Tuntutan massa terhadap Ahok,  bukan target yang sesungguhnya. Dugaan penistaan Qur’an dan ulama, hanyalah pintu masuk untuk mengegolkan agenda tersembunyi. Target minimalnya memang Ahok agar ditangkap dan dibui. Bila hal ini terpenuhi, maka target antara (intermediate) tercapai. Artinya Ahok terganjal menjadi cagub DKI pada Pilpres 2017. Tapi ini, sekali lagi belum merupakan target yang sesungguhnya.
Jika terget itu gagal, maka target berikutnya ialah melengserkan Presiden Jokowi. Ini pun bukan target akhir. Masih merupakan target intermediate. Isi orasi Fahri Hamzah (FH) pada saat demo merupakan bukti atas rencana tersebut. Ini sudah tercatat pada berita-berita di media cetak, terekam di media on line dan youtube.
Mengapa harus dilengserkan? Menurut FH, Jokowi telah melakukan pelanggaran berkali-kali. Tidak memberikan rasa nyaman kepada umat Islam, menghina ulama, mencaci maki simbol-simbol Islam, membiarkan orang-orang non Muslim menghina simbol-simbol agama kita (Islam, pen.), dan --mengutip Fadli Zon-- melanggar hukum. Maka kalau saat ini umat bangkit, sudah benar, teriaknya dari mobil para pemimpin demo.
Usai menyebutkan pelanggaran-pelanggaran Jokowi, FH membeberkan bagaimana cara menjatuhkan Presiden. Pertama, secara legal melalui parlemen ruangan, dan kedua, melalui parlemen jalanan. Namun, kedua ruangan itu tersambung. Oleh sebab itu, jika saat ini tidak diberi kesempatan menemui Presiden, maka gedung parlemen harus dibuka kepada rakyat, serunya berapi-api.
Syukur bahwa upaya massa memasuki gedung DPR pada malam hari berhasil dicegah oleh petugas Polisi dan ketua DPR/MPR. Jika tidak, maka harapan mereka mengulang peristiwa 1998 ketika melengserkan Presiden Suharto mungkin terjadi kepada Jokowi.
Keinginan menjungkalkan Jokowi tampaknya sudah lama dipendam. Boleh jadi bukan hanya rencana FH. Tetapi rencana bersama dengan para sahabat yang seiya-sekata dengannya plus para tokoh yang tergabung dalam beberapa partai Politik, rival Jokowi saat Pilpres 2014, dan rival Ahok pada Pilkada DKI 2017.
Mungkin sebagai test case, FH disodorkan atau menyodorkan diri terang-terangan tampil di depan publik karena dipandang lebih pas mengingat dendam politiknya begitu mendalam kepada Jokowi. Hal ini bisa ditelisik dengan mencermati sikap dan responnya terhadap semua kebijakan Jokowi sejak terpilih menjadi presiden RI pada Pilpres 2014. Tak satu pun pernyataan Fahri Hamzah yang sifatnya mengakui dan mendukung kebijakan Jokowi.
Apapun yang dilakukan Jokowi semua salah. Cacat. Mulai dari anggota Kebinet Kerja yang disebut Fahri tak berkelas, sampai pada kebijakan Jokowi selama dua tahun menjabat Presiden, tak satupun yang dinilainya tepat. Sama persis dengan sikap dan penilaian sahabat kentalnya Fadli Zon, Habib Rizieq, Ahmad Dhani, Amien Rais, dan sejumlah tokoh di balik demo 4/11. (bisa dibaca di sini)
Lucunya, semua yang dinilainya salah dan pelanggaran Presiden tidak dibahas di DPR. Di jalan raya dia teriak Presiden telah melakukan pelanggaran berkali-kali, tapi dalam forum resmi DPR tak satupun dia ungkap untuk dibahas. Kepada demontran dia menjelaskan cara menjatuhkan Presiden secara legal, tetapi dalam forum legal DPR tidak dia usulkan secara legal menurut prosedur legal.
Memanfaatkan Psikologi Massa
Mengapa hal itu tidak dia lakukan? Ada dua sebab. Pertama, kesalahan dan pelanggaran Presiden Jokowi yang digosipkannya kepada demonstran, hanyalah isapan jempol. Tidak nyata dan tidak ada bukti. Kedua, karena tidak ada bukti, maka sekalipun mulutnya berbuih-buih mengusulkan di forum DPR, tak bakalan direspon. Ditolak. Itu sangat dpahami oleh FH.