BILA anda datang ke Timor bagian barat, khususnya di daerah Dawan baik Amarasi di Kupang, Amanuban, Amanatun dan Molo di Timor Tengah Selatan, maupun Noemuti, Miomaffo dan Biboki di Timor Tengah Utara pada saat ada hajatan atau upacara syukuran atas hasil panen, sudah pasti anda akan menemui para penari Bonet di sana.
Bonet merupakan salah satu dari sekian banyak bentuk tarian orang Timor. Bonet adalah tarian berbentuk lingkaran yang diiringi dengan nyanyian oleh para peserta yang dibagi dalam kelompok penyanyi syair atau pantun dan kelompok penyanyi refrein, dengan seorang yang berperan sebagai Bone'nakaf artinya 'Kepala Bonet' yaitu seseorang yang bertugas mengangkat pantun dalam tarian bonet (Kamus Uab Meto Bahasa Indonesia, Andreas Tefa Sa'u, SVD; 2020: 152).
Laki-laki dan perempuan berdiri bergandengan tangan, membentuk lingkaran, berjalan ke samping dengan hentakan kaki maju dan mundur bersamaan.
Dari geraknya sepintas dapat kita samakan dengan tarian Tebe dari Timor (daerah Tetun), atau tarian Dolo-dolo dari Flores Timur, atau Tarian Tandak dari Manggarai. Tapi tarian Bonet ini punya kekhasan tersendiri yakni tidak dipandu oleh musik, tetapi para penari sendirilah yang menghasilkan irama berupa lagu atau nyanyian tertentu.
Tarian bonet ini sebenarnya ada dua macam, yaitu:
Satu: Boen Amlilat atau Bonet Sukacita
Yakni bonet yang dilakukan sebagai ungkapan hati yang gembira atau sukacita pada waktu syukur atas panen, yang dilakukan di bawah sinar bulan purnama. Seperti sukacita di waktu panen dan membagi-bagi hasil panen, demikianlah orang Timor bersukacita merayakan kesejahteraan karena panen yang melimpah. Hal itu mereka ungkapkan dalam bentuk tarian dengan hentakan kaki dan pantun yang bersahut-sahutan. Suasana hikmat dan sukacita itu semakin terasa, apabila suara sahutan atau nyanyian refrain dengan lengkingan suara wanita yang lebih tinggi.
Lagu-lagu, syair dan pantun-pantun sukacita dikumandangkan seperti pantun jenaka dan pantun cinta muda-mudi.
Dua: Boen Nitu atau Bonet Kematian
Bonet atau tarian kematian ini dilaksanakan pada waktu ada orang meninggal. Namun tentu tidaklah sembarang orang meninggal, orang melakukan boen nitu. Tentu saja orang yang meninggal itu haruslah tokoh yang berpengaruh dalam kehidupan masyarakat. Biasanya lagu-lagu serta pantun-pantun yang sedih dilantunkan oleh ibu-ibu yang isinya untuk mengenang jasa almarhum, kemaudian para laki-laki menyambutnya dengan teriakan-teriakan sedih yang khas. Biasanya boen nitu ini berlangsung selama orang menunggu jenazah. Selain itu, boen nitu juga dilakukan oleh ibu-ibu sambil menumbuk padi dengan irama ketukan lesung dan alu yang bersahut-sahutan, sambil mendendangkan lagu-lagu sedih. Dalam Bahasa Dawan disebut "Angkalale".
Makna dibalik Tarian Bonet
1. Tarian Bonet merupakan tarian persaudaraan.
Dengan bergandengan secara erat menandakan persaudaraan yang mendalam. Biasanya terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok laki-laki dan kelompok perempuan yang dibatasi atau ditengarai oleh Boen Nakaf, kepala bonet.
2. Tarian Solidaritas
Tarian bonet dilakukan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di tengah masyarakat. Irama hentakan kaki dan pantun yang bersahut-sahutan juga menandakan adanya kegembiraan hati dan sukacita, itulah bonet amlilat. Tetapi ketika berhadapan dengan situasi duka, orang Timor melakukan Boen Nitu atau angkalale sebagai tanda kabung dan mengenang kebaikan sang tokoh yang meninggal dunia itu.
3. Tarian Pendidikan
Dengan melalui pantun saling bersahut-sahutan, sebenarnya membuat orang untuk belajar berpantun. Hanya orang yang bisa berpantun yang bisa menjadi Boen Nakaf. Sering dalam melakukan tarian bonet, para orang tua membimbing anak-anak muda untuk mengangkat pantun atau menghentakkan kaki dengan benar.
4. Ajang pencarian jodoh
Sampai saat ini saya belum paham betul, mengapa orang Timor sering menjadikan kesempatan menari sebagai ajang untuk mencari jodoh? Mungkin saja karena orang-orang yang biasa terlibat dalam berdansa atau menari itu terlihat semangat, riang gembira dan muda, maka orang gampang menemukan jodohnya di sana. Maka kesempatan menari bonet juga dijadikan ajang untuk menemukan jodoh. Tapi kelemahannya bahwa bisa saja orang tertipu, karena orang yang menari disangka muda, ternyata sudah beristri atau bersuami. Mudah-mudahan pilihan jodohnya jatuh pada orang yang tepat!
Nilai dan Pesan Moral
Dewasa ini seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dengan adanya berbagai kemajuanmedia sosial  semakin melemahkan hidup bermasyarakat.
Tarian Bonet hanya diminati oleh kaum tua. Sementara banyak kaum muda tidak berminat lagi untuk berpartisipasi dalam tarian tersebut. Selain karena geraknya yang cukup sulit, penggunaan bahasa daerah dalam berpantun juga menjadi kesulitan tersendiri. Karena itu pada kesempatan ini, melalui media tulisan ini saya mengajak para orang tua peminat dan penari Bonet untuk selalu mengajak orang muda untuk ikut menari bonet dan sekaligus melatih mereka untuk ikut melestarikan tarian bonet ini ke depan.
Kepada para kawula muda Timor, khususnya Timor bagian barat, mari kita ikut terlibat untuk melestarikan tarian bonet, supaya kelak anak-cucu kita pun tahu bahwa tanah Timor kaya dengan aneka tarian daerah. Jangan sampai tarian bonet hilang atau punah karena ditinggalkan oleh anak cucunya sendiri.
Kepada para guru di Sekolah mulai dari SD, SMP dan SMA/K, mari kita jadikan tarian bonet sebagai salah satu tarian pilihan untuk dikembangkan di sekolah.
Kepada para pencinta dan pencipta tarian Timor, cobalah anda memodifikasi musik yang bisa dipakai untuk menari bonet tanpa mengurangi nilai dan pesan moral yang ada dalam tarian bonet tersebut. "Sebab kalau bukan sekarang, kapan lagi, dan kalau bukan kita, siapa lagi", demikian kata Ben Mboy (1935-2015), Gubernur NTT periode 1978-1988.
Atambua: 08.05.2023
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI