya sebagai makhluk yang beradab. Dalam hal ini sebagai Homo Faber atau makhluk pekerja, terutama di dalam dunia pertanian atau pengolahan tanah.
Dengan konsep itu hendak dikatakan bahwa hal yang utama di dalam kehidupan manusia adalah kerja. Selain konsep homo faber, juga adanya homo laboris.
Kedua konsep ini menegaskan bahwa kerja adalah hal yang pokok dalam kehidupan manusia. Tanpa kerja, manusia akan kehilangan makna hidupnya.
Konsep homo laboris ini kemudian dilengkapi oleh adanya tradisi hidup monastik yang dipraktekkan oleh para biarawan dan biarawati di Timur Tengah dan Eropa Barat. Â
Di dalam tradisi hidup monastik itu, para anggotanya bukan hanya menggeluti pekerjaan mereka sehari-hari, tetapi mereka juga melakukan olah rohani, melalui doa setiap hari untuk mendahului segala aktivitas mereka.
Lantas, kemudian lahirlah konsep baru di mana manusia bukan hanya sebagai homo faber atau homo laboris melainkan juga "homo religious atau makhluk pendoa."Â
Sebagai homo religious, manusia tidak hanya bekerja, tetapi juga dikenal sebagai makhluk yang senantiasa mendekatkan diri dengan penciptanya dalam aktivitas "doa".
Kebiasaan hidup doa dan kerja itulah yang dilakoni dalam kehidupan biara-biara kala itu sehingga kemudian dikenal adanya konsep atau tradisi hidup "Ora et Labora" yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi "berdoa dan bekerja".
Ungkapan berdoa dan bekerja ini selanjutnya menjadi ungkapan khas yang digunakan umat Kristen sebagai motto saat bekerja agar senantiasa diberkati oleh Tuhan.
Asal Muasal Tradisi Ora et Labora
Untuk menelisik lebih jauh tentang tradisi ini, kita bertanya siapakah yang memulai konsep "Ora et Labora" ini?
Menurut Wikipedia.com, ungkapan atau konsep "Ora et Labora" pertama kali diciptakan oleh seorang tokoh spiritualis besar yang hidup pada abad ke-4 bernama Benediktus (Santo Benediktus).
Ia lahir di suatu kota bernama Nursia pada tahun 480. Menurut catatan riwayat hidupnya, Benediktus pernah belajar ilmu Retorika di Roma.Â
Pada saat berumur 14 tahun, dia memutuskan untuk menjadi seorang pertapa yang dalam Gereja Katolik disebut Abas yaitu orang yang hidup sendirian dan mengabdikan diri semata-mata kepada Tuhan.
Menurut Yohanes  Nugroho sebagaimana dikutip dalam Ruah edisi spesial 2023, salah satu keutamaan yang paling menonjol dari Abas Benediktus adalah kegigihannya untuk mengabdikan diri kepada Allah melalui hidup doa yang mendalam.Â
Karena itulah yang mendorongnya untuk mendirikan biara di Monte Casino yang kemudian dikenal dengan nama Ordo Santo Benediktin atau para pengikut Santo Benediktus.Â
Ordo inilah menjadi cikal bakal hidup membiara dalam Gereja Katolik Roma sampai saat ini.
Bagi Benediktus, kata 'labora' digunakan untuk mengungkapkan 'kerja tangan' atau 'opus manual'. Â Dalam 'opus manual', kerja mendapatkan arti atau makna baru yang berarti berdoa, meditasi, membaca dan bekerja.Â
Dengan kata lain, tidak ada lagi pemisahan antara bekerja di satu pihak dengan berdoa di pihak lain, sehingga keduanya seharusnya dilakukan bersamaan.
Pastor Vincentius Wun SVD, dalam renungan harian yang ditulisnya setiap hari melukiskan kehidupan dan teladan Santo Benediktus. Beliau mengutip perkataan Santo Benediktus yang menulis, "Ketika anda memulai suatu pekerjaan yang baik hendaknya pertama dan utama tekanan pada permohonan kepada Tuhan melalui doa, agar usaha itu mencapai kesempurnaan, bahwa Ia yang telah menghargai kita dengan mengangkat kita menjadi anak-Nya, maka janganlah pernah susahkan Dia oleh perbuatan jahat kita."
Lantas, mengapa kerja dihubungkan dengan doa? Atau lebih jelasnya apa hubungan antara berdoa dan bekerja dalam hidup kita?
Menurut pemahaman kristiani, apa yang diucapkan dalam doa harus tercermin dalam sikap hidup saat bekerja. Begitu pula sebaliknya, ketika seseorang bekerja atau melakukan pekerjaannya, ia melakukan apa yang didoakannya.Â
Dalam tradisi Gereja Katolik Roma, pesta Santo Benediktus dirayakan pada setiap tanggal 11 Juli.
Pelajaran dan Hikmah dari tradisi "Ora et Labora".
Pertama, Sebagai umat beragama (apa saja), semua orang mempunyai keyakinan berdasarkan hati nuraninya untuk selalu melakukan dua aktivitas ini yaitu Doa (ibadah) dan Kerja.
Kedua, Di dalam kedua aktivitas utama ini, masih terdapat aktivitas-aktivitas lain yang ikut membingkai kehidupan manusia. Aktivitas lain itu seperti belajar, membaca, dan berelasi dengan sesama tidak dapat dilepaspisahkan dari kedua aktivitas pokok ini.Â
Ketiga, Tradisi "Ora et Labora" yang lahir dari rahim Gereja Katolik itu kini telah menjadi bagian dari seluruh peradaban umat manusia, hendak menggarami seluruh dunia.Â
Keempat, Dengan dan melalui tradisi berdoa dan bekerja hendak mengilhami  semua pejabat pemerintah dan publik Indonesia agar sebelum bertindak selalu didahului dengan doa, sehingga tidak menjerumuskan diri dalam praktek korupsi, radikalisme dan praktek kejahatan lainnya.
Kelima, Seandainya semua aparat pemerintah, baik sipil maupun militer mempraktekkan tradisi hidup doa dan kerja atau "ora et labora' dengan baik dalam praksis kehidupan berbangsa dan bernegara, niscaya Indonesia akan maju dan sejahtera sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
Demikian sedikit ulasan untuk memaknai pesta Santo Benediktus yang telah mencetuskan tradisi "Ora et Labora" yang kini menjadi semboyan hidup bagi semua orang.
Semoga bermanfaat.
Atambua, 11.07.2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI