"Maaf, nggak jadi, Mbak"
Petugas: Bisa setengahnya dulu kok"
Saya: "Nggak usah. Makasih, Mbak.
Saya keluar, menuju kendaraan. Sambil pasang helm, saya teringat kata rekan sekantor sore tadi: Di dokter spesialis itu aja, bagus, murah meriah lagi. Hmm.. Benar juga, lagi pula tak jauh dari rumah, pikir saya.
Ternyata di luar dugaan. Kalau dikalkulasikan "Biaya melihat wajah dokter" dan Biaya menebus obat, totalnya mencapai Rp 415 ribu. Bukan murah meriah lagi, terlalu mahal. Akhirnya saya putuskan menuju dokter langganan kantor yang jaraknya cukup jauh dari rumah. Ternyata sudah ramai orang menunggu, saya dapat nomor antrian nomor 22.
"Ibuk maaf sudah nomor antrian berapakah di dalam?"
"9," katanya.
Saya: ........
Saya duduk di kursi. Terlihat orang jual ketoprak di seberang jalan. Terlihat pecel lele di seberang jalan. Lapar, tapi kaki kanan "merengek" kalau diajak melangkah. Badan panas dingin pula katanya. Akhirnya saya panggil penjaga makanan kecil di dekat ruang tunggu.
"Mas, air mineralnya satu dong"
"Silakan ambil, Mas"