Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Dosen - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Bali, Turis, dan Budaya Kita

29 Mei 2023   11:06 Diperbarui: 2 Juni 2023   09:01 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wisatawan mengendarai motor di Bali. (Dok. Shutterstock/Artem Beliaikin via kompas.com)

MENARIK bahwa Kompasiana akhirnya menampilkan sebuah Topik Pilihan mengenai Turis Bali yang meresahkan. 

Hal ini tentu tidak biasa, sebab selama ini yang selalu diberitakan adalah mengenai banyaknya Wisman yang membanjiri Bali dan mendatangkan rupiah bagi pariwisata kita. 

Ada tiga isu yang ingin penulis angkat di sini yakni pertama tentang Bali sebagai pulau yang menarik bagi wisman; kedua tentang wisman dan perilaku mereka; dan ketiga, bagaimana budaya bangsa Indonesia berhadapan dengan budaya para wisman.

Bali Pulau yang menarik bagi para wisman

Pulau Bali memang menarik. Dari gambarnya saja di peta, sudah membangkitkan gairah untuk mengunjungi Bali.  Ketika masih di Sekolah Dasar dulu, kita sudah mengenal Pulau Bali yang terkenal dengan sistem pengairan sawahnya yang bernama SUBAK. Masih ingatkan?

Pada tahun 1994 untuk pertama kalinya penulis mengunjungi Pulau Bali yang disebut juga Pulau Dewata itu. Betapa penulis terkagum-kagum dengan suatu pemandangan yang sangat menarik. 

Ketika pesawat hampir mendarat, dari jendela pesawat kita menyaksikan  terasering sawah yang unik, pegunungan berapi yang hijau dan air melimpah. 

Ilustrasi Wisman bikin onar di Bali (lifestyle.liputan6.com)
Ilustrasi Wisman bikin onar di Bali (lifestyle.liputan6.com)

Hal ini semakin meyakinkan penulis tentang peranan SUBAK dalam menata pengairan di Pulau Bali yang begitu terkenal itu.

Pulau Bali juga sering disebut juga Pulau Seribu Pura. Betul sekali. Di mana-mana kita temui bangunan Pura dengan aneka bentuk khas Bali. Pura menjadi ikon wisata religi di Bali. 

Jadi, yang paling menarik Pura Uluwatu yang berdiri dengan megah di atas tebing yang curam. Hal ini tentu menambah kekaguman pada Bali.

NAMUN yang paling menarik lagi ketika penulis datang lagi ke Bali pada tahun 2018. Kali ini penulis secara khusus mengunjungi Pantai Kuta di waktu malam. Kota pesisir di Selatan Bali itu menawarkan wisata hiburan malam yang selain tak pernah sepi, tapi juga menawarkan aneka pilihan dan pemandangan yang tidak biasa bagi mata seorang awam dari luar Bali.

Selama ini, penulis hanya mendengar cerita dan berita tentang indahnya Pulau Bali. Terlebih pantai Kuta yang -katanya- menjadi tempat untuk 'mencuci mata', karena di sana menampilkan berbagai hal yang tak biasa ditemui di tempat lain.

Namun yang menyebabkan Bali terkenal di mancanegara adalah keramahan, kesenangan, kedamaian dan keindahan yang dimiliki Pulau Bali. 

Sebab itulah pada tahun 2020, Bali menjadi salah satu pulau yang paling populer di dunia. Bali juga dinobatkan sebagai destinasi populer pada tahun 2021. Itulah Bali.

Wisman dan Perilaku mereka

Menurut bali.bps.go.id tahun 2022, jumlah wisatawan mancanegara atau wisman yang datang langsung ke Bali per- Desember 2022 sebanyak 377.276 kunjungan atau naik 31,27% dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercatat sebanyak 287.398 kunjungan. Ini berarti setiap saat jumlah wisman yang datang ke Bali makin bertambah.

Kehadiran banyak wisman dengan budaya mereka yang sangat berbeda dengan budaya masyarakat Bali sendiri menjadi soal. Begitu pun dari segi penampilan berpakaian masyarakat Bali dengan keramahan dan sopan santunnya yang tinggi dan  penampilan para wisman yang sangat vulgar, menjadi soal tersendiri.

Orang Bali  yang begitu halus diperhadapkan dengan budaya barat yang vulgar. Adat timur bertemu barat. Namun selama ini tidak terdengar adanya ekses sebagai akibat pertemuan dua budaya yang berbeda ini. Sepertinya tidak ada soal. 

Mereka tidak hanya berpakaian kurang sopan, tetapi juga meresahkan dengan perilaku mereka lantaran cara berkendara yang tidak sesuai dengan ketertiban lalu lintas. 

Mereka tidak memakai helm, tidak memperhatikan rambu-rambu lalulintas, melawan arus lalu lintas, minum mabok, membuat onar dan lain-lain.

Para wisman ini bukan hanya melakukan keonaran, tetapi tidak tanggung-tanggung mereka menyalahgunakan visa yang mereka miliki hanya datang sebagai wisata, justru malah menggunakan visa untuk melakukan bisnis.  

Naifnya lagi mereka tidak tanggung-tanggung mengambil lapak  usaha masyarakat setempat untuk usaha mereka. Wah ini yang jadi soal berat.

Ilustrasi Wisman di Bali. (sumber: infopublik.id)
Ilustrasi Wisman di Bali. (sumber: infopublik.id)
Bagaimana kita menyikapinya?

Dari pembiaran kepada sikap tegas. Mungkin para wisman melakukan hal itu karena selama ini terkesan ada pembiaran. Mereka tidak ditegur atau disanksi karena kita takut kehilangan 'dolar' mereka.

Seolah-olah 'orang Bali' tidak bisa hidup tanpa wisman. Karena itu mereka (wisman) seenaknya saja melakukan hal-hal yang bahkan melawan hukum. 

Atau kemungkinan lain bahwa sekarang ini baru ketahuan mereka membuat onar karena adanya kontrol dari media sosial. 

Untuk itu kita patut berterima kasih karena melalui kontrol media sosial, akhirnya persoalan ini bisa muncul kepermukaan dan bisa didiskusikan untuk mencari jalan keluar.

Para wisman yang melakukan keonaran harus diberi sanksi supaya memberi efek jera kepada para wisman lain, agar mereka tidak menganggap remeh bangsa kita, khususnya di Bali hanya karena mereka 'membawa' dolar ke Indonesia.

Bahkan bila mereka menyalahgunakan visa pariwisata dengan melakukan bisnis, mereka mesti dilaporkan dan bahkan dideportasi kembali ke negara asalnya.

Sebagai bangsa Indoensia (dan orang Bali) yang berbudaya dan beradab, kita perlu menyikapi persoalan yang meresahkan dari para wisman ini dengan bijaksana, namun perlu tegas agar bangsa kita tidak dipermainkan oleh bangsa lain. Dalam hal ini tidak memandang kita sebagai bangsa yang lemah!

Demikian beberapa pikiran. Kiranya bermanfaat. Terima kasih kepada para Kompasianer yang telah membaca tulisan sederhana ini.

Atambua: 29.05.2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun