Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pembela, Membela, Dibela

6 Desember 2016   10:27 Diperbarui: 6 Desember 2016   10:36 520
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belakangan ini, kata “pembela” makin naik daun. Kerap dipakai sebagai sebutan bagi seseorang yang membantu teman yang diintimidasi (bullying), diusili, diganggu, terus menerus oleh orang-orang usil. Kata ini sebenarnya bukan baru. Sudah dipakai dalam dunia hukum sejak lama yang sekarang dikenal dengan sebutan advokat atau penasihat hukum. Namun, ia makin polpuler dan menjadi perhatian publik setelah dipakai sebagai nama oleh satu organisasi yang cukup vocal.

Pertanyaannya, apa itu pembela, siapa yang dibela, bagaimana membela? Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata “pembela” berasal dari kata dasar “bela”, artinya  pelihara, jaga, rawat. Sedangkan kata pembela adalah pelaku perbuatan atau tindakan dari kata pelihara, jaga, rawat.

Di sampaing kata pembela, ada kata “membela”. Artinya suatu tindakan aktif yang dilakukan pembela terhadap yang dibela. Wujud tindakannya ialah memelihara, menjaga baik-baik, merawat. Misal, dia ~ ibunya yang sakit dengan sabar. Arti lainnya ialah menolong, melindungi, atau mempertahankan (perkara, pendapat, negara,dsb). Contoh, para pahlawan bersedia mati membela nusa dan bangsa. Ini pengertian umumnya.

Dari pengertian dan contoh di atas, tampak bahwa sosok pembela bukan cuma baik, tetapi diperlukan. Terutama oleh pihak yang dibela, yang lemah, yang butuh bantuan. Mengapa? Karena posisi pembela dalam pengertian itu diasumsikan lebih kuat, lebih beruntung, atau lebih baik daripada posisi yang dibela. Ia diperlukan untuk membantu, menolong, merawat, melindungi, mengangkat, memulihkan, atau memertahankan keadaan hidup yang dibela agar menjadi, atau bisa, hidup normal.

Lemahnya posisi atau keadaan yang dibela mungkin timbul secara alami seperti keadaan sakit, cacat, tua plus sebatang kara, atau anak yatim atau yatim piatu. Fungsi pembela di sini adalah merawat, mejaga baik-baik, menolong dalam berbagai bentuk dan wujud tindakan. Tujuannya ialah membantu mereka agar bisa hidup secara wajar.

Tetapi, selain keadaan alami ada juga yang timbul karena faktor orang lain, orang usil, pengganggu, penjahat, yang tidak dapat dihadapi sendiri. Ini biasanya terjadi di kalangan anak sekolah, mahasiswa, dan juga dalam masyarakat dalam berbagai komunitas. Misalnya seseorang terus diganggu, diintimidasi, diteror, dianiaya, ditindas oleh orang lain entah untuk tujuan apa. Pembela di sini berfungsi menolong, melindungi, atau memertahankan eksistensi yang dibela. Mungkin sekedar kata-kata, argumen, bantuan materi, pasang badan, atau bahkan sampai melakukan penyerangan terhadap pengganggu.

***

Pembela dan yang dibela bisa terjadi antar individu, individu dan kelompok,  atau antar kelompok dengan kelompok atau dengan organisasi. Hubungan antara pembela dan yang dibela bisa sebagai anggota keluarga, kawan, teman, kenalan, dan bisa juga anggota yang sama dalam suatu kelompok atau organisasi. Ditilik dari posisi, hubungan tersebut tidak setara. Paling tidak dalam anggapan. Posisi pembela dianggap, atau menganggap diri, lebih tinggi. Memiliki kelebihan dalam banyak hal dibandingkan dengan yang dibela. Entah menyangkut pengetahuan, kekuatan, kuasa, pengaruh, maupun materi.

Dengan hubungan yang demikian, maka wujud pembelaan bisa macam-macam. Misalnya, Si gadis membela pacarnya yang berlaku tak sopan di hadapan sang ayah. Yang berbadan kekar tampil melindungi individu yang kurus kerempeng kalau dijahili orang usil. Yang pintar melindungi orang bodoh bila diperdaya si penipu. Dokter, perawat, atau orang sehat mungkin merawat atau mengaja yang sakit. Orang kaya membantu atau memberi makan orang miskin. Yang punya kuasa melindungi rakyat dari gangguan preman pasar atau terminal. Partai politik atau organisasi tertentu melindungi atau membela anggotanya dari serangan lawan politik. Dan seterusnya.

Sampai di sini, sosok pembela dan tindakan membela terhadap yang dibela sudah baik. Perlu dipertahankan. Bagi manusia sehat dan berpikiran normal pasti setuju, bukan?

Tapi keadaannya menjadi lain, bahkan lebih lucu dari Cak Lontong kalau posisi pembela dan yang dibela kebalikannya. Yang menamakan diri pembela justru lemah dalam banyak hal dibandingkan dengan yang dibela. Orang atau kelompok ini kerap menampilkan diri sebagai pembela sebuah organisasi besar yang kekuatannya melebihi dirinya atau kelompoknya.

Bukan itu saja. Malahan mereka juga menjadikan dirinya pembela terhadap suatu kekuatan besar, yang bersifat supra natural, yang oleh orang beragama disebut sebagai Allah atau Tuhan, dan yang kekuatannya melebihi kekuatan apa pun atau siapa pun  yang ada di dunia. Kereka kerap mengatakan bahwa musuh Sang Maha Kuat harus disingkirkan, dienyahkan. Hebat kan?

Sudah pasti orang yang mau memakai nalarnya akan bertanya, apakah sikap dan tindakan para pembela itu tidak terbalik? Apakah Sang Maha kuat yang juga mereka akui begitu lemah sehingga butuh dibela? Bagaimana mungkin membela sesuatu yang kekuatan dan kemahakuasaannya melebihi diri para pembela dalam segala hal? Bagaimana mungkin seseorang atau sekelompok orang bisa melindungi, menjaga, merawat, membela pencipta diri mereka sendiri, pemilik langit dan bumi dan segala isinya?

Wuihhh, saya makin gagal mengerti. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun