Entah disadari entah tidak, di situ Amien sudah terpeleset. Dia kira kalau pemerintah mengadakan hubungan bilateral, trilateral atau multilateral dengan negara lain dalam mengakselerasi pembangunan nasional, lebih-lebih dengan mengundang investor dari Amerika maupun China berarti ada campur tangan asing dan aseng. Dia kira bahwa hubungan G to G, G to B, dan B to B atau B to G itu identik dengan campur tangan atau membiarkan diri didikte.
Ia lupa bahwa negara mana pun di dunia mustahil bisa mengasingkan diri dengan negara mana pun secara sempurna. Mustahil ada negara yang menutup dirinya dari dunia luar. Jika itu dilakukan, maka negara tak ubahnya sebuah keluarga yang memutus hubungan dengan semua tetangganya, kemudian pindah ke hutan mengisolasi diri dan membangun keluarganya sendiri dalam hutan tersebut.
Amien dan kawan-kawannya seperti malas memikirkan akibatnya jika keluarganya sendiri pindah ke hutan tanpa berhubungan atau bekerja sama dengan siapa pun. Mereka lupa bahwa sabun mandi, odol, bensin, solar, sepeda motor, mobil, semen, kompor, piring, sendok, pakaian, dan seterusnya mereka tidak bisa membuatnya sendiri untuk keperluan mereka. Mereka ogah paham bahwa berhubungan dengan manusia lain adalah sebuah fakta kehidupan selagi berada di atas permukaan bumi.
Asingnya Amien Rais
Yang aneh, dalam kebencianya kepada pihak asing, Amien tidak pernah sadar bahwa ia sendiri adalah “asing”. Dalam keasingannya ia telah dan terus menikmati hal-hal asing. Hampir tak ada hal yang tidak dia nikmati dari asing dalam hidup dan kegiatan sehari-hari.
Pendidikan magister politiknya diperoleh dari Ilmu Politik di University of Notre Dame, Indiana, Amerika Serikat, tahun 1974. Dari universitas yang sama juga memperoleh Certificate on East-European Studies. Lantas, Doktoralnya diperoleh dari University of Chicago, Amerika Serikat (1981) dengan mengambil spesialisasi di bidang politik Timur Tengah dan selesai tahun 1984. Jadi, kehebatan isi pikirannya tak salah kalau disebut buah manis dari asing.
Ketika menghadiri acara resmi ia memakai Jas. Padahal, jas itu produk asing kafir, Eropa. Ia juga memakai sepatu, padahal sepatu itu asal muasalnya dari asing juga. Ada yang menyebutnya dari Amerika karena pernah ditemukan sepatu kuno dalam jumlah besar yang diperkirakan berasal dari tahun 8.000 SM. Ada yang menyebutnya juga dari Prancis yang diperkirakan berasal dari 3.300 SM, Mesir, dan China, dan Yunani .
Ketika membaca buku, koran, atau tulisan ini ia memakai kaca mata, padahal kaca mata menurut wikipedia asalnya dari China, dan ada juga yang menyebutnya dari Roma. Kalau bepergian, ia menggunakan mobil atau pesawat. Itu pun produk asing. Ketika berkomunikasi atau mengakses internet, ia memakai laptop atau smartphone, padahal itu barang asing, buatan kafir. Dan banyak lagi.
Dari situ jelas bahwa Amien Rais sendiri tak pernah bisa hidup tanpa asing. Bahkan namanya sendiri produk asing. Kata “Muhammad Amien Rais” yang dipakai sebagai namanya itu bukan produk dalam negeri atau produk pribumi. Itu produk Arab, bahasa Arab.
Kalau benar-benar konsisten, maka Amien Rais semestinya membersihkan dirinya dari apa saja yang berbau asing. Jangan pakai kaca mata, jas, sepatu, sepeda motor, mobil, pesawat. Namanya sendiri perlu segera diganti dengan produk dalam negeri, pribumi. Terserah mau mengganti dengan Paijo, Parno, Bambang, atau lainnya.
Tanpa melakukan hal itu, maka seruan-seruannya melawan asing tak lebih dari bual, igauan, dan mimpi di siang bolong karena kelelahan. Sebab, mustahil baginya melawan asing yang ada dalam dirinya sendiri. ***