MUNGKINÂ banyak gerenerasi muda sekarang tidak terlalu familiar dengan nama Kerajaan Bikomi. Tetapi bagi generasi tua yang hidup pada masa kolonial dan yang suka membaca sejarah, tentu tahu dan mengenal tentang keberadaan Kerajaan Bikomi itu. Saat ini wilayah bekas Kerajaan Bikomi di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), terbagi dalam empat wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Bikomi Nilulat; Bikomi Selatan; Bikomi Tengah; dan Bikomi Utara.Â
Menurut Yohanes Sanak, penulis buku "Kerajaan Bikomi dan Budaya Puah Manus Dalam Relasi Kuasa Usif Amaf" yang diterbitkan Seven Books pada tahun 2020, lebih suka menambahkan kata 'bekas' pada Kerajaan Bikomi untuk menghindari multi tafsir dalam perdebatan panjang tentang makna kerajaan di era sekarang. (1)
Sementara itu, Dr. Gregorius Neonbasu, SVD memandang Kerajaan Bikomi sebagai suatu komunitas sejarah yang tak terpisahkan dari autokrasi 'Mone ha ma Nai ha' (empat penguasa) yang sekaligus menjadi kekuatan sistemik yang mengalir dari kandungan Kerajaan Bikomi yakni Usif Atok-Bana, Lake-Sanak. Sekali lagi menurut Pastor Antropolog Timor ini, eksistensi Kerajaan Bikomi bukan atas dasar kekuatan seseorang, melainkan dalam kerangka kebersamaan yang harmonis, dengan tetap menjaga  hukum adat, Nekaf Mese Ansaof Mese (sehati sejiwa) secara hakiki. (2)
Nama Kerajaan Bikomi lebih pada perspektif budaya bukan politik. Karena itu di kalangan Atoni Pah Meto (Dawan), Kerajaan Bikomi, terutama dalam tutur adat berupa Tones dan Takanab, lebih dikenal dengan sebutan, "Nipsa'I bikomi -- Tfob bikomi".
Adapun kata 'Nipsa'I' lebih menunjuk pada sejenis rumput yang biasa tumbuh di tepi sungai (nama Latin: Cortaderia selloana). Biasanya di mana tumbuh Nipsa'I yang rimbun menjadi tempat favorit hidup bagi buaya di darat untuk menyembunyikan telur dan anak-anaknya dari ancaman predator lainnya.
Sedangkan kata 'Tfob' lebih menunjuk kepada sejenis rumput yang biasa tumbuh di air dengan batangnya seperti bambu, namun ukurannya lebih kecil, berongga dan beruas dengan bunga berwarna putih mirip bunga tebu (nama Latinnya: Phragmites australis). Dalam tiap-tiap rumpun, ada yang bertumbuh tegak lurus ke atas, namun ada pula yang merambat di permukaan air atau di tanah.
Sebutan "Nipsa'I bikomi -- Tfob bikomi" adalah sebuah kiasan yang lebih merujuk pada sejarah pembentukan Kerajaan Bikomi yang berhubungan erat dengan 'Buaya' sebagai totem dari Suku Sanak. Konon, seorang Puteri Sanak bernama Bi- Kome pada suatu saat berubah wujud menjadi buaya, ketika ia mandi di sebuah kolam dekat Nipsa'I dan Tfob yang kini bernama "Maslete". Demikianlah nama Bikomi diberikan kepada wilayah yang memiliki Nipsa'i-Tfob tempat Bi-Kome berubah wujud itu. (3)
Selanjutnya sebuah studi menegaskan bahwa asal usul kerajaan Bikomi di Timor Barat menurut sumber tertulis kajian H.G. Schulte Nordholt, dalam The Political System of The Atoni of Timor (1971), keterangan mengenai Bikomi selalu dijelaskan dalam kaitan dengan Oekusi dan Noemuti, di mana Bikomi sebagai bagian integral dari Miomaffo. Hal ini tentu benar karena yang disebut Kerajaan Bikomi itu letaknya di antara Oekusi (kini bagian wilayah Enclave Timor Leste) dan Noemuti sebagai sebuah kefetoran tersendiri dari Swapraja Miomaffo.
Dilihat dari letak kewilayahan dan asal-usulnya, Kerajaan Bikomi sangat strategis karena beberapa alasan, antara lain:
Pertama, wilayah Kerajaan Bikomi lebih dikenal sebagai jalur tengah yang menjadi penghubung antara Kerajaan Wewiku-Wehali di Belu Selatan, dengan Kerajaan Oenam di sekitar Gunung Mutis. Kedua jalur ini pada zaman kolonial dahulu dikenal sebagai jalur panas yang sulit untuk ditundukkan sehingga dikenal dengan sebutan "Maputu-Malala".
Kedua, Walaupun tidak bisa diterima begitu saja, namun bagi masyarakat Bikomi, mereka mengklaim bahwa wilayah Kerajaan Bikomi adalah pusat dunia. Maklumlah pada zaman itu pemahaman atau pengetahuan tentang ilmu bumi sangat terbatas. Orang Bikomi menyangka bahwa karena wilayah Bikomi sebagai jalur tengah, maka Bikomi adalah juga pusat pulau Timor. Karena itu bagi mereka, pusat pulau Timor berarti sama dengan pusat dunia yang disebut dengan "Pa he Usan, Pa he Tnanan".
Ketiga, Sejak masa penjajahan Belanda, Bikomi dipilih menjadi ibukota atau pusat pemerintahan. Menurut sejarah Kota Kefamenanu, pada tahun 1922, tepatnya tanggal 22 September 1922 pemerintah Belanda memutuskan untuk memindahkan ibukota Timor Tengah Utara dari Noetoko (bagian dari Mutis) ke Kefamenanu (Bikomi) yang disebut Onderafdeling Noord-Midden Timor. Karena itulah pada tahun 2022, Kota Kefamenanu ibukota Kabupaten TTU merayakan 100 tahun lahirnya Kota Kefamenanu.(4)
Salah satu hal yang menjadi kelebihan dari masyarakat Kerajaan Bikomi adalah sopan santun ala Bikomi yang sangat menyanjung dan mengutamakan orang lain sembari merendah. Dalam tutur adat, hal itu akan paling nyata. Selain itu, masyarakat Bikomi sangat menjunjung tinggi keberagaman sebagaimana semua Suku Atoni Pah Meto yaitu Bahasa kiasan yakni berpasang-pasangan.
Pendeta Dr. Eben Nuban Timo, dalam sebuah kajian mendalam tentang kemitraan Israel, Gereja, dan Agama-Agama dalam sebuah Mitos dari Timor dalam buku, "Foni Bil Metan" mengungkapkan kesamaan yang selalu muncul dalam budaya Atoni Pah Meto adalah kiasan, cerita dan totem. Dia mengatakan, "Masyarakat NTT enggan berpikir seragam. Keseragaman adalah kemiskinan. Kejamakan justru merupakan kekayaan". Karena itu Ia mencontohkan ungkapan-ungkapan ritmis dalam Bahasa sastra suku-suku Dawan. Mereka suka sekali bicara dalam bahasa dan ungkapan berpasang-pasangan: "feto mone, fetnai nai mnuke" (5) .
Selaras dengan apa yang dikatakan Nuban Timo, demikian pun dalam pemberian nama suku dalam Kerajaan Bikomi dan seluruh wilayah Dawan selalu berpasangan seperti Mone ha -- Nai ha yaitu empat Usif: Atok-Bana, Lake-Sanak. Lalu diperluas lagi kepada para Meo di seluruh wilayah Bikomi yakni Fuka-Tnopo; Taseon-Anunu; Nenes-Hala; Funan-Oetpah dan lain-lainnya.
Itulah sebuah kajian sejarah tentang keberadaan Kerajaan Bikomi di Kabupaten Timor Tengah Utara dilihat dari perspektif kebudayaan. Kerajaan Bikomi sebagai sebuah wilayah otonom dan berdaulat pada zaman dahulu.Â
Tulisan ini tentu saja bertujuan untuk menjadi sebuah studi dan pembelajaran, sebagai upaya pewarisan kepada generasi muda dan generasi mendatang bahwa pernah ada di bumi Timor Tengah Utara ada sebuah kerajaan yang ikut memberi warna pada politik dan kekuasaan di Timor, Pah Meto.Â
Kepada para Kompasianer dari Pah Meto Timor, mari kita berdiskusi untuk saling melengkapi setiap kajian sejarah Timor, agar apa yang tersaji semakin memberi pembelajaran bagi kita dan generasi mendatang. Semoga bermanfaat bagi kita sekalian. Salam Kompasianer!
Atambua, 30.10.2022
Sumber Referensi:
1) Yohanes Sanak,Kerajaan Bikomi dan Budaya Puah Manus Dalam Relasi Usif-Amaf, Seven Books, Jakarta: 2020
2) Andreas Tefa Sawu, Di Bawah Naungan Gunung Mutis, Nusa Indah, Ende: 2004
3) Gregorius Neonbasu, Kebudayaan: Sebuah Agenda Dalam Bingkai Pulau Timor dan Sekitarnya, Gramedia, Jakarta: 2013
4) https://id.m.wikipedia.org/Sejarah Kota Kefamenanu diakses pada Minggu, 30/10/2022
5) Eben Nuban Timo, Foni Bil Metan, Kemitraan Israel, Gereja, dan Agama-Agama dalam Sebuah Mitos dari Timor, Ledalero, Maumere: 2007
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI