Mohon tunggu...
Yosephine Asmara
Yosephine Asmara Mohon Tunggu... Guru - This is my life

Tuangkan pikiranmu dalam sebuah tulisan yang akan menjadi sebuah cerita dan sejarah hidupmu

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tentang Pria yang Aku Kenang dan Aku Banggakan

6 Desember 2021   13:29 Diperbarui: 6 Desember 2021   13:42 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

(Surat terbuka untuk ayah, ayah aku putrimu)

Ayah, sudah lama aku ingin mengobrol dekat denganmu. Sayangnya, waktu sudah terlampau jauh untuk aku mengingat masa itu.

Tak banyak masa untuk aku mengingat bagaimana kedekatan aku denganmu dulu. Waktuku masih aku habiskan untuk bermain dan bersenang senang dengan teman sebayaku.

Mengingatmu adalah sosok pria yang luar biasa. Sekilas, Ayah memang terkesan punya karakter yang keras. Apalagi ketika aku harus belajar. Semua energimu harus terkuras untuk mengajari sehingga aku bisa berada dititik ini.

Aku kagum dengan bagaimana cara Ayah dulu memperlakukanku. Diajaknya aku ke atap rumah, ditunjukkannya padaku bintang yang bercahaya. Begitu istimewa aku menjadi putrimu ayah.

Ingatanku mengenang dirimu yang tak pernah Lelah bekerja untuk kami. Bahkan saat jarak harus memisahkanmu dengan aku dan ibu tetap kau lakukan demi keluarga kecilmu. Seumur hidupmu, aku tidak pernah sekalipun melihat ayah bermalas-malasan bekerja.

Terima kasih sudah selalu mengirim surat cintamu untuk ibu dan aku dan mengingatkan ibu untuk selalu menjaga aku. Ayah memiliki cara yang berbeda untuk menyanyangi kami dan menjaga kami.

Belum ada yang bisa aku lakukan untukmu dulu ayah, hanya rengekan tangisan yang aku berikan saat ayah harus berangkat bekerja untuk beberapa bulan.

Sebagai anak, tentu tak jarang aku melakukan kesalahan yang membuat ayah kesal. Walaupun begitu ayah tak pernah berlaku kasar ataupun mengucap perkataan cacian. Sungguh aku kagum akan dirimu ayah. Aku percaya, cinta ayah tidak ada bandingannya. Ayah menunjukkannya setiap hari walau tak pernah mengatakannya.

Sungguh akupun ingin memiliki pendamping sepertimu, tetapi mungkinkah di luar sana ada laki-laki yang sehebat dirimu?

Sampai diakhir dirimu harus pergi meninggalkan kami, tak pernah ada keluh kesah yang ayah sampaikan kepada kami.

Aku tumbuh dengan rasa rindu yang terus ada untukmu. Ingin rasanya melewati pertumbuhan pra remaja, remaja dan dewasaku dalam pendampinganmu. Ingin rasanya berdiskusi denganmu tentang banyak hal, ingin rasanya beradu pendapat denganmu yang membuktikanku bahwa aku juga memiliki pendapat. Ingin rasanya bersandar dalam pelukanmu dan menangis kalau aku lelah bekerja. Ingin rasanya diingatkan jangan tidur larut malam hanya untuk mengerjakan dateline. Ingin rasanya ayah kunjungiku saat aku sudah terlelap tidur, ingin rasanya ayah mengusap kepalaku, ingin rasanya ucapan "nduk" terniang sampai sekarang.

Diakhir suratku untukmu.

Ayah tentu tahu bahwa aku sangat mengidolakanmu. Bahkan kelak aku memiliki seorang putra dan putri, aku mau dia menyadari begitu berharganya seorang ayah dan aku akan menceritakanmu sebagai kakek yang luar biasa untukku.

Tentang harapan-harapanku ayah mengetahuinya.

Dari aku, putri yang mengenang dan bangga kepadamu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun