Tadi pagi saya bersama istri berkesempatan membawakan materi Kursus Persiapan Perkawinan Katolik bagi 28 pasangan calon suami istri di Paroki San Antonio Padua Nela. Materi yang kami bawakan berjudul: "Relasi Komunikasi Suami Istri". Kami berusaha membawakannya dengan baik. Tentu saja itu menurut kami.
Dari sisi mereka para peserta kelihatannya sangat bersemangat. Tapi apakah mereka dapat menangkap apa yang kami bawakan, itu masih tanda tanya.
Tentu saja kami berharap, mereka bisa melakukan atau mempraktikkan apa yang kami ajarkan dan bagikan dalam kehidupannya kelak dalam keluarga.
Banyak pasangan muda sebagai peserta kursus
Saya dan istri sangat bersyukur kali ini pesertanya masih muda-muda. Artinya berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, di mana banyak peserta yang ternyata tidak muda lagi.Â
Mereka sudah hidup bersama sebagai suami istri, namun belum secara resmi dikukuhkan melalui upacara keagamaan, dalam hal ini Gereja Katolik menyebutnya Sakramen Perkawinan.
Sebelum mulai materi kami awali dengan sebuah permainan yang biasa dikenal dengan "Berita Berantai" yaitu semacam latihan kecil bagaimana menyampaikan atau meneruskan berita dari orang pertama hingga orang terakhir masih dengan informasi atau pesan yang sama.
Hasilnya ternyata ketika sampai orang terakhir, rumusan beritanya sudah berubah. Hal ini mau mengajarkan bahwa sebagai pembawa berita, seseorang harus mendengarkan dengan seksama dan menyampaikan kepada orang lain pesan yang sama, dengan memperhatikan agar inti pesan yang diberikan benar.
Konflik suami istri bisa diselesaikan
Setelah kami membawakan materi selama satu jam lebih, akhirnya kami tiba pada akhir. Kami mengakhiri presentasi dengan menayangkan sebuah cuplikan video tentang keluarga Caleb dan Catherine yang sedang terlibat konflik.Â
Pada akhirnya mereka dapat memperbaiki kembali relasi mereka, berkat usaha Caleb melakukan sesuatu demi memperbaiki dan mempertahankan keutuhan keluarga mereka.
Untuk memperdalam materi relasi dan komunikasi suami istri itu, kami meminta para peserta untuk membagikan pengalaman dengan bertolak dari tayangan video tadi.
Sharing pengalaman
Pertanyaan yang kami ajukan adalah "Anda tertarik atau simpatik pada bagian manakah dari video tersebut dan apa pesannya untuk kehidupan keluargamu?"
Ada 6 orang peserta secara sukarela tampil membagikan pengalamannya. Ada pengalaman yang unik yang dikemukakan. Semuanya menarik. Namun ada satu orang yang mengatakan dengan terus terang bahwa apa yang tersaji dalam video itu sulit baginya untuk dilaksanakan. Apa sebab?Â
Menurut dia, perbedaan budaya menjadi hambatan tersendiri untuk mempraktikkan apa yang dilakukan oleh Caleb setelah jatuh dalam konflik bersama istrinya Catherine.Â
Ia mengatakan bahwa bagi orang Timor hal itu sulit dipraktikkan karena ketika suami istri mengalami konflik dalam rumah tangganya, justru orangtua ikut campur tangan sehingga konfliknya makin lebih parah bahkan sampai pada perceraian.
Hal itu terjadi karena banyak keluarga muda di Timor masih tingga bersama orang tuanya, dalam hal ini orangtua pihak perempuan, sehingga bila ada konflik dengan sendirinya mereka akan membela anaknya. Itulah soal utama penyebab relasi komunikasi suami istri sering mengalami hambatan.
Kesimpulan
Pada akhirnya kami bersama-sama menyimpulkan bahwa:
* Relasi dan komunikasi suami istri dalam keluarga itu sangat penting.Â
* Semua persoalan atau konflik yang terjadi dalam keluarga sebenarnya disebabkan karena macet atau kurangnya relasi dan komunikasi antara suami istri.
* Perbedaan budaya dan kebiasaan dalam keluarga juga bisa menjadi penghambat dalam relasi dan komunikasi keluarga. Karena itu diperlukan kemauan dan kerelaan yang belajar dan bersikap sabar satu terhadap yang lain.
* Relasi dan komunikasi antara suami istri dalam keluarga hanya bisa terbangun dengan baik kalau masing-masing pribadi berusaha melepaskan egonya sendiri-sendiri dan mau saling memaafkan bila sudah terjadi konflik.
* Konflik dalam keluarga bisa diselesaikan pada waktunya apabila kedua belah pihak dalam hal ini suami istri masih tetap memiliki cinta yang membara untuk bersatu, tidak meninggalkan rumah, mengusahakan cara yang tepat untuk memperbaiki relasi yang rusak; dan yang paling penting adalah pihak yang paling bersalah mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
* Selain relasi dan komunikasi horizontal antara suami dan istri, keduanya juga perlu membangun dan mengembangkan relasi dan komunikasi vertikal dengan Tuhan Yang Maha Esa yang sanggup untuk menjadikan yang tidak mungkin menjadi mungkin dan melunakkan hati yang keras menjadi lembut.
Selesai memberikan kesimpulan tersebut, kami pun berfoto ria bersama ke-28 pasangan calon suami istri itu.Â
Kami menyampaikan terima kasih karena boleh diberikan kesempatan untuk berbagi ilmu dan pengalaman. Tidak lupa memohon maaf bila ada kata dan kalimat yang telah menyinggung perasaan. Semoga apa yang disajikan dapat bermanfaat baik kepada peserta Kursus Persiapan Perkawinan maupun kepada pembaca sekalian.
Atambua, 25.05.2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H