Mohon tunggu...
Alexander Yopi
Alexander Yopi Mohon Tunggu... -

Gutta Cavat Lapidem Non Vi Sed Saepe Cadendo

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Nafas Kedua Sony Dwi Kuncoro

20 April 2016   11:47 Diperbarui: 20 April 2016   15:15 250
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sesekali dia melirik Safitri Gading, wanita cantik yang mendampinginya bertanding tatkala bola dinyatakan out. Dia hendak mengatakan, "Out melulu sayang. Mungkin bukan hari keberuntungan kita."

Tetapi, wanita cantik yang tak lain adalah istri sekaligus pelatih dan managernya itu menyorot tajam. Dia seolah mengatakan, "Kamu bisa. Sekaranglah saatnya!"

Sony Dwi Kuncoro akhirnya meraih juara tunggal putra di ajang super series Singapura Open 2016.

Berbeda jauh tatkala dia masih di Pelatnas. Ada kepercayaan diri. Tampil bersama sejumlah label sponsor.

Dia seperti bukan siapa-siapa. Terlalu sederhana untuk menjadi seorang juara. Bahkan seperti seorang pemain tunggal yang sedang bertanding di ajang GOR antarwilayah atau antarclub.

Benar akunya. "Bahkan untuk masuk bertanding ke ajang super series saja susah karena rangking saya rendah. Saya harus melewati babak kualifikasi." Tetapi, Sony tidak patah arang.

Dia memang tidak seperti Lee Chong Wei. Akibat doping, Chong Wie harus menepi setahun. Rangkingnya melorot. Tetapi, dia tidak ditinggal sponsor. Kembali, mulai dari kualifikasi, kompetitif, dan saat ini berada di peringkat kedua dunia.

Dibekap cedera panjang, pertaruhannya lebih berat. Dia tidak bisa bertanding. Namanya bahkan hampir hilang di kancah internasional.

Padahal, di masa jayanya, segudang prestasi diukir. Sony adalah satu-satunya tunggal putra Indonesia dengan gelar super series terbanyak. Bukan Taufiq Hidayat. Dia juga meraih perunggu Olimpiade Athena 2004.

Sesekali terdengar Sony bertanding di Macau, lalu memperkuat klub, dan beberapa kali tampil di ajang pertandingan dalam negeri.

Dia mungkin sudah habis. Kalah pada ajang sebelumnya di India Open dan Malaysia Open, Sony mungkin tidak diperhitungkan. Namun, dia berhasil membuktikan kerja kerasnya.

Apa motivasi Sony? Mengapa dia bisa berprestasi melalui jalur independen?

Hidup mati dia adalah badminton. Tetapi, motivasi saja tidak cukup untuk menjadi juara. Sebagai pemain independen, pola makan, pola latihan, hingga sponsorship harus diatur sendiri. Di sana ada Sang Istri, tentu saja, juga dia.

Satu hal yang pasti, Sony memberikan pelajaran buat kita untuk tidak patah arang. Dia bangkit dari masa kelamnya dan mengharumkan nama bangsa.

Salut Sony, tetap kibarkan Sang Saka Merah Putih, dan jadilah dirimu sendiri!(*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun