Sebuah pengalaman tragis terjadi
Hari itu tanggal 1 November 1999. Kami bersama lima orang dokter hendak mengadakan pelayanan kesehatan di kamp-kamp pengungsian di Betun (kini ibu kota kabupaten Malaka), kurang lebih 80 kilometer dari Atambua.Â
Saya dan Sr. Florida SSpS (almarhum)  bersama driver Yoseph Sasi menggunakan hardtop Perdhaki membawa obat-obatan dan makanan. Sedangkan para dokter bersama driver Jeremias Sasi menggunakan mobil Rover yang diberikan oleh Bapak Frans Seda dari Jakarta. Kami bergegas keluar dari Istana Keuskupan menuju Betun. Mobil kami didaulat untuk berada depan, sementara mobil yang membawa para dokter mengikuti kami dari belakang.
Suasana waktu itu masih terasa sangat mencekam. Para pengungsi berseliweran memasang tenda-tenda di kiri kanan jalan. Suatu pemandangan  yang sama sekali lain dari tahun-tahun sebelumnya.
Di sepanjang jalan kami bertemu dengan banyak kendaraan membawa para pengungsi. Kami sebagai relawan sedang mengalami ujian yang berat. Mobil kami terus melaju menuju Betun. Kami sudah mendekati suatu wilayah yang juga banyak pengungsinya. Kira-kira lagi satu kilometer kami akan memasuki wilayah Malaka Timur.
Sebuah insiden terjadi. "Prak...." terjadi tabrakan antara mobil kami dengan sebuah kijang panther yang sedang melaju dari arah Betun. Tabrakan tidak bisa dihindari. Mobil hardtop yang kami tumpangi tinggal sedikit saja masuk ke rumah warga. Sedang mobil yang dari depan langsung taduduk (bahasa Kupang).Â
"Prang....", terdengar bunyi tembakan.Â
"Abiskan mereka", teriak seseorang yang berseragam Brimob, berambut panjang dan mengendarai sepeda motor trail kuning. Saya mendengar sendiri teriakan itu. Kami ketakutan! Saya bergegas turun dari mobil. Untunglah. Ternyata pemilik mobil kijang adalah seorang perwira polisi. Kami tidak diapa-apakan, driver kami dinasehati lalu kami diizinkan untuk melanjutkan perjalanan ke Betun. O Tuhan, terimakasih atas perlindungan-Mu bagi kami. Kalau tidak kami sudah jadi abu!
Menjadi relawan kemanusiaan itu tidak gampang. Dibutuhkan kerelaan untuk berkorban, rela untuk tidak mendapatkan upah, atau upah bukanlah hal yang utama. Bersiap-siaplah selalu untuk mendapat teror bila perlu. Â Apalagi menjadi relawan dalam urusan korban politik seperti ini.
Atambua, 03.02.2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H