Tapi katakanlah anggapan itu benar, semua binasa, mengapa para pemimpin agama tertentu kelabakan? Bukan urusan keselamatan merupakan urusan pribadi setiap manusia dengan penciptanya? Kalau agama mereka misalnya salah, tidak berkenan kepada Tuhan, bukankah merek sendiri yang menanggung akibatnya? Mengapa harus pusing?
Tuhan tidak Picik
Lagi pula, Tuhan itu tidak picik seperti manusia. Tuhan sendiri memiliki kriteria untuk berkata agama ini benar dan itu salah. Namun, sekalipun salah menurut pandangan manusia, Tuhan punya kuasa untuk menyelamatkan penganutnya karena apa yang mereka lakukan berkenan kepada-Nya. Orang yang tak beragama menurut versi orang beragama pun, bisa saja diselamatkan oleh Tuhan berdasarkan kriteria buatan-Nya sendiri.
Adakah pemimpin agama yang bisa melarang Tuhan? Inilah yang tidak mau disadari manusia beragama. Mereka terlalu angkuh atas agama anutannya dan merasa diri paling benar.
Yang diharapkan dari orang beriman, katakanlah paling benar di hadapan Tuhan, sebenarnya hanya satu: akuilah bahwa semua manusia di muka bumi ini sama di hadapan Tuhan. Sama-sama ciptaan-Nya dan sama-sama memiliki hak hidup untuk mengelola hidup, termasuk dalam membangun hubungannya dengan Tuhan yang diyakininya dengan cara, alat, atau sistem yang dianggapnya paling tepat.
Sepanjang para penganutnya tidak mengganggu penganut agama lain, tidak mengacaukan negara, biarkanlah mereka menempuh jalannya mengenal Tuhannya dan beribadah menurut cara-cara yang diyakininya. Kalau ada di antaranya yang mengganggu, entah agama lokal maupun impor, negara harus bertindak. Ia wajib ditindak berdasarkan ketentuan hukum yang ada, bukan berdasarkan ketentuan salah satu agama impor yang lebih dulu diakui negara. Itu saja.
Jangan ada di antara pemimpin agama yang menganggap bahwa hak penganut agama lokal tidak boleh setara dengan penganut agama impor. Jangan sampai menganggap penganut agama lokal akan mengganggu, mengacaukan penganut agama impor.
Perjuangan mereka bukan itu. Yang mereka butuhkan hanyalah pengakuan negara atas diri mereka sebagai warga negara dan perlindungan hak-hak hidup mereka sebagai manusia. Jangan hanya gara-gara kolom agama di KTP, kemanusiaan manusia dikorbankan.
Ingat, agama itu tidak lebih penting dari kehidupan manusia. Tanpa manusia, agama sehebat apa pun tidak ada gunanya. Agama ada dan diadakan bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk manusia. Itulah sebabnya kepentingan manusia yang perlu dijadikan pertimbangan utama, bukan kepentingan agama apa pun.
Paham? ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H