Mohon tunggu...
Yosafati Gulo
Yosafati Gulo Mohon Tunggu... profesional -

Terobsesi untuk terus memaknai hidup dengan belajar dan berbagi kepada sesama melalui tulisan. Arsip tulisan lain dapat dibaca di http://www.yosafatigulo.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bangkitnya Kelompok yang Menggoyang Fondasi Negara RI

27 November 2016   00:03 Diperbarui: 21 Desember 2016   23:02 2478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi (http://jufres-engineer.blogspot.co.id/)

Semangat FPI dan GNPF MUI (Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia) untuk terus melakukan demo sampai tuntutannya terpenuhi jelas sudah bergeser. Semula, lewat demo 4/11, hanya mendesak polisi agar segera memroses dugaan penistaan agama oleh Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Tuntutan itu sebenarnya tidak relevan. Pertama, sebelum demo Polisi sudah mulai dan sedang melakukan penyelidikan. Kedua, atas kemauannya sendiri, Ahok pun sudah mendatangi Mabes Polri untuk memberikan keterengan. Juga sudah minta maaf berkali-kali di berbagai kesempatan.

Setelah Ahok dijadikan tersangka, FPI dan kelompoknya ternyata belum puas. Bagi mereka, status tersangka untuk Ahok belum cukup. Proses hukum tak perlu memakai ketentuan KUHAP, tapi hukum rimba. Dengan hukum rimba, mereka mengharapkan agar Polisi, Jaksa, dan hakim tak usah ribet. Cukup melegalkan apa yang mereka mau terhadap Ahok.

Cuma, Panglima TNI Gatot Nurmantyo dan Kapolri Tito Karnavian sudah membaca gelagat buruk. Goal yang diperjuangkan bukan sekedar Ahok. Tapi, ingin menggoyang dasar negara. Kalau hanya kasus Ahok, semestinya tak perlu demo. Aspirasi mereka toh sudah diakomodari. Tapi kelompok itu ternyata malahan terus menyusun rencana demo secara serial dengan judul “demo bela Islam”. Menurut rencana, semestinya demo jilid III dilakukan tanggal 25/11 kemain. Lalu, jika tuntutannya belum berhasil, demo jilid IVdilaksanakan 2/12, dan seterusnya entah sampai kapan.

Dengan pernyataan panglima TNI, Kapolri dan beberapa pemimpin Ormas Islam terhadap rencana demo 25/11 yang dinilai tidak relevan, tiba-tiba berita kelompok Choel Malarangeng muncul ke permukaan. Dengan nada bimbang pula. Dalam percakapan di WhatsApp (WA), terbaca jelas bahwa kelompk Choel bicara soal logistik yang sudah terlanjutr dibagikan kepada para koordinator demo. Ada ide menarik kembali, tapi Choel bilang  tidak mungkin.

Sebenarnya persiapan di pihak FPI dan GNPF MUI sudah matang. Dalam video yang diunggah tanggal 17/11 (linknya ini)Munarman menjelaskan kepada umat yang hadir di Masjid Al Furqoh di Kramat alasan perlunya demo. Bahkan hal terknis seperti titik kumpul massa, cara menghadapi gas air mata, anjuran agar cukup tidur, dan apa-apa yang perlu dibawa saat demo dijelaskan detai oleh Munarman.  

Dengan kepandaiannya berkata-kata, ia mengobarkan api semangat anak-anak muda agar berani melawan TNI dan polisi demi Islam. Alasannya, selama 70 tahun lebih, umat Islam di Indonesia selalu diabaikan. Ibaratnya tukang dorong mobil, kalau mobil mogok, katanya. Namun, begitu mobilnya hidup, umat Islam selalu ditinggal, jelasnya kepada yang hadir.

Beberapa contoh yang dianggapnya pengkhianatan terhadap Islam. Pertama, pencoretan tujuh kata (piagam Jakarta) dalam Mukadimah UUD 1945. Menurutnya pencoretan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya pada tanggal 18 Agustus 1945, dilakukan secara sepihak. Ini sabotase politik, tegasnya.

Pengkhianatan kedua, katanya, terjadi tahun1966. Saat itu, yang berada di garda terdepan untuk menumpas PKI yang sudah mengakar di seluruh Indonesia adalah umat Islam. Namun, begitu kelompok sekuler mengambil alih kekuasaan, umat Islam dituduh sebagai ekstrim kanan. Setelah itu, Islam ditindas selama puluhan tahun.

Ketiga, terjadi pada 1998, ketika umat Islam yang mendorong terjadinya pergantian kekuasaan. Setelah pergantian kekuasaan berhasil, umat Islam ditinggalkan lagi. Itulah sebabnya yang berkuasa sampai saat ini justru orang-orang yang anti terhadap Islam, anti ajaran Islam, bahkan menuduh ajaran Islam sebagai kebohongan.

Pada titik ini, umat Islam jangan berharap pada pihak lain. Apalagi karena dari segi geo politik global, penguasa yang ada saat ini adalah kaki tangan “serigala putih” dan “naga merah”. “Inilah keadaan kita saat ini”, tegasnya yang harus dihadapi umat Islam. Untuk itu, “jangan takut! Umat Islam tidak takut” tambahnya, yang sambut Allahu Akbar oleh umat yang hadir.

Apa yang dikatakan Munarman, dipertegas oleh Ustadz Bachtiar Nasir dan Habib Rizieq. Di banyak video ceramah mereka siapaun bisa mendengarkan provokasi bachtiar Nasir dan Rizieq yang mendorong umat supaya tidak menaati hukum sekaligus berani melawan aparat.

Gelagat buruk itu, ternyata tidak hanya terbaca kepada Panglima TNI dan Kapolri. Tetapi juga di kalangan PBNU. Hal ini tampak pada berita 24/11 yang diturunkan telegraf.co.id. Dua paragraf dalam berita itu menerangkan bahwa“Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubenur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah kasus kecil yang sebenarnya tidak perlu diributkan. Kalaupun dipersoalkan, tinggal diselesaikan melalui proses hukum yang berlaku.

Namun, kasus ini menjadi ramai dan besar karena dipakai sekelompok orang sebagai pintu masuk membangkitkan kembali cita-cita dan perjuangan membentuk negara Islam. Kasus itu menjadi momentum untuk perjuangan menjadikan bangsa ini sebagai negara Islam.

“Ini pintu masuk bagi kelompok yang ingin mendirikan negara Islam. Ini yang berbahaya dan patut diwaspadai,” kata Ketua Lakpesdam PBNU Rumadi Ahmad dalam seminar bertema Kebhinekaan Dalam Perspektif Konstitusi UUD 1945 di Jakarta, Rabu (23/11)”.

Lalu siapa kelompok dimaksud? Apakah hanya FPI atau ada kelompok lain?

Dari berita diketahui bahwa kelompk yang dimaksudkan PBNU tidak Cuma satu. Yang pertama memang FPI. Hal ini tampak dari serangkaian upaya FPI yang terus menyuarakan penerapan syariat Islam.

Ketika MPR melakukan amandemen UUD 1945 pada tahun 2002, FPI terang-terangan mendesak MPR agar bunyi ayat (1) Pasal 29 UUD 1945 diubah. Rumusan, "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" diubah dengan menambahkan "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya" seperti yang tertera pada butir pertama dari piagam Jakarta yang dirumuskan pada tanggal 22 Juni 1945 ke dalam amendemen UUD 1945 yang sedang di bahas di MPR.

Pada waktu itu, FPI menggelar spandung bertuliskan "Syariat Islam atau Disintegrasi Bangsa". He he pilihannya keras dan dua-duanya jauh dari cita-cita para pendiri bangsa dan negara RI.

Bangsa kita tentu bersyukur bahwa usaha tersebut tidak sampai memengaruhi MPR. MPR tentu sadar bahwa pertimbangan para pendiri negara ini untuk mencoret tujuh kata itu dalam UUD 1945 didasarkan pada tekad memertahankan dan menghargai kemajemukan. Ini pula yang diingatkan oleh Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Dr. J. Soedjati Djiwandono yang mengatakan bahwa bila tujuh kata Piagam Jakarta ke dalam UUD 1945 yang diamendemen, justru akan memecah belah kesatuan bangsa dan negara yang majemuk.

Inilah yang dibelokkan oleh Munarman di Masjid Al Furqoh di Kramat ketika bicara kepada umat. Harapan dia tentu bisa ditebak, agar emosi umat Islam terbakar dan siap melawan siapa pun yang dinilai menghalang-halangi usahanya mengganti, paling tidak, bunyi Pasal 29 ayat (1) UUD 1945 . Ia terus menyemangati anak-anak muda untuk berani berhadapan dengan TNI atau polisi. Anak-anak muda itu pun memberi respon antusias. “Tidak takut mati demi Islam,” jawab mereka serempak ketika menjawab pernyataan Munarman. 

Apakah hanya itu?

Ternyata tidak. Masih ada kelompk lain. Kelompok ini melibatkan tiga Jendral TNI (Purnawirawan): Adityawarman Thaha, Kivlan Zen, dan Syarwan Hamid. Ketiga Jenderal purnawirawan ini dikabarkan mendukung penuh gerakan “people power” yang digagas beberapa aktivis dan tokoh seperti Sri Bintang Pamungkas. Sedianya gerakan itu dilaksanakan tanggal 22 Agustus 2016, hampir tiga bulan sebelum demo 4/11. Hal ini terungkap dalam percakapan mereka di WA seperti diungkap chirpstory.com.

Strategi mereka persis sama dengan pelengseran Suharto pada tahun 1998. Yang utama menduduki gedung DPR/MPR minimal dua hari. Menurut Jendral Adit (panggilan akrab Adityawarman Thaha), jika gerakan itu memang serius, maka tak perlu terlalu banyak membuat kata-kata di ruang chat berbasis WA saja.

“Jangan hanya lebih banyak membuat dinamika lewat WA. Harusnya kita bentuk dan datangi tim 100 orang. Dari masing-masing tim itu, kemudian kita datangi ormas-ormas yang mempunyai misi sama,” ujarnya sebagaimana diberitakan oleh Postmetro (23/08/2016).

Menurutnya, kemungkinan menjatuhkan Presiden Jokowi-JK, juga Ahok terbuka luas karena lembaga MPR ikut mendukung. Informasi itu doperolehnya dari Kivlan Zen, yang mengatakan bahwa Sekjend MPR sudah oke untuk mengadakan Sidang Istimewa terhadap Jokowi.

Setelah itu, Adityawarman Thaha mengatakan barulah dilakukan penyusunan kembali konstitusi sesuai dengan tujuan, yakni mengembalikan UUD 45 yang asli. Kecuali itu, beliau juga menyarankan agar tidak berhenti pada penyusunan kembali UUD 1945. Harus dilanjutkan dengan penyususnan aturan atau UU soal kewarganegaraan Asing.

Bagi mereka, rencana makar tentu dinilai matang. Segala persiapan dianggap sudah ok. Tapi, yang namanya rencana busuk tetap saja berbau busuk. Apa yang direncanakan matang ternyata gagal. Tapi jangan dikira mereka kapok. Buktinya, setelah mendapat informasi adanya demo 4/11, mereka lalu mendompleng. Kita tidak tahu apakah hal ini ada kaitannya dengan pidato SBY yang menyatakan mendukung demo 300% atau malahan mereka berkolaborasi dengan SBY. Yang jelas bahwa para tokoh itu turut hadir pada demo 4/11 termasuk pada saat evaluasi yang dihadiri Sarwan Hamid.

Dari sini makin jelas, bahwa para tokoh yang ada di belakang demo 4/11 bukan Cuma FPI, GNPF MUI, MUI, Fahri Hamzah, Fadli Zon, Amien Rais, AA Gym, Ahmad Dhani, Yusril Ihza Mahendra, tetapi banyak. Tentu saja masing-masing pihak memiliki kepentingan, dan kepentingan itu tali-menali satu dengan yang lain. Mungkin saja ada yang kepentingannya, sebatas penggulingan Ahok guna kepentingan memenangkan Pilkada DKI, ada yang sebatas penggulingan Jokowi, dan ada yang sekaligus berjuang untuk mengganti UUD 1945.

Mana yang benar dan siapa-siapa tokoh intelektualnya, pengagas, pemilik ide, dan siapa yang hanya ikut-ikutan mari kita tunggu penelusuran intelijen negara dan kepolisian. Intelijen TNI dan polisi tengah menelusuri hal itu. Kita harap agar dalam waktu dekat, nama-nama mereka diumumkan seraya memrosesnya secara hukum.

Jika hal itu dibiarkan, besar kemungkinan bahwa anak-anak muda yang sudah diprovokasi oleh Munarman, Bachtiar Nasir, dan Habib Rizieq, serta anggota kelompok gerakan Sri Bintang Pamungkas dan kawannya akan melakukan konsolidasi, bersatu, untuk mengacak-acak keutuhan bangsa dan negara. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun