Sistem perpolitikan kita dengan cara pasang memasang untuk menjadi pemimpin politik memang tidak mudah. Â Apalagi pencalonan melalui partai politik dengan alasan seperti "dagang daging sapi". Kalau calon Bupati dari Partai tertentu dengan perolehan kursi terbanyak pertama, maka wakil bupati disodorkan oleh partai politik pengusung kedua. Dalam hal ini pertimbangan kedua menjadi pilihan yaitu memiliki elektabilitas yang tinggi, memiliki massa pendukung yang banyak sehingga mampu memenangkan pasangan. Karena itu dengan sedikit 'ambisi' yang ada pada kedua bakal calon, mereka tidak mempertimbangkan apakah mereka akan mampu bekerja sama atau tidak? Mereka 'dipaksakan' baik oleh partai maupun massa, sehingga mereka pun'terpaksa' akur secara politik, seolah-olah pasangan mereka paling ideal.
Kedua, Artis menjadi Politisi juga terkesan "dipaksakan!"
Bila kita mengikuti curhat pak wakil bupati Lucky Hakim, tidak ada sedikit pun nada 'politik' dalam curhatannya itu. Nadanya seperti biasanya di sinetron yaitu memelas dan mohon belas kasihan. Pada hal tidak sepantasnya seorang wakil bupati, politisi yang menang telak mengalahkan lawan politik lainnya, akhirnya harus 'tumbang' secara TKO di kanvas politik.Â
Karena itu menurut saya, satu hal yang kurang diperhatikan hingga saat ini adalah persoalan profesionalisme. Apa yang dikatakan Bang Ridwan Kamil pada saat melantik Pasangan Bupati Wakil Bupati  Indramayu (2021-2026), Nina Agustina - Lucky Hakim pada 26 Februari 2021 tentang pentingnya pelayanan yang profesional. Maka sekali lagi menurut saya, tidak semua artis atau pemain sinetron bisa menjadi politisi. Artinya partai politik seharusnya tidak boleh mencalonkan pemimpin politik dari artis, kalau semata-mata karena "memiliki uang!" dan bisa menarik massa!  Tetapi mesti memperhitungkan profesionalismenya!
Ketiga, Pasangan yang AroganÂ
Menurut Bupati Indramayu, Mbak Nina Agustina itu agaknya cukup arogan juga. Mengapa saya katakan demikian? Kalau sampai Pak Gubernur Jawa Barat, seorang Ridwan Kamil pun sampai angkat tangan karena tidak bisa mempertemukan keduanya yaitu Bupati dan Wakil Bupati, yang ketika berkampanye dua atau tiga tahun lalu selalu melantunkan lagu "Kemesraan" karya Iwan Fals yang katanya jangan cepat berlalu, e... ternyata berlalunya cepat sekali. Baru dua tahun berjalan bersama sudah cerai.
Bagaimana seharusnya menghadapi persoalan ini?
Persoalan mundurnya Wakil Bupati Indramayu, Lucky Hakim dari panggung "sandiwara' politik Kabupaten Indramayu boleh dikatakan sebagai sebuah sejarah dan tradisi baru dalam dunia perpolitikan Indonesia. Tidak semua orang menerima peristiwa kemunduran ini, sebab menurut Bupati Indramayu, Nina Agustina, 'mundurnya Lucky Hakim ini merupakan hal yang tidak terduga dan tak bisa disangka-sangka' (TribunJabar.id).
Kini yang menjadi persoalan baru adalah bagaimana caranya untuk mengobati kembali 'luka batin' masyarakat pemilih dan partai politik yang telah mengusungnya?
Menurut Ketua DPC Partai Gerindra Indramayu sebagaimana dikabarkan dalam  detikjabar, bahwa partai Gerindra sendiri kaget dan kecewa dengan keputusan yang diambil oleh Lucky Hakim. Di satu pihak ia dengan gentlemen menyatakan ketidaksetujuannya dengan 'perlakuan' bupati Indramayu kepadanya dan minta mundur; tetapi di lain pihak, sebagai orang partai, ia telah mengecewakan partai Gerindra sebagai pengusungnya.