Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Yang Asing dan "Aseng" dalam Diri Amien Rais

5 Desember 2017   23:17 Diperbarui: 6 Desember 2017   09:43 6509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Amien Rais berbicara di acara Reuni Alumni 212, Monas, Jakarta Pusat, Sabtu 2 Desember 2017. TEMPO/Alfan Hilmi.

Satu hal yang pasti muncul dalam orasi Amien Rais di setiap kali ikut demo. Ia selalu memakai kata “asing dan aseng”. Kedua kata itu dipakainya lagi ketika menutup pidatonya pada saat reuni 212 dengan mengatakan “Jadi ke Pak Jokowi, jangan jual negeri ini kepada asing dan aseng". (detik.com)

Kedua kata itu selalu dipakai Amien untuk mengekspresikan apa yang ada di benaknya terhadap komunitas tertentu yang ada di Indonesia. Bagi dia komunitas tersebut telah membuat negara rusak. Tidak dikuasai oleh anak bangsa sendiri, tetapi oleh asing dan aseng itu. Kata itu selalu diulang, namun ia tak pernah menyebutkan, apalagi tunjuk hidung, siapa yang dia maksud asing dan aseng.

Kedua kata itu, juga sering dipakai oleh Sri Bintang Pamungkas, Bachtiar Nasir, Munarman, dan Habib Rizieq dalam ceramah-ceramah mereka yang tersebar di youtube. Tidak jelas siapa yang lebih dulu dan siapa peniru. Tapi itu tak penting. Yang penting kedua istilah itu sudah menjadi ciri khas mereka ketika bicara negara Indonesia.

Dalam demo berjilid-jilid sejak Oktober 2016, kedua kata itu seolah sudah menjadi jampi-jampi bagi Amien. Ketika mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Polri untuk menyegerakan menahan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) karena dinilai telah menista agama Islam, kedua kata itu terus meluncur di bibirnya bak air bah. Ia selalu bilang bahwa negara ini sudah tak benar. Sudah rusak di tangan asing dan aseng. Pemimpinanya hanya jadi boneka asing dan aseng untuk kepentingan ekonomi mereka.

Kemenangan Jokowi pada Pilpres 2014, bahkan kerap disebut sebagai keberhasilan asing dan aseng itu untuk menancapkan kukunya di Indonesia. Entah data dari mana, Amien dan kawan-kawannya selalu mengatakan bahwa kekuatan asing dan aseng itulah yang berhasil meminggirkan Prabowo. Bukan saja melakukan lobi politik atau ideal-deal kepentingan ekonomi mereka, tetapi mereklah yang menyusun skenario pemenangan Jokowi  dengan biaya yang tak sedikit.

Mendengarkan ini, para peserta demo atau pendengar ceramah pun manggut-manggut. Sepertinya mereka sangat percaya bahwa apa yang dikatakan Amien dan kawan-kawannya benar. Asing dan Aseng itulah yang membuat skenario jitu sehingga Jokowi bisa menduduki jabatan Presiden.

Lalu, mengapa Amien dan kawan-kawannya itu sangat benci pada Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)? Tidak lain, karena menurut mereka Ahok adalah kaki tangan asing dan aseng untuk menggerogoti kekayaan bumi Indonesia. Oleh sebab itu, Ahok harus dijegal. Tidak boleh terpilih dalam Pilkada DKI. Maka ketika pidato Ahok menyinggung Al Maidah 51 yang dipopulerkan sekaligus dijadikan alat provokasi oleh Bunyi Yani, Amien dan kawan-kawannya pun memiliki senjata pamungkas untuk menggerakkan massa sehingga demo berjilid-jilid itu terjadi dan berhasil memaksa penegak hukum untuk memejarakan Ahok.

Amien Terpeleset

Jika ditelusuri, apa yang dimaksudkan Amien dengan dua istilah itu ternyata mengarah pada dua negara saja. Kata asing adalah sebutan lain untuk orang Barat, khususnya Amerika, sedangkan aseng adalah sebutan lain untuk China. Ya penguasa, dan, juga pengusahanya. Keduanya sekaligus depersonifikasi sebagai kafir.

Bagi mereka kedua negara itu telah menguasai semua sumber daya alam Indonesia. Keuntungan yang didapatkan Indonesia dari berbagai usaha hanya secuil. Pemerintah lemah, katanya. Tidak bisa menjadi penentu. Malahan membiarkan dirinya didikte oleh asing dan aseng. Parahnya lagi, sebagian besar pekerja di perusahaan-perusahaan asing dan aseng itu bukanlah orang Indonesia. Kalau pun ada, selain jumlahnya relatif sedikit, posisi mereka juga sekedar tenaga teknis dan buruh kasar.

Bagi dia itulah yang harus dilawan. Sumber daya alam Indonesia harus dipergunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Pribumi jangan jadi penonton atau sapi perah. Pribumi harus menjadi tuan di atas tanah airnya sendiri. Pemerintah yang benar haruslah mandiri. Segala bentuk campur tangan asing dan aseng harus disingkirkan.

Entah disadari entah tidak, di situ Amien sudah terpeleset. Dia kira kalau pemerintah mengadakan hubungan bilateral, trilateral atau multilateral dengan negara lain dalam mengakselerasi pembangunan nasional, lebih-lebih dengan mengundang investor dari Amerika maupun China berarti ada campur tangan asing dan aseng. Dia kira bahwa hubungan G to G, G to B, dan B to B atau B to G itu identik dengan campur tangan atau membiarkan diri didikte.

Ia lupa bahwa negara mana pun di dunia mustahil bisa mengasingkan diri dengan negara mana pun secara sempurna. Mustahil ada negara yang menutup dirinya dari dunia luar. Jika itu dilakukan, maka negara tak ubahnya sebuah keluarga yang memutus hubungan dengan semua tetangganya, kemudian pindah ke hutan mengisolasi diri dan membangun keluarganya sendiri dalam hutan tersebut.

Amien dan kawan-kawannya seperti malas memikirkan akibatnya jika keluarganya sendiri pindah ke hutan tanpa berhubungan atau bekerja sama dengan siapa pun. Mereka lupa bahwa sabun mandi, odol, bensin, solar, sepeda motor, mobil, semen, kompor, piring, sendok, pakaian, dan seterusnya mereka tidak bisa membuatnya sendiri untuk keperluan mereka. Mereka ogah paham bahwa berhubungan dengan manusia lain adalah sebuah fakta kehidupan selagi berada di atas permukaan bumi.

Asingnya Amien Rais

Yang aneh, dalam kebencianya kepada pihak asing, Amien tidak pernah sadar bahwa ia sendiri adalah “asing”. Dalam keasingannya ia telah dan terus menikmati hal-hal asing. Hampir tak ada hal yang tidak dia nikmati dari asing dalam hidup dan kegiatan sehari-hari.

Pendidikan magister politiknya diperoleh dari Ilmu Politik di University of Notre Dame, Indiana, Amerika Serikat, tahun 1974. Dari universitas yang sama juga memperoleh Certificate on East-European Studies. Lantas, Doktoralnya diperoleh dari University of Chicago, Amerika Serikat (1981) dengan mengambil spesialisasi di bidang politik Timur Tengah dan selesai tahun 1984. Jadi, kehebatan isi pikirannya tak salah kalau disebut buah manis dari asing.

Ketika menghadiri acara resmi ia memakai Jas. Padahal, jas itu produk asing kafir, Eropa. Ia juga memakai sepatu, padahal sepatu itu asal muasalnya dari asing juga. Ada yang menyebutnya dari Amerika karena pernah ditemukan sepatu kuno dalam jumlah besar yang diperkirakan berasal dari tahun 8.000 SM. Ada yang menyebutnya juga dari Prancis yang diperkirakan berasal dari 3.300 SM, Mesir, dan China, dan Yunani .

Ketika membaca buku, koran, atau tulisan ini ia memakai kaca mata, padahal kaca mata menurut wikipedia asalnya dari China, dan ada juga yang menyebutnya dari Roma. Kalau bepergian, ia menggunakan mobil atau pesawat. Itu pun produk asing. Ketika berkomunikasi atau mengakses internet, ia memakai laptop atau smartphone, padahal itu barang asing, buatan kafir. Dan banyak lagi.

Dari situ jelas bahwa Amien Rais sendiri tak pernah bisa hidup tanpa asing. Bahkan namanya sendiri produk asing. Kata “Muhammad Amien Rais” yang dipakai sebagai namanya itu bukan produk dalam negeri atau produk pribumi. Itu produk Arab, bahasa Arab.

Kalau benar-benar konsisten, maka Amien Rais semestinya membersihkan dirinya dari apa saja yang berbau asing. Jangan pakai kaca mata, jas, sepatu, sepeda motor, mobil, pesawat. Namanya sendiri perlu segera diganti dengan produk dalam negeri, pribumi. Terserah mau mengganti dengan Paijo, Parno, Bambang, atau lainnya.

Tanpa melakukan hal itu, maka seruan-seruannya melawan asing tak lebih dari bual, igauan, dan mimpi di siang bolong karena kelelahan. Sebab, mustahil baginya melawan asing yang ada dalam dirinya sendiri. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun