Adapun rumusan doa itu terdiri dari pengantar atau semacam sapaan awal yang bunyinya 'Hoe manu mnes net.... Secara harafiah dapat diterjemahkan dengan 'ayam, beras, pergi.....' Maksudnya memberitahukan kepada para leluhur bahwa kini sedang dihunjukkan persembahan berupa ayam dan beras. Ayam selalu mewakili semua binatang kurban entah babi atau sapi, semua disapa dengan ayam.
Selanjutnya hewan kurban yang telah didoakan kemudian disembelih di bawah haumonef yang darahnya diteteskan pada batu atau faot le'u itu. Lalu hewan kurban dibakar.Â
Bagian-bagian tertentu seperti usus halus dan hati dikeluarkan dengan hati-hati dan ditempatkan pada kasu'i untuk selanjutnya dilakukan upacara Tae Lilo, untuk memastikan nasib dan kehidupan anak cucu di masa depan.
Tekes dan Berkat
Seluruh daging hasil sembelihan itu dibakar atau direbus dengan air lalu dikeluarkan. Pada saat itu juga beras persembahan dimasak dan ditempatkan pada bakul atau nyiru dari daun lontar.Â
Daging rebus yang masih dalam bentuk ikatan atau potongan yang panjang dan nasi disimpan bersama dalam satu wadah sebagai persembahan kepada para leluhur. Itulah yang disebut tekes atau sesajian kepada para leluhur.  Leluhur harus dilayani terlebih dahulu. Sesudah tekes baru dilanjutkan dengan 'tah tekes atau tsiom manikin oetene atau menerima berkat dari para leluhur untuk semua anak cucu.
Jadi setelah tekes tadi didoakan, lalu daging tekes itu diiris kecil-kecil dan dibagikan pada beberapa kasu'i yang dicampur dengan nasi. Langkah terakhir adalah semua anak cucu harus makan dari tekes tersebut sampai habis. Tak boleh ada sisa sebagai tanda persembahan kepada para leluhur dan makan bersama para leluhur untuk mendapatkan berkat.
Makna dan Pesan dari Tradisi Tekes
Tekes bermakna persembahan kepada para leluhur. Hal ini merupakan kewajiban dari seluruh anak cucu atau anggota suku. Tekes tidak dapat dipisahkan dari Tae Lilo.
Tradisi Tekes ini memiliki pesan moral yang sangat kuat yaitu kesatuan antara yang hidup dengan mereka yang telah meninggal dunia terutama para leluhur suku Atoin Meto. Selain itu dengan makan bersama dari satu kasu'i menandakan solidaritas dan kesetiakawanan serta kekeluargaan di antara semua anak cucu atau anggota suku.
Karena praktek ini sering dilihat sebagai penyimpangan dari praktek keagamaan, maka sebaiknya dilakukan atau dipraktekkan semata-mata sebagai warisan budaya. Demikian pun doa-doanya hendaknya dicermati agar memiliki nilai dan pesan teologis yang kuat, agar jangan sampai terjadi sinkretisme agama.