Mohon tunggu...
Yosef MLHello
Yosef MLHello Mohon Tunggu... Dosen - Bapak Keluarga yang setia. Tinggal di Atambua, perbatasan RI-RDTL

Menulis adalah upaya untuk meninggalkan jejak. Tanpa menulis kita kehilangan jejak

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Nasib Sopir ODOL: Antara Tuntutan Perut, Nyawa dan Aturan

5 Maret 2022   20:25 Diperbarui: 5 Maret 2022   20:30 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Kemarin ketika dalam perjalanan pulang dari Kefamenanu, ibu kota Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), mobil yang kami tumpangi dengan perjuangan yang cukup berat akhirnya melewati sebuah truk ODOL yang berada di depan kami.  Saya memberitahukan teman di sampingku, itu namanya truk ODOL. 

"Apa artinya ODOL," tanya temanku.

 "ODOL itu singkatan dari Over Dimension Over Loading", jawabku.

Selanjutnya saya menjelaskan. Disebut ODOL karena truk-truk yang membawa muatan yang banyak itu, tidak sesuai dengan standar muatan, bahkan melebihi badan mobil, sehingga melebihi batas beban yang seharusnya.  Bagaimana menilai bahwa truk itu membawa muatan melebih standar?

Secara kasat mata, kita sudah bisa mengatakan bahwa muatan truk itu melebihi kapasitas karena melebihi batas muat atau melewati batas atas mobil. Biasanya ditutupi dengan terpal. Jalannya terseok-seok hampir menutupi badan jalan. Apalagi keadaan jalan lintas Timor yang seharusnya tidak layak untuk dilewati oleh truk-truk ODOL itu. 

Dengan kehadiran truk-truk odol tersebut menyebabkan kondisi jalan cepat rusak (berlubang) akibat beratnya truk yang besar dengan muatan yang overload.

Selain itu jalan trans Timor yang sempit yang hanya bisa untuk dilewati dua mobil standar menjadi lebih sempit lagi, sehingga untuk mendahului truk-truk odol itu dibutuhkan kesabaran dan tingkat konsentrasi lebih, karena sering kita harus keluar dari bahu jalan. Apalagi kalau truk-truk odol ini berjajar dua sampai tiga mobil. Wah, susahnya untuk mendahului.

Oke, itu sekilas tentang truk Odol dan keadaan jalan trans Timor yang harus dilewatinya.

Dalam tulisan ini, saya mau menyoroti tentang nasib seorang sopir atau driver truk ODOL. Pernah suatu kesempatan, saya bertanya kepada seorang sopir, namanya Max (bukan nama sebenarnya).

Saya menanyakan kepadanya.

Saya   : "Apakah Max tidak takut menjadi sopir truk yang besar itu?"

Max   : Mula-mula saya takut, bukan karena mobilnya yang besar, tetapi karena muatannya yang melewati standar. Sebab kalau 

               dilihat dari mobilnya, tidak sulit karena ada kemudahan dalam mengendarainya.

 Saya : Apakah kamu tidak takut celaka?

Max   : Saya berusaha untuk hati-hati, tetapi namanya kecelakaan ya kita tidak tahu. Kita serahkan saja pada Tuhan.

Demikian tanya jawab singkat kami.

Dari wawancara singkat ini lalu saya berusaha mengambil suatu kesimpulan yang sederhana bahwa:

1.   Mau tidak mau, Max sebagai sopir truk odol itu harus menjalaninya karena sekarang ini cukup sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Dalam hal ini tuntutan perut. Baik pribadi, maupun keluarga dalam hal ini isteri dan anak-anak di rumah. Mereka perlu makan dan minum. Maka biarpun sedikit takut dan terancam, toh harus menjalaninya demi kehidupan keluarga.

2.  Nyawa selalu menjadi taruhan. Menjadi sopir truk odol dengan muatan yang sarat dan berat dengan jarak yang jauh antar pulau penuh dengan resiko. Diantaranya resiko kecelakaan. Muatan yang berat, medan dan kondisi jalan trans Jawa, Flores hingga Timor yang memprihatinkan menjadi tantangan tersendiri.

3.  Di satu pihak ada peraturan jalan raya yang harus dipenuhi. Dalam hal ini para sopir truk odol berada dalam situasi dilematis. Apakah mereka harus memilih untuk mendahulukan aturan perlalulintasan dan mereka harus kehilangan pekerjaan?  Ataukah mereka harus mengabaikan aturan lalu lintas itu, tetapi beresiko pada kehilangan nyawa karena kecelakaan?

Para sopir truk odol itu, selalu berhadapan dengan tiga pilihan ini. Ketika setiap kali mereka mengambil keputusan untuk melakukan perjalanan jauh membawa muatan yang begitu banyak  yang melebihi kapasitas muat truk biasa, mereka mempertaruhkan nyawa mereka demi tuntutan perut isteri dan anak-anak-anak di rumah. Mereka harus sedikit 'melawan' aturan lalu lintas. 

Sebab mereka dituntut oleh perusahaan, untuk membawa muatan sesuai pesanan. Apabila mereka tidak membawa muatan sesuai pesanan, itu artinya mereka tidak bisa mendapatkan 'jatah makan' termasuk untuk mereka semua di rumah. Maka meskipun berat dan bertentangan dengan aturan lalu lintas, mereka harus jalani dengan penuh resiko, demi tanggungjawab mereka sebagai seorang suami bagi isteri dan bapak bagi anak-anak. ***

Atambua, 05.03.2022

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun