Judul tulisan ini saya kutip dari Kitab Pengkotbah, salah satu kitab dalam Perjanjian Lama dari Kitab Sucinya umat Kristiani yang berbunyi: "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir" (3: 11).Â
Menarik bahwa Kompasiana mengangkat topik utama sehubungan dengan perayaan Hari Suci Nyepi umat Hindu Bali pada tanggal 22 Maret dan Ramadhan bagi umat Islam tanggal 23 Maret yang hampir dalam waktu yang bersamaan. Khusus bagi umat Hindu dan Islam di Bali, kesempatan ini merupakan moment untuk mengungkapkan dan menghayati indahnya toleransi. Bahwa toleransi bukan soal wacana dan bicara, tetapi soal praktik dan tindakan konkrit.Â
Ketika umat Hindu di Bali sedang khusuk Nyepi, mereka juga mesti bisa memberi kesempatan dan penghormatan kepada umat Islam di Bali untuk boleh memasuki bulan Ramadhan dengan sedikit menyalakan lampu, namun hanya berjalan kaki ke mesjid. Demikian pun umat Islam di Bali mesti menghormati suasana Nyepi umat Hindu Bali dengan tidak melakukan takbiran sebagaimana biasanya. Di sinilah praktik toleransi bukan hanya dilakukan, tetapi sekaligus dihayati sebagai bagian dari kehidupan manusia.Â
Bagi umat Hindu, Â hari suci Nyepi merupakan moment pembersihan diri manusia dari segala dosa dalam rangka menyambut lembaran baru kehidupan yang akan dimulai dalam Tahun Baru Saka. Demikian pun bagi umat Muslim, bulan suci Ramadhan merupakan bulan pembakaran dosa, sebagaimana diajarkan oleh Imam al-Mawardi dalam kitabnya, sehingga ketika seorang Muslim menyelesaikan puasa secara sempurna ia dapat menyambut Idhul Fitri dengan sukacita.
Tema indahnya toleransi antara para penghayat hari suci Nyepi dan bulan suci Ramadhan di Bali menjadi tauladan bagi sesama umat beragama di Indonesia.Â
Namun kalau kita mau menarik lebih jauh dan lebih dalam makna indahnya toleransi itu dapat kita sejajarkan lagi dengan peristiwa puasa yang juga sedang dijayati dan dijalani umat Kristiani minggu-minggu ini dan yang sebentar lagi akan mencapai puncaknya pada hari wafatnya Isa Almasih yang akan dirayakan pada Jumat, 7 April 2023. Â Sedangkan umat Muslim akan merayakan lagi Idhul Fitri pada 22 dan 23 April 2023. Â Maka dapatlah kita katakan bahwa bulan Maret dan Bulan April ini merupakan bulan toleransi di Indonesia. Â
Bagi saya sendiri, saya lebih memandangnya dari perspektif kebersamaan sebagaimana dikatakan penulis Kitab Pengkotbah bahwa Ia (Allah) menjadikan segalanya indah pada waktunya. Untuk itu sekurang-kurangnya 3 (tiga) hal ini bisa menjadi dasar pertimbangan kita untuk menyatakan indahnya toleransi hidup beragama itu.
Pertama, Waktu Tuhan itu Indah.Â
Saya memaknai waktu Tuhan itu sebagai berikut. Toleransi hidup beragama di Indonesia bahkan di seluruh dunia akan menjadi indah untuk dijalani dan dihayati ketika Tuhan pada suatu saat nanti (entah tahun berapa) menjadikan hari raya umat beragama misalnya hari suci Nyepi; Ramadhan; Paskah dan Idhul Fitri pada waktu yang sama atau berdekatan. Pada saat itulah sesama umat beragama akan memaknai toleransi sebagai hidup berdampingan yang indah.
Kedua, Sesama Umat Beragama semakin menghayati makna toleransi.Â
Seperti diberitakan dalam Liputan6.com, papasan pawai upacara Melasti dan pawai Ramadhan berlangsung pada hari yang sama 20 Maret 2023. Para peserta pawai dari dua agama yaitu Hindu dan Islam saling berpapasan melemparkan senyum, sapa  dan salam kepada masing-masing. Demikian pun suatu waktu terjadi pawai keagamaan bersama secara damai karena Keindahan toleransi nampak di sini.
Ketiga, Praktek Hidup Beragama melampaui batas ruang dan waktu agama sendiri. Â
Dengan merayakan hari besar keagamaan secara bersama-sama karena waktu yang bersamaan tentu akan memberi pelajaran tersendiri bagi umat beragama, terutama kepada para generasi muda untuk selalu mencintai toleransi itu. Sebab dengan itu akan membangkitkan kesadaran untuk saling menghormati sesama umat beragama lain sebagaimana dikatakan Nurcholis Madjid bahwa ketika kita berbicara mengenai toleransi hidup beragama sebenarnya secara tidak langsung kita mengasumsikan tentang adanya kemungkinan bahwa berbagai penganut beragama bertemu dalam suatu landasan bersama yang disebutnya common platform (Nurcholis Madjid:1995).
Karena itu kita berharap dengan perayaan hari suci Nyepi dan bulan suci Ramadhan secara bersamaan seperti yang dialami tahun 2023 ini membawa nuansa baru dalam kehidupan beragama, minimal semakin meningkatkan praktek hidup beragama di antara para penganut agama masing-masing, tetapi lebih dari itu semakin meminimalisir praktek egoisme praktek beragama dari agama tertentu yang terkesan menguasai agama lain yang menciptakan tendensi mayoritas-minoritas sehingga pada gilirannya melegitimasi praktek intoleransi beragama lainnya.
Mudah-mudahan praktek pawai bersama hari suci Nyepi dan bulan suci ramadhan tidak hanya terjadi di Bali, tetapi juga terjadi di mana-mana di seluruh Indonesia sehingga semakin terbukti Indonesia sebagai Negara Paling Toleransi di Dunia. Mungkinkah?
Salam Toleransi! Selamat merayakan Hari Suci Nyepi bagi umat Hindu dan selamat memasuki bulan suci Ramadhan bagi umat Islam di Indonesia. ***
Atambua, 22 Maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H