Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gotong Royong atau Tmeoup Tabua dalam Kearifan Lokal Atoin Meto dalam Merawat Bumi Rumah Bersama

1 Agustus 2022   13:05 Diperbarui: 1 Agustus 2022   13:09 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perpaduan gotong royong dan ibadat jalan salib Laudato Si (Sumber: dokpri)

Tmeoup Tabua Kearifan Lokal Merawat Bumi

Masyarakat Dawan atau Atoin Meto sangat kaya dengan kearifan lokal karena bagi mereka kehidupan yang dijalaninya merupakan bagian dari kebijaksanaan. 

Hal itu terlihat dari ungkapan-ungkapan ritmis dalam bahasa sastra Atoin Meto dengan ungkapan yang selalu berpadanan atau berpasangan, tidak ada yang tunggal, misalnya: "feto-mone, fetnai-nai mnuke, amo'et-apakaet": "bapak-mama, laki-laki-perempuan, pencipta-penyelenggara".

Atas dasar itu, penulis akan menampilkan kearifan lokal Atoin Meto dalam bingkai "Tmeoup tabua" sehubungan dengan upaya manusia untuk merawat bumi rumah kita bersama. 

Ada tiga hal yakni pertama kata "Gotong royong" sebagai padanan dari "Tmeoup tabua"; kedua, pekerjaan merawat dan memelihara bumi sebagai kebajikan; dan ketiga, upaya merawat bumi rumah bersama sebagai tujuan.

1. Gotong Royong 

"Tmeoup tabua" adalah suatu kearifan dari masyarakat suku Atoin Meto yang kiranya sama dan sepadan dengan kata 'Gotong royong' dalam masyarakat modern. 

Kata 'Gotong royong' artinya bekerja bersama-sama (tolong - menolong, bantu - membantu). Bergotong royong berarti bersama-sama mengerjakan atau membuat sesuatu.

Dalam Uab Meto, perubahan arti hanya terjadi bila dihubungkan dengan subyek. Misalnya: Hai meoup mibua' artinya kami bekerja bersama-sama; Hi tmeoup tabua' artinya kita bekerja bersama-sama; Sin nmeoup nabuan artinya mereka bekerja bersama-sama.

Bagi orang Atoni Pah Meto, upaya merawat bumi rumah bersama adalah suatu kearifan dan kebajikan. Menurut Anton Bele, seorang peneliti pulau Timor yang terkenal dengan 4N: Nafsu + Nalar + Naluri + Nurani atau Kwadran Bele, 2011, orang Timor adalah orang-orang yang arif dan bijaksana. 

Sebab di mana manusia ada, di situ ia berfilsafat. Semua orang berfilsafat, bukan hanya segelintir orang. Orang Timor juga berfilsafat. Maka orang Timor juga bisa melakukan hal-hal yang besar seperti hidup bergotong royong untuk menjaga dan memelihara bumi ini.

Dalam perbendaharaan kata Atoin Meto, selain 'Tmeouptabua' ada juga dua istilah lain yang hampir memiliki arti yang sama yaitu gotong royong, namun sering dipergunakan pada kesempatan atau kegiatan yang berbeda-beda yaitu kata "Tanonob" dan "Ta o'en".

2. Pekerjaan Memelihara atau Merawat Bumi Sebagai Kebajikan

Tugas manusia seturut amanat Tuhan, Sang Pencipta adalah memelihara dan merawat bumi ciptaan ini supaya menjadi tempat atau rumah bersama bagi manusia. Demikian pun dalam kearifan lokal masyarakat Atoin Meto. Suku Atoin Meto sangat menghormati bumi ciptaan Tuhan ini. 

Karena itu bagi masyarakat Dawan pekerjaan memelihara atau merawat bumi merupakan suatu kebajikan.

Dalam tata bahasa Uab Meto, terdapat dua buah kata yang memiliki arti yang sama yakni memelihara atau merawat. Kedua kata itu adalah "pailouel" dan "painoet". Mari kita lihat kedua kata ini satu per satu yang akan kita persandingkan dengan kearifan "Tmeoup tabua".

a.  Pailouel

Kata "pailouel" berarti memelihara atau merawat. Orang yang bertugas memelihara atau merawat disebut "Apailoulet". 

Misalnya Bapak yang memelihara disebut "Ama Apailoulet"; Ibu yang memelihara disebut "Aina Apailoulet". Karena itu kata "apailoulet" biasanya lebih disandingkan dengan Allah dan alam. Biasanya dalam doa Atoin Meto, mereka menyapa Allah sebagai Bapak sang pemelihara kehidupan. Misalnya: "Ama a moet apakaet, apailoulet ma atukus a nonot kai".[1]

b. Painoet

Kata kedua yang sering dipakai adalah "painoet" yang berarti memelihara, merawat atau mengurus. Orang yang bertugas untuk mengurus atau tukang urus disebut "Apainoet". 

Namun dalam kenyataan kata ini hanya dipakai untuk urusan-urusan yang menyangkut manusiawi belaka dan karena itu jarang digunakan.

Orang yang dalam kehidupannya suka menanam pohon, sudah pasti menjaga dan melestarikan sumber mata air dan sejenisnya. Dalam masyarakat Atoin Meto, mereka selalu dipuji sebagai orang yang rajin, arif dan bijaksana dengan pujian berupa "atoni apailolet".

Untuk itu dalam rangka merawat bumi rumah kita bersama, Atoin Meto dengan predikat "atoni apailolet" inilah yang bisa diajak untuk bekerja sama untuk memelihara atau merawat bumi.  Orang dengan type ini yang harus diajak untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan "besar" merawat bumi karena kenyataannya dia sudah berbuat banyak. 

Dalam hal ini atoni apailolet ini telah memberikan contoh kepada masyarakat melalui apa yang telah dijaga dan dipeliharanya yaitu bumi karena ia memiliki hobi menanam dan memelihara pohon. Pekerjaan itu dilihatnya sebagai upaya bekerja sama dengan Tuhan untuk memperbaiki dunia.

3. Upaya Menyelamatkan Bumi Rumah Bersama Sebagai Tujuan

Paus Fransiskus, Pemimpin tertinggi Gereja Katolik Dunia pada tahun 2015 mengeluarkan sebuah Ensiklik berjudul "Laudato Si". Menurut Paus, bumi sebagai rumah kita bersama seperti seorang saudari yang berbagi hidup dengan kita, dan seperti seorang ibu rupawan yang menyambut kita dengan tangan terbuka. 

Namun, saudari ini sekarang menjerit karena segala kerusakan yang telah kita timpakan padanya, karena penggunaan dan penyalahgunaan kita yang tidak bertanggung jawab atas kekayaan yang telah diletakkan Allah di dalamnya.

Apa yang dikatakan Paus Fransiskus itu memang telah menjadi kenyataan. Sebut saja, polusi dan perubahan iklim, masalah air, hilangnya keanekaragaman hayati, penurunan kualitas hidup manusia dan kemerosotan sosial, yang menyebabkan ketimpangan global. Itu semua disebabkan oleh aneka limbah yang tidak bisa diurai secara biologis dan budaya membuang sampah sembarangan. 

Bumi, rumah kita, mulai makin terlihat sebagai sebuah tempat pembuangan sampah yang besar.

Rintihan ibu bumi karena kesakitan yang disebabkan oleh aneka kerusakan itu telah sampai kepada Tuhan. Cepat atau lambat manusia pasti akan kena getahnya atau imbasnya. Karena itu, tidak ada kata terlambat untuk kita memulai sesuatu untuk menyelamatkan bumi ini sebagai rumah kita bersama. 

Kata Paus Fransiskus, untuk memperbaiki situasi yang begitu kompleks yang dihadapi dunia saat ini tidaklah cukup usaha dari tiap individu untuk memperbaiki diri. Tetapi dibutuhkan kesadaran dan pertobatan ekologis untuk menciptakan suatu dinamisme perubahan yang berkelanjutan, juga merupakan pertobatan komunal.

Pada prinsipnya budaya Tmeoup Tabua merupakan bagian dari cara hidup Atoin Meto, maka segala sesuatu yang dihasilkan melalui kegiatan tmeouptabua itu merupakan hasil karya yang harus dihargai, baik hasil karya pribadi maupun hasil karya orang lain.

Aplikasinya Bagi Kehidupan Atoin Meto di Timor 

Masyarakat Atoin Meto di Timor semakin berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Berhadapan dengan aneka kemajuan itu, Tanah Timor yang dahulu disanjung-sanjung sebagai Timor Manise karena hasil Cendana dan Madu melimpah.

Kini wajah Timor telah berubah. Ketika musim hujan tiba semua petani senang dan bergembira karena di mana-mana pemandangan nan hijau. 

Kawanan sapi, kambing dan kerbau merumput dengan lahapnya. Namun bila kemarau tiba, di mana-mana terdapat 'nusa hitam' karena kering kerontang dan menyebabkan kebakaran di mana-mana.

Maka, melalui kearifan lokal "tmeoup tabua" dan nilai-nilai luhur Pancasila yang dianut bangsa kita, penulis mengajak para anak-anak, generasi muda dan orang dewasa Timor, marilah kita bersama-sama singsingkan lengan baju untuk bekerja sama dan sama-sama bekerja untuk merawat bumi rumah bersama dengan kearifan lokal "Tmeoup Tabua", "Aim ok-oke kit tmeouptabua, he tafena hi' pah meto he nao mat nok alekot". ***

Ilustrasi Tmeoup tabua: Panen anggur perdana di Pantura (Sumber: dokpri)
Ilustrasi Tmeoup tabua: Panen anggur perdana di Pantura (Sumber: dokpri)

Sumber Bacaan:

1. Bele, Antonius (2006). Olah Ulah Bunga Rampai Refleksi Iman, Moral dan Filsafat Pembangunan. Kupang: Gita Kasih.

2. Sanak, Yohanes (2020). Kerajaan Bikomi dan Budaya Puah Manus Dalam Relasi Kuasa Usif-Amaf. Jakarta: Seven Books

3. Sa'u, Tefa, Andreas (2004). Di Bawah Naungan Gunung Mutis. Ende: Nusa Indah.

4. Sa'u, Tefa, Andreas (2020). Kamus Uab Meto Bahasa Indonesia. Jakarta: Perum Percetakan Negara Indonesia.

5. Un Usfinit, Alexander (2003). Maubes Insana Salah Satu Masyarakat di Timor dengan Struktur Adat yang Unik. Yogyakarta: Kanisius.

Atambua, 01.08.2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun