Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menjaga Kehormatan

16 Maret 2018   15:14 Diperbarui: 16 Maret 2018   15:27 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mengapa? Karena kelakuannya sebagai suami dan ayah dia jaga baik-baik. Itu pun bukan dengan kata-kata. Ia selalu berbuat hal-hal yang patut. Ia tidak selingkuh, tidak mencuri. Ia memenuhi kebutuhan keluarga dengan cara-cara yang wajar sebagai suami dan ayah. Ia bekerja keras tanpa menanamkan dalam dirinya ambisi menjadi kaya raya, apalagi menumpuk harta untuk diwariskan kepada anak-cucunya.

Ia sadar bahwa dengan ambisi semacam itu, ia bisa jatuh. Ia bisa menghalalkan segala cara seperti yang kerap dilakukan pada kepala daerah yang dibui gara-gara korupsi. Namun, ada hal penting yang selalu dijaganya. Ia tidak mau merendahkan harkat kemanusiaan anak-cucunya dengan mengondisikan mereka menggantungkan hidup pada warisan.

Ia sangat paham bahwa anak-cucunya sama dengan dirinya. Manusia! Mereka telah diperlengkapi oleh Yang Maha Kuasa segala perlengkapan manusiawi agar bisa hidup. Telah diberi sejumlah potensi untuk melanggengkan kehidupan dengan cara-cara yang patut sebagai manusia, bukan seperti tikus.

Itulah yang membuat dia sangat dihormati. Kehormatannya tidak dijaga tersendiri, apalagi oleh orang lain. Tapi dijaga oleh kelakuannya sendiri. Dengan cara-cara itu, bukan cuma anggota keluarga yang menaruh hormat kepadanya, tetapi juga tetangga dan semua orang yang mengenal dirinya. Mereka malah kerap menjadikannya panutan, dijadikan contoh oleh para tetangga untuk mendidik anak-anak mereka.

Dari sini jelas bahwa kehormatan tak perlu dicari, tak perlu diminta. Juga tak perlu meminta atau menyuruh orang lain menjaganya. Sebab, kehormatan yang datang dari dalam diri itu, pasti memancar keluar. Pancarannya bisa tampil dalam berbagai bentuk dan wujud yang menggambarkan kepatutan hidup sebagai manusia. Pancarannya itulah yang menjaga kehormatan.

Oleh sebab itu, membuat aturan agar orang lain menjaga kehormatan diri sendiri seperti yang dilakukan DPR dalam pasal-pasal revisi UU MD3 itu jelas keliru. Mirip tindakan menyuruh orang lain untuk mengekang nafsunya untuk berselingkuh dan mencuri. Mustahil, bukan? ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun