Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Dosen - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ini Alasan Mengapa Seorang Penulis Tak Pernah Kaya

7 Juli 2022   11:59 Diperbarui: 7 Juli 2022   12:37 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kebanggaan terbesar seorang penulis adalah ketika tulisannya dapat diterima dan diterbitkan, baik dalam majalah atau pun sebagai buku. Banyak penulis yang mensharingkan pengalaman kekecewaannya ketika tulisannya tidak diterima oleh redaksi untuk diterbitkan dalam majalah, baik dalam media cetak maupun elektronik.

Ada juga sharing tentang betapa senangnya seseorang penulis ketika untuk pertama kali sebuah tulisannya bisa lolos ke suatu majalah atau surat khabar. Mengingat adanya syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi hingga sebuah tulisan bisa diterima untuk diterbitkan. 

Saya punya pengalaman beberapa kali tulisan saya ditolak untuk dimuat pada majalah karena:

Pertama, isinya tidak sesuai dengan misi majalah tersebut, misalnya sebuah majalah pendidikan, sementara tulisan yang dikirimkan tentang hal lain; 

Kedua, tulisan yang dikirimkan tidak lagi up to date, misalnya sebuah liputan yang tidak up to date lagi. Tulisan untuk surat khabar berita harian, tentu berbeda dengan mingguan atau bulanan.

Ketiga, tulisan yang dikirimkan tidak mencerminkan kaidah 5 W 1 H yaitu pertimbangan apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana. Serta beberapa syarat tambahan lain yang mungkin harus dipenuhi agar sebuah tulisan bisa dimuat pada majalah tertentu.

Selain tulisan seorang penulis bisa tembus ke majalah, seorang penulis juga berharap jika tulisan-tulisannya bisa diterbitkan menjadi sebuah buku. Memang tidak mudah bagi seorang penulis untuk menerbitkan tulisannya menjadi buku. Ada beberapa pertimbangan yang menjadi syarat yang ditetapkan oleh sebuah penerbit buku. Syarat yang menjadi pertimbangan sebuah penerbit tidaklah sama untuk semua penerbit lainnya.

Pertama-tama tentu naskah buku atau draft buku harus sudah siap. Sesudah itu barulah kita berpikir tentang penerbit mana yang kita mau tawarkan. Dan ketiga adalah soal biaya cetak. 

Sebenarnya ada dua macam pertimbangan atau pilihan, sebuah buku untuk diterbitkan oleh penerbit.

Pertama, naskah buku diterima untuk diterbitkan oleh penerbit dan seluruhnya menjadi tanggung jawab penerbit. 

Itu artinya tulisan dalam buku yang rencana untuk menjadi buku itu telah memenuhi syarat penerbitan. Sesuai pengalaman saya menerbitkan beberapa buku, bila penerbit telah menyatakan naskah buku lolos untuk terbit, berarti seluruh proses, termasuk biaya cetak dan pemasaran ditanggung oleh penerbit. 

Ini tentu merupakan khabar gembira yang menyenangkan. Penerbit akan memberikan surat kontrak dengan penulis, di mana penulis hanya akan mendapatkan royalty dari penjualan buku tersebut. 

Misalnya sebuah buku dicetak sebanyak 1.000 exemplar, dengan harga jual per-buku Rp 25.000. Hampir semua penerbit memberikan perhitungan sebagai berikut: penulis mendapat royalty 10% per-buku yang laku terjual; penjual menerima royalty 20% per-buku yang laku terjual; sedangkan penerbit mendapat 70% per-buku yang terjual. Royalty kepada penulis sebesar 10% itu pun akan diberikan setiap semester berdasarkan buku yang laku terjual.

Jadi bila sebuah buku dengan harga Rp 25.000 dikali 1.000 menjadi Rp 25.000.000 bila semuanya laku terjual. Penulis akan menerima royalty sebesar Rp 2.500.000 (dua setengah juta rupiah), penjual mendapatkan Rp 5.000.000 (lima juta rupiah), sedangkan penerbit mendapatkan Rp 17.500.000 (tujuhbelas juta limaratus ribu rupiah).  

Keuntungannya: penulis tidak perlu mengeluarkan uang untuk biaya cetak; penulis tidak perlu pusing tentang pemasaran; buku-buku akan terpampang juga di toko-toko buku yang bekerja sama dengan penerbit. Misalnya buku kita juga bisa dijual di Toko Buku Gramedia.

Kerugiannya: Hanya mendapat sedikit royalty. Itu pun akan diterima setiap 6 bulan sesuai jumlah buku yang laku terjual.

Kedua, naskah diterima oleh penerbit untuk diterbitkan, tetapi seluruh biaya cetak dan pemasaran ditanggung oleh penulis sendiri. Itu disebut books on demand artinya buku dicetak atas  permintaan penulis sendiri. Paling-paling penerbit mengusahakan ISBN dan lay-out. Misalnya buku yang dicetak  sebanyak 1000 exemplar dengan harga Rp 25.000. Maka penulis harus menyiapkan uang sebanyak Rp 25.000.000.

Keuntungannya: penulis bisa menentukan harga jual sendiri. Bisa mendapatkan banyak keuntungan.

Kerugiannya: Harus siapkan sejumlah uang sesuai perhitungan penerbit. Tanggung resiko bila buku tidak laku terjual.

Berdasarkan kedua pertimbangan ini di mana hampir kedua-duanya sama saja, punya keuntungan, juga punya kerugian. Karena kedua pertimbangan tersebut, Romo Magnis Suseno, SJ seorang Imam dan Penulis Buku terkenal pernah mengatakan bahwa seseorang tidak pernah akan menjadi kaya dengan menulis buku. 

Itu tadi alasannya. Kalau naskah bukunya diterima oleh penerbit, maka dia hanya akan menerima royalty 10%. Itu pun akan dibayarkan setiap 6 bulan. Syukur-syukur kalau bukunya laku terjual cepat. 

Tetapi bila penulis menanggung sendiri biaya cetak, dia harus memasarkan bukunya sendiri. Kapan seluruh buku laku terjual supaya ia mendapatkan kembali modalnya?

Itulah suka duka menjadi penulis buku.  Selain yang dikatakan Romo Magnis Suseno, benar juga kata-kata Bayu Dewantara, "Menulis untuk menjadi kaya? Anda terlalu naif bung".

Maka daripada bercita-cita untuk menjadi kaya dari menulis buku dan tak bakalan tercapai, lebih baik menulis buku dengan motivasi untuk menyalurkan hobi dan agar orang lain bisa membaca gagasan-gagasan kita, suatu kepuasan batiniah yang akan menjadi obat penenang dan penyembuh yang luar biasa. Itu akan lebih mulia dari pada uang yang tak kunjung datang! Selamat merayakan Hari Perpustakaan. ***

Atambua, 07.07. 2022

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun