Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Musim Kemarau Memuncak, Waspada Kebakaran Hutan dan Lahan

26 September 2022   16:35 Diperbarui: 29 September 2022   11:57 4976
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kebakaran hutan dan lahan. (sumber: Shutterstock.com via kompas.com) 

Di Timor saat ini musim kemarau makin memuncak. Selain kekeringan atau berkurangnya debit air, salah satu hal yang harus diwaspadai adalah kebakaran hutan. 

Menurut laman dlhk.jogjaprov.go.id, kebakaran hutan atau lahan adalah suatu peristiwa terbakarnya hutan atau lahan, baik secara alami maupun oleh perbuatan manusia sehingga mengakibatkan  kerusakan lingkungan yang menimbulkan kerugian ekologi, ekonomi, sosial budaya dan juga politik (1).

Lain lagi definisi kebakaran hutan menurut buku Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut (2005), yaitu suatu peristiwa kebakaran, baik alami maupun  oleh perbuatan manusia yang ditandai dengan penjalaran api dengan bebas serta mengonsumsi bahan bakar hutan dan lahan yang dilaluinya (2).

Kasus kebakaran hutan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Kementerian LHK tahun 2021, hutan dan lahan yang terbakar mencapai 354.582 hektare atau mengalami peningkatan sebesar 19,4% dibandingkan pada tahun 2020 yakni 296.942 hektare.

Menurut data kebakaran hutan dan lahan (karhutla),kasus terburuk di Indonesia terjadi pada tahun 2019 yang membakar 1,6 juta hektare hutan dan lahan. Secara kumulatif di Indonesia, sejak tahun 2016 hingga 2021, ada 3,43 juta hektare hutan dan lahan telah terbakar.

Kasus kebakaran hutan dan lahan makin meningkat, lantas apa yang menyebabkan kebakaran tersebut?

Menurut Wikipedia, ada tiga penyebab alami utama yang menyulut kebakaran hutan yaitu (3)

a. Karena cuaca kering atau musim kemarau

Memasuki musim kemarau, potensi terjadinya kebakaran hutan semakin meningkat. Di Indonesia, khususnya Nusa Tenggara Timur umumnya ketika memasuki bulan Juni hingga Oktober, sudah jarang bahkan tidak sama sekali turun hujan. 

Pada hal kita tahu bahwa tinggi rendahnya intensitas hujan berpengaruh pada jumlah kebakaran yang diidentifikasi dengan adanya hotspot (titik panas). 

Maka makin rendah intensitas curah hujan, akan semakin meningkat pula jumlah hotspot yang ada. Memang harus diakui bahwa cuaca dan iklim memiliki pengaruh terhadap kebakaran hutan, sebab adanya relasi yang saling berkaitan satu sama lain.

b. Sambaran petir 

 Salah satu penyebab kebakaran hutan secara alami adalah akibat adanya sambaran petir. Petir yang menyambar pohon atau semak kering bisa menimbulkan api yang kemudian membuat seluruh hutan ikut terbakar.  

Faktor dan kondisi pendukung lain seperti cuaca, jenis pohon dan lanskap hutan. Namun umumnya kondisi cuaca menjadi faktor utama apalagi jika suhu udara tinggi, dengan curah hujan lebih rendah dan tingkat kelembaban yang juga rendah. 

Hal-hal tersebut bisa menjadi pemicu kemungkinan kebaran yang disebabkan oleh petir. Untuk contoh kasus ini, kita ambil contoh sebagaimana dikutip dari theguardian.com bahwa setiap 10.000 sambaran petir di Amerika Utara, antara dua dan lima sambaran petir tersebut akan memicu kebakaran hutan.

c. Akibat erupsi vulkanik.

Letusan vulkanik gunung berapi juga menjadi faktor alami penyebab kebakaran hutan. Di daerah-daerah bergunung api seperti di Jawa, Sumatera, dan Flores, hal ini biasa terjadi. 

Umumnya kebakaran hutan terjadi akibat lava yang panas yang mengalir akibat dari letusan gunung. Lava atau biasa disebut leleran lava merupakan cairan pekat dan panas yang dapat merusak segala infrastruktur yang dilewatinya. Suhu lava saat erupsi biasa berkisar antara 800 hingga 1200 derajat Celsius.

Kebakaran hutan akibat erupsi gunung berapi pernah terjadi di Indonesia, tepatnya di  Nusa Tenggara Timur  di mana kawasan hutan lindung di sekitar puncak Gunung Ili Lewotolok di Kabupaten Lembata terbakar akibat erupsi gunung.

Sebagaimana diwartakan dalam antaranews.com. Tercatat kobaran api akibat kebakaran hutan tersebut mencapai kurang lebih 1,8 kilometer dari puncak gunung (4).

Selain kebakaran hutan akibat faktor alami ini, faktor penyebab lain juga sangat dominan. 

Perlu diketahui bahwa sebenarnya penyebab langsung kebakaran hutan atau lahan yang paling umum berasal dari manusia ada dua macam, yaitu kebakaran yang disengaja yaitu akibat puntung rokok yang dibuang sembarangan oleh perokok yang tidak bertanggung jawab; dan kedua, akibat pertanian berpindah-pindah alias bertani tebas bakar.  

Kebakaran hutan juga dimulai oleh masyarakat yang melakukan perladangan berpindah, yaitu  ketika lahan baru dibuka biasanya diawali dengan penebangan atau tebas bakar. 

Daerah berhutan atau berbelukar yang ditebas atau ditebangi kemudian dibakar. Akibat dari pembakaran itu terjadilah perambatan api ke areal yang bukan menjadi sasaran pengolahan kebun. Hal ini memicu kebakaran lahan yang lebih meluas.

Kawasan hutan jati Nenuk di Timor yang disebut jalan Tol di Atambua pada musim hujan (Kompasiana.com/Balsius Mengkaka)
Kawasan hutan jati Nenuk di Timor yang disebut jalan Tol di Atambua pada musim hujan (Kompasiana.com/Balsius Mengkaka)

Kembali ke soal kebakaran hutan akibat puncak kemarau di Timor. Berbagai upaya telah dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. 

Misalnya dari pihak pemerintah Kabupaten Belu, khususnya dari Dinas Kehutanan telah memasang peringatan terhadap bahaya kebakaran hutan. 

Demikian pun dari pimpinan tertinggi Gereja Katolik Keuskupan Atambua, Uskup Keuskupan Atambua, Mgr. Dr. Dominikus Saku bahkan mengancam umat dan masyarakat Motabuik yang ada di sekitar hutan jati Nenuk yaitu kawasan hutan lindung yang oleh netizen disebut jalan tol di Atambua-Belu, tidak bisa menjadi paroki apabila di kawasan itu terjadi kebakaran terus menerus. 

"Itu tanggung jawab umat untuk memantau dan menjaga agar bukan saja tidak terjadi kebakaran, tetapi pelestarian hutan lindung ini", kata Uskup Dominikus Saku pada suatu kesempatan penerimaan Sakramen Krisma di Stasi Motabuik.

Uskup Keuskupan Atambua, Mgr. Dominikus Saku: bila terjadi kebakaran di hutan jati, Motabuik tidak akan jadi paroki (sumber: keuskupanatambua.org)
Uskup Keuskupan Atambua, Mgr. Dominikus Saku: bila terjadi kebakaran di hutan jati, Motabuik tidak akan jadi paroki (sumber: keuskupanatambua.org)

Mari kita terus waspada agar tidak terjadi kebakaran hutan. Selamatkan hutan lindung dan lahan kita dari kebakaran, terutama akibat kelalaian kita sendiri. 

"Ingat! Kita boleh kekurangan air, tapi tidak boleh kepanasan akibat kebakaran!" ***

Atambua, 26.09.2022

Sumber Bacaan:

1) dlhk.jogjaprov.go.id.

2) Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut (2005)

3) antaranews.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun