Menarik bahwa Kompasiana mengangkat isu pornografi online yang sedang mengintai anak-anak. Dewasa ini pornografi bukan hanya rentan dialami oleh orang dewasa dan kaum muda, tetapi tidak terkecuali juga anak-anak, karena sejak kecil terutama dengan adanya pandemi covid-19, anak-anak sudah mulai bergaul dengan teknologi digital melalui pembelajaran secara daring.Â
Yang ditakuti sekarang adalah penyusupan konten-konten pornografi oleh pihak-pihak atau orang-orang tertentu yang tidak bertanggung jawab dalam konten pembelajaran. Bukan tidak mungkin, sebab dunia sekarang ini yang paling ditakuti adalah pengrusakan generasi melalui teknologi digital. Pada hal anak-anak adalah masa depan bangsa ini. Apabila anak mulai dirasuki dengan pornografi, dengan sendirinya akan merusak masa depannya. Kalau anak-anak mulai terpapar, mereka tidak tanggung-tanggung bisa membeli konten tersebut, seperti yang dilakukan oleh artis komedian Marshel dan lain-lain.
Berhadapan dengan fenomena ini diperlukan cara atau strategi tertentu untuk mengawasi agar anak tidak terpapar pornografi online. Untuk itu, kami menawarkan tiga (3) tips atau strategi yang apabila dilakukan dengan baik dan sungguh-sungguh secara ketat, niscaya dapat menghindarkan putera-puteri kita dari bahaya terpapar pornografi online ini.
Tips pertama: Membatasi waktu anak menggunakan HP.Â
Satu cara untuk mengawasi anak agar dia tidak terpapar konten pornografi online adalah membatasi waktu mereka untuk menggunakan handphone. Ada rupa-rupa pembatasan waktu bagi mereka dalam menggunakan HP. Misalnya anak hanya menggunakan HP pada saat mengikuti pembelajaran online atau daring, selain itu tidak menggunakan HP. Selain itu, anak-anak juga bisa dibatasi waktu penggunaan HP, misalnya pada jam studi atau belajar, tidak diperbolehkan menggunakan HP.
Sebagai contoh:Â
Anak kami yang bungsu saat ini kelas V Sekolah Dasar. Ia tidak dibelikan HP sendiri. Kalau dia mau bermain atau mengikuti pelajaran online, dia harus memakai HP milik bapa atau ibunya. Dan sesudah itu, dia harus menyerahkan kembali HP kepada bapa atau ibunya. Sedangkan kakaknya yang memiliki HP tidak diperkenankan memakai atau menggunakan HP pada jam studi di rumah yaitu antara pukul 18.00 s.d. 19.30.Â
Dengan pembatasan ini diharapkan anak tidak terlalu banyak waktunya untuk mengakses konten-konten yang ada dalam HP, termasuk konten yang bernuansa pornografi.
Tips kedua: Secara berkala memeriksa histori HP milik anak.
Pada dasarnya anak-anak memiliki rasa ingin tahu, bahkan terhadap hal-hal yang baru atau yang dianggap tabu oleh masyarakat. Mereka suka mempertanyakan alasan mengapa hal ini atau itu dilarang? Karena itu, sering dengan diam-diam mereka mau mencari tahu isi dari konten-konten tertentu yang ada di HP atau pun di Laptop.
Untuk itu sebagai orang tua, kita berkewajiban untuk memeriksa histori HP milik anak atau remaja. Bisa saja kita mendapat perlawanan dari mereka karena menganggap kita melanggar privasi mereka. Kita sebagai orang tua perlu menjelaskan kepada mereka maksud pengawasan tersebut. Apabila mereka melawan, itu suatu alarm atau tanda bisa saja ia sudah mulai mengakses konten pornografi sehingga ia melawan untuk diperiksa historinya.
Berhadapan dengan fenomena perlawanan anak atau remaja tersebut, orang tua mesti bersikap sebagai pendamping yang baik, dalam arti tidak menggunakan kekerasan, tetapi sebaliknya dengan cara yang lembut dan bernilai paedagogik.
Tips ketiga: Tidak membiasakan untuk menenangkan anak yang rewel atau menangis dengan memberikan HP.
Banyak praktek yang salah yang dilakukan oleh para orang tua zaman now. Setiap kali anak rewel atau menangis langsung diberikan HP. Dengan itu anak berhenti menangis atau tidak rewel lagi.
Dalam rangka mengawasi atau membatasi anak agar tidak terpapar pornografi online, cara mendidik yang tidak paedagogik ini sebaiknya tidak diterapkan. Sejak anak balita, tidak boleh dibiasakan selalu menggunakan HP untuk menenangkannya saat ia rewel atau menangis. Sebab hal itu akan menjadi tendensi yang tidak baik bagi pendidikannya selanjutnya.
Sebaliknya anak mesti dibiasakan sejak dini untuk membaca buku bukan membaca HP. Anak mesti dibiasakan sejak dini sesuai usia dan jenis kelamin mengenal anak-alat permainan dan belajarnya. Misalnya anak perempuan bermain dengan boneka, balon dan bunga. Sedangkan anak laki-laki bermain dengan bola, kelereng dan gambar. Dengan itu, anak sejak balita tidak dibiasakan untuk selalu memegang HP.Â
Maka dengan dan melalui pengawasan yang ketat terhadap anak-anak dari bahaya pornografi online, kita telah menyelamatkan mereka dari rencana jahat kelompok atau orang lain untuk menghancurkan masa depan mereka. Sekali lagi, anak-anak adalah masa depan bangsa. Rusak anak-anak, rusaklah bangsa ini! Kita semua tentu saja tidak menginginkan hal itu terjadi, bukan?
Atambua, 11.04.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H