Data BPS menunjukkan bahwa persentase usia anak antara (0-14) tahun (lihat gambar 3) masih sangat tinggi dan diprediksi ada banyak anak dengan kebutuhan khsusus. Karena itu, sudah seharusnya menjadi perhatian serius dalam mendata anak dengan autism.
Penyebab dan Penanganan Autisme
Penyebab autisme menurut beberapa penelitan yaitu, (a), kerusakan jaringan otak yang terjadi sebelum 20 hari pada saat pembentukan janin (Rodier dkk, 1996 ; Rodier, 2002), (b) bagian otak yang mengendalikan pusat memori dan emosi lebih kecil dari pada anak normal (Minshew dan Goldstein, 1998 ; Minshew dkk., 2005) dan (c) infeksi (toksoplasmosis, rubella, candida, dsb), keracunan logam berat, zat aditif (MSG, pengawet, pewarna) dan obat-obatan lainnnya, tumbuhnya jamur berlebihan di usus anak akibat pemakaian antibotika yang berlebihan menyebabkan kebocoran usus dan tidak sempurnanya pencernaan kasein dan gluten (Handjono, 2004)
Secara neurobiologis diduga terdapat tiga tempat dan mekanisme berbeda yang dapat menyebabkan autisme yaitu, (a) gangguan fungsi mekanisme kortikal menyeleksi atensi (b) Gangguan fungsi mekanisme limbic (c) Gangguan pada proses informasi oleh korteks asosiasi dan jaringan pendistribusiannya (Handojo, 2004). Widyawati (1997) mengemukakan beberapa teori penyebab autisme antara lain ; (a) teori psikososial, (b) teori biologis dan (c) teori imunologi dan (d) infeksi virus
Studi terbaru tentang penyebab autisme mengatakan bahwa penyebab autisme adalah faktor kecenderungan yang dibawa oleh faktor genetic namun penelitian lebih jauh terkait kromosom yang membawa sifat autisme belum terjawab. Saat ini, penelitian terkait berasumsi bahwa autisme lebih cenderung terjadi pada anak laki-laki karena perempuan mampu bertahan terhadap mutasi sehingga memengaruhi perkembangan mentalnya.
Menurut Noviza (2005) beberapa metode penanganan terhadap penyandang autisme dilakukan melalui ; (a) metode terapi applied behavioral analysis (ABA), (b) metode terapi teacch, (c) terapi perilaku (terapi okuvasi dan terapi wicara), (d) terapi biomedik, (e) terapi fisik, (f) terapi sosial, (g) terapi bermain (h) Â terapi perkembangan, (i) terapi visual, (j) terapi music (k) terapi obat, (l) terapi lumba-lumba, (m) sosialisasi ke sekolah regular dan (n) sekolah pendidikan khusus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H