Ia mengaku bahwa sebagai warga negara perlu memerjuangkan keadilan dan kebenaran. Namun, dalam perjuangan itu jangan ngawur. Harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku.
Disadari entah tidak, diakui atau tidak, sikap tersebut dialamatkan kepada Prabowo dan kubu Paslon 02. Ia mengingatkan sekaligus mengajak Prabowo bertobat. Jangan mau dikekang. Perlu segera melepaskan diri dari cengkeraman pikiran keliru para pendukung.
Tidak itu saja. Teman-teman lain juga turut diajak Kivlan. "... Saya juga menyerukan kepada yang berpikir sama dengan saya, saya sampaikan mari kita sesuaikan diri dengan UU dan keputusan sesuai dengan UU yang berlaku," ujarnya di depan wartawan. (detiknews)
Kivlan mengingatkan Prabowo bahwa cara-cara yang selalu digaungkan para pendukung ngawur bukanlah jalan yang patut ditempuh oleh siapa pun. Juga oleh pensiunan TNI. Selain melawan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, sekaligus melawan negara yang mereka bela mati-matian waktu di TNI.
Mungkin saja Prabowo menilai sikap Kivlan sebagai pengkhianatan pada dirinya. Namun, Prabowo perlu ingat bahwa tidak semua orang yang mengaku teman, yang selalu menempel dirinya dalam serangkaian proses Pemilu, adalah sahabat baik, sahabat sejati.
Sahabat sejati adalah orang yang turut berbahagia di saat sahabatnya mendapatkan kebahagiaan dan yang berani menegur dan memberikan nasehat di saat sahabatnya melakukan kesalahan.
Kivlan mengingatkan bahwa menolak hasil Pemilu dengan melawan hukum adalah keliru. Resikonya sangat besar. Bukan saja soal pidana penjara bertahun-tahun. Atau tenggelamnya  nama baik yang telah dibangun bertahun-tahun sebagai prajurit TNI di bawah tumpukan catatan buruk.
Yang lebih utama ialah bangsa dan negara kita rusak. Rakyat yang tak berdosa bisa menjadi korban sia-sia.
Pilihan bagi PrbaowoÂ
Kalau benar ada kecurangan, jangan hanya orasi. Tunjukan bukti akurat. Jangan kengawuran BPN yang menyebut adanya penggelembungan suara di berbagai tempat terus diulang tanpa bukti.
Jangan gara-gara adanya peningkatan partisipasi pemilih di Jatim umpamanya, BPN lalu bilang ada penggelembungan suara. Kenyataannya bukan begitu. Pemilih yang berpartisipasi saat Pilkada Jatim memang hanya 20 juta orang, tetapi pada Pemilu 2019 meningkat menjadi 24 juta orang. Jangan disalahartikan bahwa kenaikan partisipasi pemilih yang empat juta itu sebagai penggelembungan suara. Itu menyesatkan rakyat.