Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Dosen - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Di Timor Ada Tradisi Tae Lilo Setelah Penyembelihan Hewan

9 Juli 2022   22:37 Diperbarui: 10 Juli 2022   16:02 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi penyembelihan hewan kurban| Tribunnews.com/Bayu Indra Permana

Kata peribahasa lama: Lain padang lain belalang, lain lubuk lain ikannya! Tiap-tiap daerah memiliki adat kebiasaannya masing-masing. Perbedaan adat dan kebiasaan itu justru menjadikan kita semakin kaya dalam hal budaya. 

Ketika saudara-saudari kaum Muslimin merayakan Idul Adha, penulis teringat akan sebuah praktik atau kebiasaan lama yang ada pada masyarakat di Pulau Timor. Kebiasaan itu terjadi pada saat penyembelihan binatang kurban. 

Binatang Kurban dan Pengertian Tae Lilo

Biasanya penyembelihan binatang kurban itu terjadi pada saat melakukan upacara adat atau acara syukuran tertentu, seperti sembuh dari sakit, perdamaian atau hasil panen.

Binatang kurban yang disembelih itu berupa sapi, kambing, babi atau ayam. Besarnya binatang kurban tergantung pada jenis acara atau pesta dan jumlah orang yang turut terlibat dalam acara tersebut, karena sesudah acara penyembelihan, seluruh daging binatang kurban itu harus bisa dihabiskan. tidak boleh ada yang tersisa.

Upacara itu dalam bahasa Dawan atau Atoin Meto disebut Tae Lilo, sedangkan dalam bahasa Tetun disebut Leno Urat, yang berarti membaca tanda pada usus halus binatang yang telah disembelih untuk mencari sebab akibat (Andreas Tefa Sa'u: Kamus Uab Meto Bahasa Indonesia,2020: 672).

Atau dengan kata lain, mencari tahu nasib seseorang melalui membaca tanda pada usus binatang. Memang hal atau praktik ini oleh kaum terpelajar dan masyarakat asing seakan-akan tidak percaya sebab bagaimana mungkin nasib manusia dapat diketahui dari usus halus binatang? Bahkan dalam kehidupan beragama, hal ini bisa dikategorikan sebagai kesia-siaan, atau praktik sinkretisme kehidupan beragama.

Tetapi bagi masyarakat adat di Timor sungguh diyakini sebagai petunjuk dari Yang Ilahi. Menurut kepercayaan masyarakat, baik Atoin Meto di Dawan maupun orang Tetun di Belu dan Malaka, melalui binatang kurban yang telah disembeli di sana Yang Ilahi dapat menunjukkan suatu tanda atau simbol yang dapat dibaca oleh orang-orang tertentu sebagai guru atau tua adat. Tidak semua orang bisa membaca tanda atau simbol alam tersebut.

Ilustrasi tata cara penyembelihan hewan kurban (dari ilmuveteriner.com)
Ilustrasi tata cara penyembelihan hewan kurban (dari ilmuveteriner.com)

Bagaimana Tradisi Tae Lilo itu dilaksanakan?

Seperti telah dikemukakan di atas, bahwa Tae Lilo tidak bisa dilakukan pada setiap saat atau sembarang waktu. Juga tidak bisa dibuat oleh semua orang. Hanya pada upacara-upacara tertentu dan hanya bisa dibuat oleh orang-orang yang dikaruniai untuk melakukan hal itu. 

Mari kita lihat langkah-langkah pelaksanaan tradisi Tae Lilo ini:

1. Penentuan hewan kurban

Kita ambil contoh penyembelihan hewan kurban pada saat peresmian rumah adat. Di sana setiap suku membawa hewan kurbannya. Misalnya telah ditentukan bahwa setiap suku membawa satu ekor babi (maaf, di Timor, babi menjadi hewan kurban yang lazim). 

Anggota-anggota suku mengumpulkan sejumlah uang atau barang yang akan dipakai untuk membeli hewan kurban tersebut. Biasanya akan dicari hewan dengan bulu warna tertentu, yang gemuk, tidak boleh terlalu besar (biasanya yang berumur 1 tahun). Jadi masih muda.

2. Didoakan sebelum disembelih

Ketua suku akan mendoakan hewan kurban tersebut, dengan terlebih dahulu mengambil beberapa helai bulu binatang kurban itu disimpan pada suatu wadah bersama sirih pinang. 

Lalu ketua suku akan berdoa kepada Tuhan (Uis Neno A mo'et a pakaet, a pinat a klahat: Tuhan pencipta penyelenggara, yang bersinar dan bercahaya), dan menyebutkan nama semua leluhur yang telah meninggal dunia sebagai Uis neon pala (Tuhan yang paling dekat dengan manusia).

3. Hewan kurban disembelih

Pada tahap ketiga hewan kurban disembelih, kemudian diambil bagian dalamnya berupa usus halus dan hatinya. Ditempatkan pada sebuah wadah, misalnya nyiru dari anyaman lontar atau dulang dan dibawa kepada ketua adat atau orang yang memiliki karunia untuk membaca tanda atau simbol pada usus halus tersebut.

4. Tae Lilo dan hasilnya.

Ketua suku pertama-tama akan memperhatikan hati sapi, babi atau ayam tersebut. Lalu disandingkan dengan simbol yang ada pada usus halusnya. Pada usus halus hewan entah sapi, babi atau ayam, akan terlihat suatu tanda yang dinamakan 'lilo' atau 'paku' atau urat. 

Setelah ketua adat itu memperhatikan letak dari lilo itu, apakah nhaek atau ntup. Bila paku nhaek atau berdiri, tandanya baik. tetapi bila paku ntup atau tidur, berarti tidak baik. Bila tandanya baik, seluruh anggota suku akan berteriak senang. Tetapi bila tidak baik, ada dua pilihan yang akan diambil. 

Pertama, mengganti hewan kurban yang lain.

Kedua, ketua adat harus melakukan doa atau permohonan maaf kepada para leluhur. Kalau mengganti hewan kurban, biasanya dipilih jenis lebih kecil. Misalnya kalau pertama babi, maka untuk memperbaiki cukup menggantinya dengan menyembelih seekor ayam. Begitulah seterusnya hingga hasilnya baik.

Makna dan pesan di balik tradisi Tae Lilo

Pertama, mempersatukan semua anggota suku. Bahwa dengan melakukan tradisi ini semua anggota suku harus bersatu. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Mereka harus bersama-sama melakukan perundingan dan membeli hewan yang sama.

Kedua, ketua suku atau ketua adat masih memiliki peran adat yang besar. Mereka juga bisa dipercaya untuk melakukan ritual adat yang tertujuan untuk memohonkan kesejahteraan bagi semua anggota suku.

Ketiga, manusia bisa membaca tanda atau simbol-simbol alam sebagai tanda-tanda zaman. Namun perlu disadari bahwa meskipun demikian, nasib dan kehidupan manusia seluruhnya tergantung kepada usaha dan perjuangan manusia dan direstui atau sesuai kehendak Tuhan.

Semoga ulasan sederhana ini dapat membantu para pembaca untuk semakin memperkaya khazanah budaya dan mempraktikkannya semata-mata sebagai praktik budaya, bukan menyerahkan seluruh nasib dan kehidupan pada hasil Tae Lilo tersebut. 

Semoga Nama Tuhan lebih dipermuliakan di atas segala-galanya. Ad Maiorem Dei Gloriam. ***

Atambua, 09.07.2022

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun