Pancala sebuah negeri makmur yang kala itu di pimpin oleh prabu drupada.
Dengan mewarisi kebijakan ayahnya,Dia memerintah kerajaan Pancala disaat usianya masih muda.
Cerita di awali saat balerung istana kedatangan tamu yang bernama Kumbayana yang merupakan saudara seperguruan prabu Drupada saat di padhepoka Argajembangan dulu.
Dan kisahpun berlanjut saat Kumbayana mengelus dada dengan perasaan kecewa, dendam dan sakit hati luar biasa.
" Pucuk lole-lole blegedhuk monyor-monyor,pritganthil buntut-e kiso...".
"Apa sinuhun prabu sudah tidak ingat sama saya..?" kata Kumbayana untuk kedua kalinya.
Akhirnya Drupada berkata," Kita dulu memang berteman .." kata prabu Drupada.
" saya juga masih ingat bagaimana kita berlatih bersama di padhepokan resi Baratmadya..tapi masa kanak-kanak sudah berlalu lama, kita sekarang sudah dewasa, kewajiban dan tanggung jawab juga berbeda ...!" Kata prabu Drupada memberikan pengertian.
" Tapi kalau sinuhun berjiwa ksatria, yang namanya janji itu ya harus di tepati, entah itu masih bayi, masih anak atau sudah tua..kalau janji paduka di tepati, itu baru namanya satria...!" kata kumbayana dengan lantang.
"weh ladhalah...kumbayana..Kumbayana.." Prabu Drupada kembali mencoba memberi pengertian dengan tegas.
"Bagaimana kalau kamu kembali ke padhepokan dan pengawalku akan membawakan berbagai hadiah sebagai pengganti ucapan terima kasih dulu.."
"tidak sinuhun..hamba tetap pada pendirian saya dan bukankah permintaan saya ini sesuai dengan janji sinuhun dulu..Duduk berdua di tahta negeri ini..?" kata Kumbayana tegas.
Mendengar jawaban yang keras dari Kumbayana, Prabu Drupada-pun mulai marah dan sambil ber-diri segera memerintahkan pengawalnya untuk membawa pergi Kumbayana keluar dari istana.
Mendengar perintah yang sudah di tunggu-tunggu dari sang Raja, beberapa pengawal lantas bergerak maju dan menarik Kumbayana ke luar balerung menuju alun-alun kota.
Kumbayana merupakan pemuda pilih tanding dan menguasai berbagai ilmu kanuragan.
Begitu di tarik keluar istana, Kumbayana dengan suara keras langsung menghajar balik para pengawal Raja yang membawanya itu.
Dengan sekali hentak, tangannya terlepas dan mulailah Kumbayana bertarung dengan puluhan prajurit pengawal Prabu Drupada. Para pengawal kocar-kacir dan satu-persatu para pengawal tersebut mulai berjatuhan.
Melihat banyaknya korban di pihak prajuritnya, Prabu Drupada segera menyuruh patihnya untuk menghajar Kumbayana tersebut.
Patih dari negeri Campala memang terbilang mumpuni dan ini terbukti ketika baru beberapa gebrakan menghadapi Kumbayana, Patih negeri tersebut berhasil menjatuhkan lawannya dan tak berapa lama sebuah hantaman keras mendarat dengan keras di wajah Kumbayana.
Mendapat hantaman yang begitu keras, membuat Kumbayana langsung terjatuh dengan luka mengucur di wajahnya.
Tanpa ampun, segera beberapa pukulan dan tendangan mendarat di tubuh Kumbayana dan pada hantaman yang ke-20, Kumbayanan merasakan sekelilingnya gelap dan dia pingsan di alun-alun kota.
***
Argajembangan 20 tahun lalu.
Salah satu resi dimana Drupada sempat menimba ilmu peperangan dan kanuragan adalah di padhepokan Argajembangan milik Resi Baratmadya yang juga ayah kumbayana.
Sebagai seorang putra mahkota, Drupada kecil memang sering di titipkan ke berbagai padhepokan untuk belajar berbagai macam ilmu kanuragan dimana kelak kalau sudah dewasa, dia bisa menggantikan ayahnya prabu Prisata untuk memerintah di kerajaan Pancala.
Dan saat di padhepokan milik Resi Baratmadya itulah, awal perkenalannya dengan kumbayana yang merupakan anak sekaligus murid paling pintar di padhepokan tersebut.
Pada awal perkenalannya, Drupada mengenal Kumbayana sebagai murid yang mahir dalam mengolah berbagai ilmu kanuragan terutama dalam hal menggunakan berbagai senjata.
Di liputi oleh rasa kagum dan ingin mempunyai ketrampilan seperti Kumbayana itulah, Drupada menjadikan Kumbayana sebagai panutan dalam hal menimba ilmu di padhepokannya resi Baratmadya.
Apa yang Kumbayana lakukan dalam hal berlatih,Drupada selalu mengikutinya. Segala tehnik memainkan senjata, melakukan berbagai latihan fisik untuk membentuk karakter kedisiplinan, selalu di ikuti oleh Drupada, hingga akhirnya Kumbayana mengetahui bahwa Drupada sudah menjadikan dirinya sebagai panutan dalam menimba ilmu oleh putra mahkota ini.
Dalam hati Kumbayana, dia tidak menyukai caranya Drupada yang selalu mengikuti cara dan tehnik yang di gunakannya.
Namun dari segi tata krama, kumbayana sadar bahwa Drupada merupakan seorang putra mahkota dan tidak menyukai seorang putra mahkota yang lagi belajar di padhepokan ayahnya merupakan hal buruk yang tidak boleh dia ungkapkan.
Kumbayanan menarik napas..
Dia mengetahui bahwa dirinya tidak bisa berbuat apa-apa atas tekad Drupada yang sudah mengikuti segala tehnik dan cara berlatih yang dia lakukan.
Dengan kasta yang berbeda, Kumbayana hanya bisa ber-imajinasi seandainya dia anak seorang raja atau ksatria..mungkin semua tata krama dan yang lainnya itu tidak harus menjadi persoalan seperti sekarang ini.
Terbayang akan tingkatan kasta dan enaknya jika menjadi putra raja, kumbayana mulai berangan-angan bahwa kelak nanti dia akan mempunyai sebuah istana.
Suatu sore di saat latihan ketrampilan pedang sudah selesai, Kumbayana dengan langkah tenang menyingkir dari area padhepokan Argajembangan.
Dengan membawa peralatan latihan yang sudah disiapkan, kumbayana sengaja melangkah pergi lewat di hadapan Drupada dengan harapan supaya dia mengikuti-nya.
Dan benar saja, dengan menjaga jarak dengan langkah kumbayana, Drupada tahu bahwa kumbayana akan melakukan latihan di tempat tersembunyi seperti yang sering dia lakukan selama ini.
Pada suatu tempat dimana kumbayana melakukan latihan khusus, terlihat kumbayana lagi mengasah ketrampilan memainkan pisau sebagai alat latihannya.
Dengan gerakan yang cepat dan taktis, Kumbayana mengerahkan segenap ketrampilannya memainkan pisau
dipadukan dengan ilmu kanuragan yang mumpuni.
Dari jarak yang tak terlalu jauh dimana kumbayana sedang melakukan atraksi, nampak Drupada sangat keheranan melihat gerak dan ilmu memainkan pisau yang di peragakan oleh kumbayana karena baru kali inilah dia melihat atraksi yang hebat itu.
Dan...setelah beberapa saat atraksi tersebut di lakukan oleh Kumbayana, nampak kumbayana melempar pisau ke atas langit dengan tinggi dan sebelum pisau tersebut jatuh ke tanah, secepat kilat kumbayana menggerakan tangannya dengan mengayunkan pisau yang lain tepat menghujam ketanah dengan posisi tegak lurus, dan....swits..
pisau pertama yang tadi meluncur ke bawah dengan tepat mendarat di ujung gagang pisau yang kedua. Pisau tersebut tetap berdiri menancap di ujung pisau yang kedua dan dengan tersenyum puas kumbayana melangkah untuk mengambil kedua pisau itu.
Begitu melihat atraksi kumbayana tersebut, Drupada langsung berdecak kagum dan tanpa basa-basi lagi langsung menghampiri Kumbayana sambil memuji kehebatannya.
Kumbayana menoleh ke arah Drupada dan dengan tatapan kagum, Drupada minta kepada Kumbayana untuk mengajari olah memainkan pisau tersebut.
Kumbayan dengan senyum puas menerima permintaan Drupadi tersebut dan dalam hati kecilnya dia mulai memikirkan hadiah apa yang bisa di dapat dari putra mahkota negeri Pancala tersebut.
Waktu di padhepokan Argajembangan berjalan sangat cepat dan sejak Kumbayana berhasil merebut simpati Drupada, berbagai hadiah dan kesenangan mulai di nikmati kumbayana karena Drupada begitu senang dengan apa yang dilakukan Kumbayana termasuk memberikan latihan olah ketrampilan dalam memainkan berbagai senjata.
Resi Baratmadya yang merupakan ayah sekaligus guru di padhepokan tersebut sangat bangga kepada Kumbayana karena selain anaknya sangat berbakat dalam berbagai ilmu kanuragan juga sudah menjadi panutan bagi semua murid di padhepokan tersebut.
Kumbayana menunjukan pengabdiannya sebagai murid yang mau membimbing juniornya ketika mereka mengalami kesulitan.
" Semoga dia menjadi resi yang besar,bijak dan punya pengaruh kuat di masa depannya nanti.." begitulah doa Resi Baratmadya suatu malam.
Dan waktu yang di tetapkan untuk Drupada tiba ketika utusan dari negeri Pancala datang ke padhepokan untuk menjemput putra mahkota karena Raja negeri Pancala ingin agar anaknya memulai belajar ilmu yang lain yaitu sastra dan kenegaraan dimana sudah waktunya bagi Drupada untuk mempelajari kecakapan ilmu tersebut.
Dengan perasaan berat, Drupada menghampiri sahabatnya Kumbayana dan minta pamit hendak kembali ke negerinya untuk belajar ilmu sastra sesuai perintah ayahnya.
Di ambilnya sebuah hadiah perpisahan berupa sebuah pisau dengan ukiran indah oleh Drupada dan di serahkannya kepada Kumbayana.
Melihat temannya hendak pergi meninggalkannya, Kumbayana merasa seperti kehilangan harapan dan masa depan karena selama ini dia berharap bahwa Drupada akan memberikan "sesuatu" untuk masa depannya.
Dengan wajah memelas seperti sangat berat kehilangan Drupada, Kumbayana menolak hadiah tersebut dan dengan gelengan kepala, kumbayana meng-isyaratkan agar hadiah tersebut tetap di tangan Drupada.
Sambil menatap Drupada, Kumbayana lantas berucap," simpan saja hadiah itu teman-ku..karena aku sudah tidak membutuhkan ketrampilan dengan benda itu lagi..".
Lantas Drupada membalas," Tapi hanya pisau ini yang aku punya teman-ku..aku tidak mempunyai hadiah yang bagus karena pengawalku tidak membawakannya..".Kata Drupada.
Kumbayana lantas berkata," Apa boleh aku bermain ke istana-mu kelak..?" Kumbayana mulai mengutarakan angan-angan-nya kepada Drupada.
"Oh..tentu saja boleh, bahkan kalau kamu datang ke istana-ku nanti, permintaan apa saja boleh kamu minta kepada-ku.." jawab Drupada dengan yakin.
Kumbayana-pun senang dengan janji Drupada ini dan tanpa pikir panjang di utarakan permintaanya itu agar suatu hari nanti dia bisa duduk berdampingan di sisi Raja Drupada.
Drupada yang kala itu masih anak-anak tanpa pikir panjang langsung meng-iyakan permintaan Kumbayana tersebut dan dengan jelas Drupada menjawab," nanti kita ber-dua akan memerintah negeri pemberian ayahku,temanku..." kata Drupada menunjukan rasa kesetia-kawanannya.
Dan Kumbayana-pun baru bisa melepas kepergian Drupada setelah kepastian masa depannya di peroleh lewat janji kecil Drupada ini.
Rombongan kecil yang mengantar kepergian Drupada berjalan meninggalkan padhepokan Argajembangan dengan tenang.. Sebuah janji kecil sudah di dapat Kumbayana dari Drupada. Dan...tiba-tiba suhu udara di area padhepokan yang biasanya sejuk mendadak lembab begitu Drupada meninggalkan area tersebut.
Angin nampak tidak bersahabat, hujan sehari bisa turun tujuh kali dan nampaknya padhepokan Argajembangan akan mengalami perubahan iklim yang pada jaman itu di sebut jaman goro-goro...goro..goro..!
***
Sumber cerita :
Masa kecil,wiki pedia dan blognya mas teguh.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI