Tapi FH tidak mau menyerah. Tipenya petarung. Ia juga cerdik. Akalnya panjang dan berliku. Untuk mengegolkan hasratnya menjatuhkan Presiden, ia dan konco-konconya memanfaatkan momentum kasus Ahok. Ia sangat sadar bahwa psikologi massa beda dengan DPR. DPR tidak selalu gegabah dan lebih kritis. Itulah sebabnya ia menghindar membicarakan apa yang dianggapnya pelanggaran Jokowi dalam forum DPR. Ia tidak mau dipermalukan oleh rekan-rekannya bila mereka meminta bukti.
Massa tidak begitu. Dalam kerumunan, massa kerap kehilangan kontrol diri dan daya kritis karena mereka telah melebur menjadi anonim. Dalam keadaan seperti itu, massa mudah tersulut. Jika emosi massa bisa “dibakar”, maka dengan mudah bisa digiring ke arah yang dikehendaki. Inilah kira-kira yang ada dalam benak FH dan kawan-kawannya saat demo.
Sialnya, apa yang diharapkannya dengan rumus “jika-maka”, ternyata buntu. Strategi polisi, dukungan TNI, dan kemampuan Ketua DPR dan MPR membaca “arah angin” menjadi anti tesis bagi FH.
Sampai di sini skor 0 : 1 untuk FH. Upaya makar gagal dan Presiden Jokowi masih menjadi Presiden Republik Indonesia. *** (bersambung)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H