Jargon itu seolah membakar semangat para penganut Islam untuk merebut kemerdekaan dari tangan asing. Sangat mirip dengan seruan-seruan para pejuang kemerdekaan pada masa penjajahan.
Kalau hal itu diserukan sekarang, tentu saja aneh. Pribumi mana yang tidak menjadi tuan atas tanah airnya sendiri. Apakah anggota FPI, HTI, dan seluruh peserta aksi 2 Desmber 2016 yang kini mengadakan reuni usai merayakan Maulid Nabi Muhammad? Kapan itu terjadi dan apa bentuknya? Lalu, siapa pihak asing yang dikategorikan terus menjajah kaum pribumi? Pemerintahan Jokowi? Anies Baswedan di DKI? Atau siapa?
Penghargaan terhadap Pelaku Tindak Pidana
Sikap mereka yang melawan negara makin diperjelas dengan tindakan memberikan penghargaan kepada 50 orang tokoh yang dianggap paling berjasa sekaligus disebut sebagai tokoh yang dikriminalisasi. Padahal, para tokoh yang mereka sebut berjasa dan didiskriminalisasi itu jelas-jelas terindikasi, bahkan ada yang telah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana.
Orang-orang yang mereka sebut tokoh itu kerap memprovokasi publik agar melakukan perlawanan terhadap pemerintahan yang sah, mengumbar sikap bermusuhan, bahkan beberapa di antaranya menghina Presiden Jokowi. Itukah yang disebut tokoh? Itukah yang disebut berjasa?
Yang paling menonjol di antaranya adalah Buni Yani. Mantan dosen dan wartawan yang kerap disebut provokator ini malah diberi hadiah Umroh oleh Ketua Parmusi (persaudaraan muslimin Indonesia). Ia juga diberi penghargaan berupa Plakat bertuliskan "Alumni 212 Award". Bagi mereka, Buni Yani, yang lagi naik banding setelah dihukum 1,5 tahun penjara oleh pengadilan, dianggap sebagai pahlawan Al Maidah.
Selain Buni, imam Besar FPI, Habib Rizieq Shihab juga dianggap pahlawan. Rizieq diberikan penghargaan karena dianggap sebagai tokoh yang paling berjasa dan telah dikriminalisasi seperti Buni Yani. Padahal, semua orang tahu bahwa perilaku Habib Rizieq lebih sering mengumbar kata-kata kebencian terhadap siapa pun yang dia anggap tak sejalan dengan pemikirannya, termasuk Presiden Jokowi. Rizieq sendiri malahan menyembunyikan diri di Arab karena kasus chatting mesumnya dengan Firza Husein. Kalau tidak bersalah, mengapa harus melarikan diri? Kalau diproses secara hukum mengapa disebut dikriminalisasi?
Dari 50 tokoh yang diberikan penghargaan, 13 di antaranya diwartakan detik.com, yaitu: 1. Habib Rizieq Shihab (tersangka), 2. Ustaz Al Khaththath (tersangka-dipenjara-wajib lapor), 3. Ustaz Alfian Tanjung (terdakwa-dipenjara), 4. Buni Yani (terpidana-naik banding), 5. Sri Bintang Pamungkas (tersangka-dipenjara-wajib lapor), 6. Rijal Kobar (terpidana-dipenjara-bebas), 7. Jamran (terpidana-dipenjara-bebas), 8. Rachmawati Soekarnoputri (sempat ditahan-tersangka), 9. Kivlan Zein (sempat ditahan-tersangka), 10. Adityawarman (sempat ditahan-tersangka), 11. Ratna Sarumpaet (sempat ditahan-tersangka), 12. Ahmad Dhani (sempat ditahan-tersangka), dan 13. Eko Sancoyo (sempat ditahan-tersangka).
Menurut kaca mata hukum Indonesia, orang-orang yang mereka sebut tokoh itu jelas-jelas terindikasi melakukan tindak pidana, makar. Sebagian besar rakyat Indonesia berterima kasih kepada Polri yang menangkap sebagian di antaranya saat demo 2/12/2016. Jika tidak, peluang terjadinya chaos sangat besar. Inilah antara lain yang membuat aksi 2/12/2016 itu berjalan tertib dan damai.
Dari situ jelas bahwa yang mereka sebut tokoh dan berjasa adalah orang yang terindikasi atau pelaku tindak pidana menurut hukum Indonesia. Persis sikap para pejuang kemerdekaan yang ditahan oleh penjajah pada masa-masa perjuangan. Tujuannya jelas: ingin merdeka. Niat serupa inilah yang ada di benak para peserta aksi 212 karena sampai saat ini mereka merasa dijajah oleh pemerintahan Indonesia yang sah.
Pertanyaannya, mengapa mereka makin berani unjuk kekuatan walaupun Ketua MUI, Ma'ruf Amin bilang sudah tak perlu? Jawabannya tentu saja bisa bermacam-macam. Beberapa yang sangat mungkin adalah sebagai berikut.