Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Dosen - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Melatih Anak Gotong Royong Sebagai Pengamalan Nilai-Nilai Pancasila

3 Juni 2023   19:14 Diperbarui: 3 Juni 2023   19:16 477
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kerja bakti di sekolah melatih anak-anak gotong royong (Kompas.com/foto: Reni Susanti)

SETIAP tanggal 1 Juni sebagai bangsa yang mengenal dan mencintai sejarah merayakannya sebagai Hari Lahirnya Pancasila. Itupun masih ada saja yang salah menyebutkan. Ada yang menyebut tanggal 1 Juni sebagai hari kesaktian Pancasila. Pada semua orang tahu, hari kesaktian Pancasila jatuh pada tanggal 1 Oktober.

Dalam tulisan ini, penulis tidak bermaksud untuk meluruskan pemahaman yang bengkok mengenai tanggal 1 Juni sebagai harlah Pancasila; dan tanggal 1 Oktober sebagai hari kesaktian Pancasila. Namun penulis mau secara khusus menyoroti apa yang diangkat oleh Kompasiana sebagai topik pilihan, yaitu bagaimana upaya kita saat ini untuk mengajarkan anak-anak mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Dengan kata lain, mengajarkan anak untuk berkarakter Pancasilais.

Kembali Menengok Sejarah Pancasila

Menarik bahwa bapak pendiri bangsa atau founding father kita Ir. Soekarno pernah mengingatkan kita untuk tidak sekali-kali pun melupakan sejarah atau yang lebih terkenal dengan sebutan JASMERAH (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah).

Pancasila itu sendiri selain sebagai Dasar Negara dan pandangan hidup bangsa dan negara, Pancasila juga telah menjadi bagian dari sejarah kehidupan bangsa Indonesia.

Bagaimana kita memandang Pancasila sebagai bagian dari sejarah bangsa Indonesia. Bahwa proses terjadinya rumusan Pancasila sebagaimana kita kenal sekarang ini adalah bagian dari sejarah. Kalau kita membolakbalik sejarah perjuangan bangsa Indonesia, di sana kita dengan hati dan mata kagum menyaksikan betapa besar perjuangan dan pengorbanan para pahlawan bangsa untuk menggali dan merumuskan Pancasila itu.

Ir. Soekarno sebagai tokoh pencetus lahirnya istilah Pancasila sendiri sudah lama berjuang menemukan berbagai hal seputar dasar negara yang hendak didirikannya itu.

Permenungannya di Kota Ende, Nusa Tenggara Timur, bahkan di bawah pohon sukun yang hingga kini diabadikan sebagai "Pohon Pancasila" itu setiap tahun dijadikan tempat bersejarah yang mengundang para menteri bahkan Presiden Joko Widodo untuk memimpin upacara Harla Pancasila di Kota Ende. Itu semua adalah pelajaran berharga atau sejarah yang harus bukan hanya dikenang, tetapi menjadi bagian dari kehidupan. Sebab bangsa yang tidak menghargai sejarah adalah bangsa yang tahu diri. Atau seperti dikatakan Martin Luther King, Jr : "Kita bukan pembuat sejarah, tetapi kita dibuat oleh sejarah".

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4 juga kini telah menjadi bagian dari sejarah. Karena itu butir-butir Pancasila yang pernah dirumuskan sebagai nilai-nilai luhur bangsa Indonesia, kini lambat laun mulai -kalau tidak mau dikatakan-dilupakan, sulit ditemukan di dalam praktek hidup berbangsa dan bernegara dewasa ini.

Untuk itu dalam topik pilihan Kompasiana ini, penulis hendak mengangkat salah satu kearifan lokal bangsa Indonesia yaitu Gotong Royong yang semakin lama semakin ditinggalkan bukan hanya oleh orang kota, tetapi juga orang-orang di kampung sekali pun. Individualisme telah merajalelah dengan adanya berbagai kemajuan ilmu dan teknologi, termasuk digitalisasi.

Gotong royong manfaat dan contohnya bagi masyarakat (Gramedia.com)
Gotong royong manfaat dan contohnya bagi masyarakat (Gramedia.com)

Gotong Royong: Kearifan Lokal dan Pengamalan Pancasila

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia dalam laman resminya menguraikan 36 butir-butir Pancasila yang disebutnya sebagai Eka Prasetya Pancakarsa, nilai-nilai luhur bangsa. Butir pertama pengamalan sila kelima itu berbunyi: "Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan".

Gotong royong merupakan salah satu ciri khas bangsa Indonesia yang telah menjadi kepribadian bangsa kita. Sejak dulu gotong royong itu sendiri menjadi budaya dan kearifan lokal yang berakar kuat dalam masyarakat.  

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gotong royong artinya bekerja bersama-sama atau tolong menolong dan bantu membantu. Selain itu gotong royong adalah wujud atau bentuk kerja sama atau tolong menolong tanpa pamrih. Tujuan dari gotong royong itu sendiri adalah untuk mencapai kepentingan bersama dan untuk meningkatkan rasa solidaritas antarsesama. 

Anak-anak sebagai generasi muda dan pemilik masa depan bangsa, perlu dilatih untuk menghormati dan mengamalkan kearifan lokal bangsa itu. 

Bukan hal baru lagi bahwa saat ini nilai gotong royong makin redup. Karena itu kepada anak-anak sejak dini perlu dilatih  untuk mengembangkan sikap kerja sama dan gotong royong.

Bagaimana melatih anak-anak mengembangkan sikap gotong royong itu?

Anak-anak kita perlu dilatih untuk melakukan kegiatan bersama-sama, mulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana, yang ringan dan yang mungkin dianggap sepele dan tak berarti. 

Misalnya: di rumah anak-anak perempuan dilatih untuk membantu ibu membersihkan rumah, mencuci piring dan menyapu halaman. Sedangkan anak laki-laki dilatih untuk membantu ayah membersihkan halaman, mengangkut sampah atau membersihkan kandang ternak.

Di sekolah, anak-anak dilatih melakukan kerja bakti bersama-sama dan dalam kebersamaan membersihkan halaman sekolah, menyapu ruangan, dan menyiram bunga. Sesekali anak-anak juga dilatih untuk mengangkat atau memindahkan meja secara bergotong royong.

Yang menjadi pembelajaran bagi anak-anak adalah bahwa setelah mereka melakukan suatu aktivitas bersama-sama, orang tua atau guru perlu menjelaskan kepada mereka apa makna dari kerja sama atau gotong royong itu, baik sebaik butir pengamalan Pancasila maupun sebagai arifan lokal bangsa.

Dengan itu anak-anak akan memahami bahwa dengan melakukan kerja sama atau gotong royong, kita mengamalkan nilai-nilai luhur dari Pancasila khususnya butir pertama dari sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 

Semoga uraian sederhana ini dapat membawa manfaat bagi para Kompasianer, khususnya yang telah singgah di lamanku ini. Terima kasih. Tuhan memberkati Anda. ***

Atambua: 03.06.2023

Referensi:

Kamus Besar Bahasa Indonesia

https://www.kemhan.go.id/renhan/2014/11/20/45-butir-pedoman-penghayatan-dan-pengamalan-pancasila.html

https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230526135043-569-954360/butir-butir-pancasila-dan-pengamalannya-dalam-kehidupan-sehari-hari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun