Mohon tunggu...
Yosaphat
Yosaphat Mohon Tunggu... Mahasiswa - Education Enthusiast

sedang belajar..dan terus belajar..

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan dan Peluang Mandat Injili di Era Postmodernisme

19 November 2021   15:15 Diperbarui: 19 November 2021   15:24 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

A. Pendahuluan

Saat ini postmodernisme yang telah diadopsi dan dihidupi oleh banyak orang telah mengarah kepada relativisme, suatu pemikiran yang menyatakan bahwa semua kebenaran adalah relatif. Itu berarti apa yang benar untuk satu kelompok belum tentu benar bagi semua orang. Contoh yang paling jelas adalah moralitas dalam hal seksualitas. Kekristenan dengan jelas mengajarkan bahwa hubungan di luar nikah adalah perbuatan dosa (Ibrani 13: 4). 

Namun penganut paham postmodernisme akan mengatakan bahwa pandangan dan aturan seperti itu hanya untuk kelompok orang Kristen tertentu saja, tetapi tidak berlaku untuk mereka yang tidak mengikuti Yesus Kristus atau memiliki pemahaman yang berbeda mengenai hubungan diluar nikah ini. Oleh karena itu, moralitas seksual telah menjadi sangat permisif di dalam komunitas dan masyarakat terutama beberapa waktu belakangan ini. 

Pemahaman ini juga berdampak kepada masalah-masalah sosial lainya termasuk hal-hal yang dikatakan masyarakat sebagai perbuatan yang salah seperti penggunaan narkoba atau pencurian, menjadi permisif dan belum tentu salah bagi orang lain. 

Oleh karena itu, pemahaman mengenai  postmodernisme dan implikasinya serta menanggapinya dan bereaksi dengan benar sangat penting bagi orang Kristen dan Gereja di terutama di masa kini dalam rangka  memenuhi amanat Injili yang diberikan oleh Yesus(Matius 28:16-20).

B. Mandat Injili

Mandat Injili merupakan bagian dari Amanat Agung yang tertulis di dalam Matius 28:19-20 yaitu "Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu. 

Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman." Amanat ini menjadi dasar bagi pengabaran Injil keseluruh dunia dan ditujukan kepada seluruh pengikut Kristus, bukan hanya kepada para rasulNya. Memberitakan Injil dan menjadikan semua bangsa sebagai murid Yesus adalah tujuan utama bagi pengikut Kristus yang sejati. 

Melihat dunia yang saat ini sedang terhilang dan membutuhkan keselamatan, Yesus mengatakan bahwa Dia adalah jalan dan kebenaran dan hidup, dan tidak ada seorangpun yang dapat datang kepada Bapa kalau tidak melalui Yesus (Yohanes 14:6), oleh karena itu penginjilan diperlukan agar setiap orang dapat mendengar dan dapat diselamatkan. 

Gereja merupakan Mandat Injili itu sendiri bukan hanya perintah Allah, tapi juga merupakan rencana Allah, oleh sebab itu gereja dan orang Kristen harus diperlengkapi dengan ajaran Kristus sehingga mereka mendapat pimpinan Roh Kudus untuk keluar memberitakan Injil.

C. Postmodernisme

Kemunculan dan gambaran mengenai postmodernisme masih menjadi perdebatan saat ini, namun berhubungan dengan natur dan aspek postmodernisme itu sendiri, definisi mengenai pemahaman ini bervariasi. 

Postmodernisme dikenal sebagai filsafat yang mengatakan bahwa kebenaran mutlak tidak ada. Secara sederhana Duignan (2020) mendeskripsikan postmodernisme sebagai gerakan akhir abad ke-20 yang dicirikan oleh skeptisisme, subjektivisme, atau relativisme yang luas; kecurigaan umum atas suatu alasan; dan kepekaan yang tajam terhadap peran ideologi dalam menegakkan dan mempertahankan kekuasaan politik dan ekonomi.

Postmodernisme saat ini berkaitan erat dengan kondisi relativitas, dimana kehidupan berjalan tanpa aturan untuk membimbing dalam pencarian untuk memahami realitas dan kebenaran. Seperti yang dikatakan Gene Veith, dalam postmodernisme "... Intelek digantikan oleh kehendak. Akal digantikan oleh emosi. Moralitas digantikan oleh relativisme. Realitas itu sendiri menjadi konstruksi sosial." (Veith, 1994).

D. Tantangan Dan Peluang Penginjilan di Dunia Postmodernisme

Penganut postmodernisme menolak keyakinan atas kebenaran mutlak akan Tuhan-nya yang dipercayai oleh orang Kristen. Kinnaman dan Lyons (2007) mengungkapkan bahwa penganut postmodernisme berusia dewasa muda menggambarkan orang Kristen sebagai sekelompok orang yang anti-homoseksual (91 persen), menghakimi (87 persen), munafik (85 persen), kuno (78 persen), terlalu terlibat dalam politik (75 persen), tidak berhubungan dengan kenyataan (72 persen), tidak peka terhadap orang lain (70 persen), membosankan (68 persen), tidak menerima pemeluk agama lain (64 persen), membingungkan ( 61 persen). Hal ini menggambarkan jurang yang begitu dalam antara orang Kristen dan orang-orang penganut postmodernisme. 

Hal ini menjadi tantangan yang sangat besar bagi orang Kristen yang mendapat mandat injili yang ingin menjalankan tugas tersebut di dunia yang sangat erat dengan postmodernisme. 

Tugas terberat adalah menyampaikan Injil kepada seseorang yang tidak tertarik atau lebih buruk lagi seseorang yang sangat kecewa terutama yang pernah menjadi Kristen dan tidak menginginkan untuk mempercayai Kekristenan lagi. 

Namun, jika perspektif penganut postmodernisme dapat dipahami maka tantangan ini akan menjadi kesempatan dan peluang bagi orang Kristen untuk menjangkau mereka. 

Rohde (2000) mengidentifikasi seseorang yang menganut postmodernisme diantaranya mencari kebenaran yang cocok, hanya bisa mencoba melihat hidup dari sudut pandang sendiri; kenyataan terlalu rumit untuk mengerti semua, tertarik dengan nilai-nilai kelompok dan komunitasnya, percaya untuk menjadi toleran, percaya dalam membiarkan orang lain hidup seperti yang mereka inginkan, tidak suka ketika orang berdebat tentang bagaimana kelompok atau kepercayaan orang lain lebih baik, ingin jawaban praktis untuk hidup; tidak tertarik pada skema idealis, curiga dengan skema yang mencoba menjelaskan semuanya atau memberikan jawaban yang sederhana untuk pertanyaan yang kompleks, ketika orang berbicara tentang skema ini, akan dianggap sebagai "kebisingan" untuk diabaikan, suka memiliki sekelompok teman dekat yang dengannya berbagi nilai-nilai yang sama, tidak suka agama institusional, memiliki keinginan samar untuk spiritualitas non-institusional tapi tidak tahu caranya untuk menemukannya.

Jika dilihat uraian diatas, maka terlihat jelas bahwa seseorang yang menganut paham postmodernisme memiliki kebutuhan pemenuhan spiritual dan pencarian akan kebenaran yang tidak bisa didapat hanya dengan mengaktualisasikan dirinya sendiri. Alkitab yang dipahami dan dihidupi oleh Kristen dapat menjadi jawaban bagi mereka. Namun yang perlu diperhatikan adalah strategi yang benar dan tepat untuk dapat memperkenalkan Firman Allah kepada mereka.

        Hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Pemahaman Kekristenan yang menyeluruh.
Kegagalan memahami Kekristenan secara menyeluruh akan membahayakan dirinya sendiri. Pemahaman tentang Alkitab yang menjadi prinsip-prinsip di dalam kehidupan orang Kristen harus secara menyeluruh agar dapat menjawab kebutuhan akan kekosongan spiritual mereka dan juga menjawab pertanyaan-pertanyaan yang bagi mereka kontradiktif dan dan kontroversial dengan apa yang mereka pahami. 

Oleh karena itu, pembelajaran Alkitab akan sangat diperlukan agar seorang Kristen dapat berlatih dan menghidupi prinsip-prinsip kebenaran Allah di dalam Alkitab.  

2. Memiliki kerendahan hati.
Yesus adalah role-model yang sempurna dalam hal kerendahan hati. Yesus melayani dengan kerendahan hati karena kerendahan hati menjembatani perbedaan-perbedaan sosial. 

Hal ini terbukti dengan bagaimana Yesus dapat menjangkau murid-muridNya dengan berbagai latar belakang serta orang-orang awam yang memiliki level sosial yang berbeda dari tertinggi sampai terendah namun mereka mau mendengarkan dan mengikutiNya. 

Orang Kristen harus menghindari stereotip orang Kristen yang keras dan suka menghakimi, sebaliknya dengan menunjukkan kerendahan hati sebagai salah satu prinsip yang diajarkan oleh Alkitab akan menjadi contoh hidup kehidupan yang benar di dalam Kristus.    

3. Membangun hubungan yang berkualitas.
Seorang penganut postmodernisme selalu melihat spiritualitas dalam kehidupan seseorang yang dia percaya. Keterbukaan mereka dalam pencarian kebenaran membuka kesempatan untuk mengeksplorasi spiritualitas secara bersama-sama. 

Kegiatan eksplorasi ini dapat dilakukan tidak hanya secara individu tetapi juga dalam komunitas yang mencari hubungan dengan Yesus dan rencana Allah di dalam keselamatan yang dipenuhi oleh Yesus. 

Ketika ia menemukan spiritualitas dalam bentuk buah Roh dalam kehidupan teman-temannya, dalam hubungan yang dalam satu sama lain dan dalam keindahan penyembahan secara bersama-sama, maka akan terbentuk ikatan dan hubungan yang dalam, kuat dan berkualitas. Kelompok atau komunitas ini akan menjadi tempat yang aman buat mereka dapat bertumbuh dewasa rohani.

4. Memperkenalkan Alkitab sebagai sumber kebenaran Firman Tuhan yang mutlak.
Alkitab merupakan sumber kebenaran mutlak yang sediakan oleh Tuhan sebagai dasar-dasar dan prinsip dalam berkehidupan. Seorang postmodern akan menemukan pertanyaan-pertanyaan besar di dalam hidupnya di dalam Firman Allah yang tertulis di dalam Alkitab.

Selanjutnya bagi gereja yang menjadi institusi yang memegang peranan penting bagi pengabaran Injil dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Memperlengkapi jemaat dengan mengadakan pembelajaran Alkitab serta pelatihan untuk membangun karakter yang sesuai dengan 2. prinsip-prinsip di dalam Alkitab.
3. Membuat kelompok-kelompok kecil pemuridan yang kuat sebagai tempat untuk tumbuh dan berkembang rohani secara bersama-sama dan selalu membuka kesempatan serta mengundang orang lain untuk bergabung di dalam kelompok pemuridan tersebut.

Menjangkau dengan menggunakan metode-metode yang kreatif serta pemanfaatan teknologi. Jemaat perlu dilatih dan memanfaatkan talenta dan kreativitas mereka dalam menggunakan metode-metode yang dapat menjangkau orang lebih luas dan lebih dekat kepada orang-orang. 

Pemanfaatan teknologi seperti sosial media, sistem broadcast, chat, email, pembuatan animasi dalam rangka penyampaian Firman Tuhan dan kesaksian akan menjadi salah satu fasilitas yang efektif untuk menjangkau orang-orang postmodernisme yang dekat dengan teknologi. Namun, hal yang diperhatikan dalam konten dan penggunaan teknologi harus sesuai dengan koridor dan prinsip Alkitab dengan tujuan untuk menjangkau dan membangun hubungan untuk memberitakan Kristus dan keselamatan, bukan untuk bermegah diri.    

E. Kesimpulan

Alkitab telah menunjukkan bahwa Yesus memberikan mandat yang jelas bagi orang Kristen untuk membagikan Injil mengenai Yesus Kristus dan keselamatan kepada orang lain. Yesus sendiri telah menjadi model dan memberikan pengikutNya inspirasi dan contoh penginjilan yang bermakna bagi masing-masing orang yang percaya kepadaNya. 

Yesus telah menunjukkan  bahwa Injil adalah pesan keselamatan yang ditujukan untuk semua orang tanpa terkecuali, baik bagi orang yang percaya maupun orang yang memiliki paham relatif terhadap kepercayaannya sendiri. 

Yesus dan murid-muridNya telah menunjukkan berbagai metode yang dapat digunakan oleh orang Kristen untuk menjalankan mandat Injili ini - dan metode - metode ini tidak lekang oleh waktu dan zaman. 

Orang Kristen dapat menyesuaikan strategi penginjilan yang sesuai dengan lingkungan dan sasaran penginjilan mereka. Dengan demikian, orang Kristen tidak memiliki alasan untuk tidak menerima mandat Kristus untuk membagikan Injil-Nya kepada dunia.

_______________________________________________________________________________

DAFTAR PUSTAKA

David Kinnaman and Gabe Lyons, Unchristian: What a New Generation Really Thinks About Christianity . . . And Why It Matters (Grand Rapids, Mich.: BakerBooks, 2007)

Duignan, Brian. "postmodernism". Encyclopedia Britannica, 4 Sep. 2020, https://www.britannica.com/topic/postmodernism-philosophy. diakses 15 November 2021.

Grenz, Stanley J. A Primer on Postmodernism , Grand Rapids, Michigan/ Cambridge U.K.: William B. Eerdmans Publishing Company.1996.

McGrath, Alister E., Intellectuals Don't Need God and Other Modern Myths, (Grand Rapids, Michigan.: Zondervan Publishing House.1993).

Rohde, Ross P. (2000). Practical Considerations for Postmodern Sensitive Churches "A Follow up to"The Gospel and Postmodernism". Postmodernity and Christian Mission

Sweet, Leonard I. SoulSalsa: 17 Surprising Steps for Godly Living in the 21st Century. (Grand Rapids, MI, Zondervan Publishing House. 2000).

Veith, Gene Edward Jr. Postmodern Times: A Christian Guide to Contemporary Though and Culture , Wheaton, Ill.: Crossway Books.1994.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun