Ternyata benar, itu Pocut. Sekarang saya berpikir untuk kembali ke rumah tanpa berisik.
Dengan jantung berdebar, bulu kuduk merinding, keringat mengalir, saya mundur perlahan sambil memperhatikan gerak-gerik "penampakan Pocut" di turunan bukit itu.
Ketika sudah berada di depan gudang, dari seberang saya melihat istri saya yang sedang menunggu di teras kontrakan. Dia memberi isyarat agar lekas balik.
"Ada Pocut Mi," begitu pekik saya kala tiba di teras.
Ia lalu bercerita kalau beberapa malam usai pindahan, ia memang pernah melihat sesosok perempuan berambut panjang menutupi wajah berbaju putih terusan. Kala itu ia terbangun malam hendak ke kamar mandi. Saat melintas di depan jendela, ia sempat menoleh ke arah tanah kosong. Oh ya jendela di kontrakan ini tidak ada teralis dan gorden, jadi kita bisa melihat dengan jelas ke arah luar. Â
Di sana ia melihat sosok yang kami sebut Pocut itu.
"Mungkin itu Pocut yang sama seperti di kampung (rumah mertua), dia ngikutin kita!" gurau saya.
Esoknya saya kembali ke belakang gudang, tadinya saya berpikir untuk menjelajahi area tersebut. Namun, niat itu saya urungkan karena lebatnya semak dan pepohonan di sana.
"Kondisi ideal untuk didiami ular sawah," pikir saya dalam hati.
Dari balik pepohonan, hamparan sawah hijau nan luas di bawah menyajikan pemandangan indah. Tiupan angin menyejukkan suasana, spot menarik untuk healing.
Pernah saya baru pulang dari luar kota, tiba di kontrakan pada malam hari. Istri saya tidak di sana karena dia tidak berani tinggal sendiri. Selagi berbaring di ranjang, saya melihat sesosok putih melintas di jendela dibarengi harum wangi Bunga Melati!