Mohon tunggu...
Yosafati Gulö
Yosafati Gulö Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Warga negara Indonesia yang cinta kedamaian.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Tiga Poin yang Menentukan Keberhasilan Pertemuan Luhut dan Prabowo

30 Mei 2019   20:50 Diperbarui: 3 Juni 2019   17:29 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam percakapan Prabowo dan Luhut yang diberitakan media terbaca sinyal baik. Mirip sinyal telepon seluler, yang sebelumnya nyaris hilang tapi tiba-tiba muncul. Dua pihak pun konek. Bisa berkomunikasi.

Jadi, tak perlu mencari apa dan di mana letak kesalahannya. Kemungkinannya banyak. Bisa saja pancaran sinyal kurang kuat. Bisa juga posisi telepon di luar jangkauan jaringan atau lagi lowbat salah satu atau dua-duanya, dan seterusnya.

"Saya pulang tanggal 3 Juni, bang!" ungkap Prabowo kepada Luhut setelah menjelaskan kepergiannya di Austria via Dubai terkait urusan bisnis dan kesehatan. Percakapan kedua tokoh itu menunjukkan keakraban sebagai teman. Mereka bicara santai, termasuk dalam cara memanggil dengan sebutan bang untuk Luhut dan Wo untuk Prabowo.

Berita ini tentu menggembirakan banyak pihak. Jika jadi bertemu, maka pertemuan itu besar kemungkinan dapat menurunkan suhu politik dalam negeri. Ini yang paling pokok. Soal pihak mana yang menang pada gugatan hasil Pilpres di MK tak usah diperbincangkan. Biar menjadi urusan kuasa hukum masing-masing pihak.

Harus diakui bahwa inisiatif Prabowo menelpon Luhut sangat positip. Mengisyaratkan masih adanya respek dalam diri Prabowo terhadap kepentingan bersama. Ini menunjukkan bahwa hati Prabowo tidak sekeras yang dibayangkan banyak orang selama ini.

Sinyal baik ini perlu diapresiasi. Perlu segera ditangkap dengan sikap dan respek setimpal agar komunikasi bisa lancar kembali. Sikap dan pemikiran yang selama ini berhadap-hadapan, dipertemukan kembali dengan posisi hadap ke arah yang sama.

Beberapa pokok pikiran

Untuk mecapai hal itu, ada beberapa pokok pikiran yang mungkin perlu. Pertama, masing-masing pihak berupaya mengendalikan suasana hati pendukung dan simpatisan masing-masing kubu agar kembali normal. Prabowo perlu mengendalikan situasi internalnya untuk mencegah terulangnya kerusuhan. Hal yang sama berlaku bagi para pendukung dan simpatisan Jokowi supaya tidak memancing emosi kubu Prabowo.

Upaya tersebut, tentu tidak selalu mudah. Pihak ketiga yang tak ada kaitannya dengan kubu mana pun, tetapi belum menghendaki rasa aman dalam negeri, bisa saja melakukan tindakan yang aneh-aneh dengan mengatasnamakan salah satu kubu untuk bisa memancing di air keruh.

Mengatasi hal itu sangat diperlukan koordinasi dan komunikasi intensif antar kedua kubu dan di internal masing-masing. Bagaimana bentuk dan caranya bisa dirumuskan dan disepakati bersama.

Dengan adanya koordinasi dan lancarnya komunikasi, pihak ketiga bisa dideteksi dan dicegah agar tidak bermain api lagi. Kalau perlu, "dilawan" bareng-bareng bila masih nekat. Apabila hal ini bisa diwujudkan besar kemungkinan upaya para preman dan pengacau bisa dipatahkan.

Kedua, sengketa pilpres di MK jangan dijadikan topik pembicaraan. Semua pihak harus sepakat menghargai proses hukum di MK, sebagai lembaga yang telah diberi kewenangan oleh konstitusi untuk menyesaikan sengketa Pemilu, termasuk Pilpres.

Konsekuensinya, apa pun hasil putusan MK kelak diterima dengan legowo. Jangan ada lagi ungkapan-ungkapan miring atau seruan-seruan yang merendahkan siapa pun dan lembaga mana pun. Yang diperlukan ialah membangun semangat bersama untuk mendukung pemerintahan yang sah demi kemajuan bangsa dan negara.

Dengan demikian setiap kubu harus berkomitmen untuk tidak melakukan gerakan apa pun yang sifatnya menekan para hakim MK selama proses persidangan. Tak perlu mengadakan demonstrasi apa pun yang mengganggu konsentrasi para hakim MK.

Itu artinya, poin-poin pembicaraan lebih fokus pada apa yang sebaiknya dilakukan oleh semua pihak pasca keputusan MK. Termasuk misalnya penegasan sikap bahwa pihak yang kalah akan menempatkan diri sebagai oposisi guna membantu DPR mengontrol kinerja pemerintah.

Ketiga, untuk menegaskan komitmen bersama dalam memertahankan keamanan nasional kedua belah pihak mungkin perlu mendiskusikan upaya-upaya strategis dalam memertahankan ideologi negara. Salah satu di antaranya ialah mendukung proses hukum terhadap individu-individu yang terindikasi hendak melakukan makar, baik yang sudah ditetapkan menjadi tersangka maupun mereka yang masih dalam penyelidikan polisi.

Contoh lainnya ialah meluruskan pandangan yang sengaja dibelokkan atas proses hukum terhadap pelaku kejahatan apabila pelakunya pemimpin agama seperti ulama atau ustadz.

Selama ini narasi yang selalu dibangun oleh individu atau kelompok tersentu untuk memanas-manasi situasi ialah kriminalisasi ulama. Penetapan Habib Rizieq sebagai tersangka kasus pornografi atau penghinaan terhadap Pancasila umpamanya, banyak yang bilang pemerintah atau polisi mengriminalisasi ulama. Padahal yang diperoses bukanlah ulama atau ustadz, tetapi Habib Rizieq sebagai individu, pelaku perbuatan melawan hukum. Individu itulah yang  dituntut bertanggung jawab atas perbuatannya. Bukan ulama.

Bahwa Habib Rizieq berprofesi sebagai ulama, bahkan oleh kelompok FPI disebut sebagai ulama besar, tak perlu dimasalahkan. Polisi tidak menetapkannya sebagai tersangka dikarenakan keulamaannya, melainkan dikarenakan perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh individu bernama Habib Rizieq. Pembelokan pemahaman inilah yang kerap membakar emosi sehingga perlu diluruskan oleh semua pihak yang memiliki komitmen untuk menjaga keamanan hidup bersama.

Okey, itu dulu dari saya. Kalau ada hal lain yang dianggap lebih baik dan perlu tentu saja boleh. Yang penting niat baik Prabowo ini jangan ditafsirkan macam-macam hanya karena sikapnya yang terkesan kurang familiar selama ini. ***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun