Dilihat dari letak kewilayahan dan asal-usulnya, Kerajaan Bikomi sangat strategis karena beberapa alasan, antara lain:
Pertama, wilayah Kerajaan Bikomi lebih dikenal sebagai jalur tengah yang menjadi penghubung antara Kerajaan Wewiku-Wehali di Belu Selatan, dengan Kerajaan Oenam di sekitar Gunung Mutis. Kedua jalur ini pada zaman kolonial dahulu dikenal sebagai jalur panas yang sulit untuk ditundukkan sehingga dikenal dengan sebutan "Maputu-Malala".
Kedua, Walaupun tidak bisa diterima begitu saja, namun bagi masyarakat Bikomi, mereka mengklaim bahwa wilayah Kerajaan Bikomi adalah pusat dunia. Maklumlah pada zaman itu pemahaman atau pengetahuan tentang ilmu bumi sangat terbatas. Orang Bikomi menyangka bahwa karena wilayah Bikomi sebagai jalur tengah, maka Bikomi adalah juga pusat pulau Timor. Karena itu bagi mereka, pusat pulau Timor berarti sama dengan pusat dunia yang disebut dengan "Pa he Usan, Pa he Tnanan".
Ketiga, Sejak masa penjajahan Belanda, Bikomi dipilih menjadi ibukota atau pusat pemerintahan. Menurut sejarah Kota Kefamenanu, pada tahun 1922, tepatnya tanggal 22 September 1922 pemerintah Belanda memutuskan untuk memindahkan ibukota Timor Tengah Utara dari Noetoko (bagian dari Mutis) ke Kefamenanu (Bikomi) yang disebut Onderafdeling Noord-Midden Timor. Karena itulah pada tahun 2022, Kota Kefamenanu ibukota Kabupaten TTU merayakan 100 tahun lahirnya Kota Kefamenanu.(4)
Salah satu hal yang menjadi kelebihan dari masyarakat Kerajaan Bikomi adalah sopan santun ala Bikomi yang sangat menyanjung dan mengutamakan orang lain sembari merendah. Dalam tutur adat, hal itu akan paling nyata. Selain itu, masyarakat Bikomi sangat menjunjung tinggi keberagaman sebagaimana semua Suku Atoni Pah Meto yaitu Bahasa kiasan yakni berpasang-pasangan.
Pendeta Dr. Eben Nuban Timo, dalam sebuah kajian mendalam tentang kemitraan Israel, Gereja, dan Agama-Agama dalam sebuah Mitos dari Timor dalam buku, "Foni Bil Metan" mengungkapkan kesamaan yang selalu muncul dalam budaya Atoni Pah Meto adalah kiasan, cerita dan totem. Dia mengatakan, "Masyarakat NTT enggan berpikir seragam. Keseragaman adalah kemiskinan. Kejamakan justru merupakan kekayaan". Karena itu Ia mencontohkan ungkapan-ungkapan ritmis dalam Bahasa sastra suku-suku Dawan. Mereka suka sekali bicara dalam bahasa dan ungkapan berpasang-pasangan: "feto mone, fetnai nai mnuke" (5) .
Selaras dengan apa yang dikatakan Nuban Timo, demikian pun dalam pemberian nama suku dalam Kerajaan Bikomi dan seluruh wilayah Dawan selalu berpasangan seperti Mone ha -- Nai ha yaitu empat Usif: Atok-Bana, Lake-Sanak. Lalu diperluas lagi kepada para Meo di seluruh wilayah Bikomi yakni Fuka-Tnopo; Taseon-Anunu; Nenes-Hala; Funan-Oetpah dan lain-lainnya.
Itulah sebuah kajian sejarah tentang keberadaan Kerajaan Bikomi di Kabupaten Timor Tengah Utara dilihat dari perspektif kebudayaan. Kerajaan Bikomi sebagai sebuah wilayah otonom dan berdaulat pada zaman dahulu.Â
Tulisan ini tentu saja bertujuan untuk menjadi sebuah studi dan pembelajaran, sebagai upaya pewarisan kepada generasi muda dan generasi mendatang bahwa pernah ada di bumi Timor Tengah Utara ada sebuah kerajaan yang ikut memberi warna pada politik dan kekuasaan di Timor, Pah Meto.Â
Kepada para Kompasianer dari Pah Meto Timor, mari kita berdiskusi untuk saling melengkapi setiap kajian sejarah Timor, agar apa yang tersaji semakin memberi pembelajaran bagi kita dan generasi mendatang. Semoga bermanfaat bagi kita sekalian. Salam Kompasianer!
Atambua, 30.10.2022