Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Murai "Kolo Kotos", Burung Pembawa Khabar Baik Bagi Orang Dawan di Timor

4 Januari 2023   10:04 Diperbarui: 4 Januari 2023   10:06 1618
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Burung Murai yang sedang terbang (pixabay.com)

Pengantar

Masih ingatkah para Kompasianer kisah tentang peran dunia binatang dalam kehidupan manusia? Ada banyak kisah yang diceritakan mengenai peranan binatang tertentu dalam kehidupan, misalnya kisah tentang Kancil dan buaya, atau kisah tentang anjing dan kucing, burung gagak dan lain-lain. Cerita-cerita itu selain menarik juga memberi pesan tertentu bagi manusia.

Dalam masyarakat Timor, khususnya Atoni Pah Meto (Suku Dawan) di Timor Barat mempunyai banyak kisah menarik tentang dunia binatang. Misalnya DR. Eben Nuban Timo seorang penulis dan Teolog, kelahiran Kupang, Amarasi menulis sebuah buku tentang kemitraan Israel, Gereja dan Agama-agama dengan latar belakang kisah tentang "Dua perempuan dan Musang" dengan judul "Foni Bil Metan" (Ledalero, 2007).

Kisah-kisah tentang dunia binatang itu umumnya berfungsi untuk memberi pesan atau ajaran atau nasehat bagi manusia, misalnya kisah Kancil dan Buaya memberi pesan atau nasehat kepada manusia untuk saling menghargai, tidak menyalahgunakan kebaikan orang lain dan tidak bersikap picik terhadap sesama.

Baca juga: Makna Niut Sa

Ilustrasi Burung Murai yang sedang terbang (pixabay.com)
Ilustrasi Burung Murai yang sedang terbang (pixabay.com)

Burung Murai (Kolo'Kotos)

Lain halnya dengan Burung Murai atau dalam Bahasa Atoni Pah Meto (Dawan) Kolo' Kotos. Kolo' berasal dari kata "Kolo" artinya burung, dan Kotos dari kata "koto' artinya berbintik-bintik, belang, hitam bergaris putih. Pemberian nama Kolo'Kotos oleh masyarakat Dawan (mungkin) didasarkan pada warna bulunya yaitu belang atau hitam bergaris putih.

Lain kali pemberian nama terhadap binatang atau hewan dalam Bahasa Atoni Pah Meto (Dawan) didasarkan pada bunyi yang dikeluarkan, misalnya  'Teke  (Tokek: Indonesia); Kol Ao (burung Gagak), dan lain-lain.

Dalam peradaban umat manusia, burung selalu menjadi pengantara, pembawa berita dan juga penolong bagi manusia. Misalnya dalam Kitab Taurat, khususnya Genesis, dikisahkan bahwa setelah air bah surut, pada hari ke-40, (Nabi) Nuh membuka tingkap yang dibuatnya pada bahtera itu, lalu mula-mula ia melepaskan seekor burung gagak, dan burung itu terbang pulang pergi, sampai air itu menjadi kering dari atas bumi.

Kemudian Nuh melepaskan seekor burung merpati untuk melihat, apakah air itu telah berkurang? Tetapi burung merpati itu tidak mendapat tempat tumpuan kakinya lalu ia pulang ke bahtera. Pada tujuh hari kemudian, burung merpati itu dilepaskan lagi oleh Nuh dan menjelang waktu senja, burung merpati itu kembali mendapati Nuh dan pada paruhnya dibawanya sehelai  daun zaitun yang segar. Dari situlah diketahui Nuh bahwa air itu telah berkurang dari atas bumi (Gen 8: 6-12).

Demikianlah hingga saat ini burung merpati menjadi lambang dan logo bagi pengiriman surat/berita  (Kantor Pos) dan dalam Gereja Katolik khususnya, merpati berparuh putih dengan sehelai daun zaitun menjadi logo bagi Komisi Kateketik sebagai Komisi Pewartaan Kabar Baik.

Dan jangan lupa, burung merpati juga menjadi lambang bagi Roh Kudus yang hinggap di atas kepala Yesus (Nabi Isa) ketika Ia dipermandikan oleh Yohanes di sungai Yordan, yang diyakini oleh umat Kristiani sebagai penyemangat dan penjiwa Gereja.

Dalam masyarakat Timor Barat, burung Murai (Kolo'Kotos) memiliki peranan yang penting. Sekurang-kurangnya dalam kearifan lokal Timor, ada dua peran penting dari burung Murai atau Kolo'Kotos dalam kehidupan masyarakat Timor, yakni:

Pertama: Burung Murai / Kolo'Kotos Sebagai Penanda Datangnya Pagi. 

Ada dua kiasan yang diberikan masyarakat Dawan atau Atoni Pah Meto terhadap kicauan burung Murai pada pagi hari yaitu:

Pertama, "Kotkotsanbisu" artinya ketika Murai berkumur, maksudnya pagi-pagi benar. 

Kedua, "Kotkotsenlisuk" artinya Murai bernyanyi, maksudnya pagi-pagi sekali (hampir siang).

Yang menarik bahwa orang atau masyarakat  Timor, khususnya para petani sudah membedakan dengan jelas suara burung Murai tersebut. Suara atau bunyi Murai pada kiasan pertama, berbeda dengan bunyi atau suara Murai pada kiasan kedua.

Ketika para petani Timor mendengar kicauan pertama, mereka mulai sadar dari tidur bahwa pagi hari hampir tiba sekira pukul 02 dini hari. Maka para petani mulai bangun dari tidur untuk mempersiapkan bekal yang akan dibawa ke kebun atau ladang.

Dan pada kicauan kedua memberi tanda bahwa matahari hampir terbit sekira pukul 04 pagi. Para petani mulai bergegas ke kebun agar jangan sampai mereka kesiangan diperjalanan menuju kebun. Sebab apabila mereka tiba terlambat ke kebun, menurut kepercayaan masyarakat Timor (Dawan), sudah ada orang lain yang terlebih dahulu tiba dan membobol kebun mereka (misalnya pencuri atau babi hutan atau sapi).

Kedua: Burung Murai/Kolo'Kotos Sebagai Pembawa Berita atau Pemberitahuan tentang kedatangan tamu.

Menurut Pastor Yohanes Paulus Naben, burung Murai atau Kolo Kotos di saat tertentu di siang hari bila berkicau, orang yang mendengar akan menyahut, "mungkin ada tamu yang bakal datang", terutama keluarga dekat.

Bahkan bagi banyak orang Timor, mereka sudah memberi tanda tertentu, misalnya ketika burung Murai berkicau itu hinggap pada pohon tertentu, mereka sudah memiliki feeling pasti orang tertentu yang datang.

Seperti yang disampaikan Pastor Yohanes Paulus Naben bahwa kalau burung Murai yang berkicau itu hinggap pada pohon jambu air di pinggir kali dekat rumah mereka, mereka akan hitung berapa kali Murai itu berkicau, lalu mereka akan mengatakan itu pasti Om Bruder Agus Banu SVD yang saat itu sedang kuliah di Kupang pasti datang. Dan ternyata beberapa kali hal itu betul terjadi.

Bagi kebanyakan orang Timor khususnya generasi 1 & 2 yaitu generasi Kolot dan generasi X yang masih hidup dalam zaman 0.1 (zero point one) masih tergantung pada alam, kehadiran burung Murai sangat membantu membawa kabar berita tentang kedatangan tamu dalam waktu dekat sehingga tuan rumah bisa menyiapkan segala sesuatu yang perlu.

Tentu saja kicauan burung Murai ini memiliki arti ketika ia berkicau di dekat rumah tinggal kita, bukan disembarang tempat. Bahkan ketika orang mendengar kicauan burung Murai (Kolo Kotos), orang tua akan bertanya kepada anak-anak atau orang yang dekat kicauan itu untuk melihat atau menyaksikan "Murai atau Kolo Kotos itu menghadap ke mana?"

Selanjutnya setelah mengetahui Murai itu ketika berkicau/menyanyi menghadap ke mana, tuan rumah akan meramalkan siapakah yang bakal datang. Kalau menghadap ke Utara, tuan rumah akan memprediksi tamunya itu akan berasal dari bagian Utara, dan sebaliknya kalau menghadap ke Selatan, tuan rumah akan memikirkan kira-kira anggota keluarganya yang ada di Selatan itu akan datang.

Berhubung pada zaman Generasi X itu belum ada handphone agar sang tamu mengabarkan melalui SMS atau WA atau telp bahwa ia akan datang, justru burung Murai diyakini sebagai ciptaan Tuhan yang berfungsi sebagai pembawa kabar baik. 

Atau sebaliknya pada zaman Generasi Z hingga Alpha ini, justru kehadiran handphone menggantikan peran Burung Murai/Kolo Kotos di zaman itu.

Ilustrasi cara merawat Burung Murai (pixabay.com)
Ilustrasi cara merawat Burung Murai (pixabay.com)

Kesimpulan

1.  Dalam kehidupan ini manusia diperlengkapi oleh Tuhan Allah dengan ciptaan lain sebagai "penolong" termasuk binatang dalam hal ini burung Murai/Kolo Kotos. Dalam hal ini ia berperan sebagai pemberita atau pembawa Kabar Baik.

2.  Karena setiap ciptaan itu memiliki fungsi dan peran tertentu dalam kehidupan manusia, maka tugas manusia adalah menjaga dan melestarikan mereka termasuk menjaga dan melestarikan Burung Murai/Kolo Kotos agar jangan punah, terutama di Pulau Timor.

3.  Burung Murai/Kolo Kotos membantu manusia khususnya masyarakat Petani di Timor untuk menghargai waktu kerja (pagi hari) dan bertindak sebagai tuan rumah yang baik ketika mengetahui akan ada tamu yang datang. Menerima dan memperlakukan tamu dengan baik sama dengan menerima dan memperlakukan Tuhan di dalam rumahmu.

4.  Saat ini kita telah hidup dalam zaman Generasi Alpha dengan kemajuan teknologi 0.6 (zero point six), akan tetapi merupakan kewajiban kita untuk tetap menjaga dan melestarikan kearifan lokal yang baik bagi kehidupan bersama.

***

Terima kasih bagi para Kompasianer  yang telah mengunjungi dan membaca tulisan ini serta memberikan komentar-komentar demi perbaikan dan pelestarian kearifan lokal Timor. 

Atambua, 04.01.23

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun